Konten dari Pengguna

Bertahan dalam Perubahan: Resiliensi Penjual Jamu Menghadapi Era Obat Modern

Laudya Danish Zafira Batubara
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
22 Januari 2025 19:27 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Laudya Danish Zafira Batubara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Penjual jamu. Foto: Dokumentasi Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Penjual jamu. Foto: Dokumentasi Pribadi
ADVERTISEMENT
Di tengah gempuran obat-obatan modern yang menawarkan solusi instan, para penjual jamu tradisional di Indonesia menunjukkan ketahanan dan kreativitas yang luar biasa. Mereka tidak hanya berjuang untuk mempertahankan warisan budaya, tetapi juga beradaptasi dengan kebutuhan konsumen yang semakin berubah. Melalui inovasi dalam produk dan pemasaran, penjual jamu berhasil menjaga keberlangsungan tradisi yang telah ada selama berabad-abad.
ADVERTISEMENT
Selama 20 tahun terakhir, dunia kesehatan di Indonesia sudah banyak berubah. Semakin banyaknya obat modern dan pengobatan alternatif membuat penjual jamu harus bekerja lebih keras. Jamu yang sudah menjadi ciri khas Indonesia, sekarang harus bisa menyeimbangkan antara tradisi dan modernitas.
Fenomena ini dihadapi oleh ratusan penjual jamu yang ada di Indonesia, mulai dari pedagang kecil hingga penjual yang sudah lebih besar. Salah satunya adalah Bu Tari, seorang penjual jamu di Yogyakarta yang sudah berdiri sejak 1977 dan telah berjualan jamu selama hampir 50 tahun.
Ia merupakan contoh nyata dari resiliensi yang dimiliki penjual jamu di era yang serba cepat ini. Keteguhan untuk bertahan di tengah derasnya arus modernisasi berbagai obat-obatan modern.
ADVERTISEMENT
"Jamu ini bukan sekadar minuman. Ini adalah jembatan penghubung antara masa lalu dan masa kini. Setiap tegukan adalah pengingat bahwa yang traditional tidak selalu kuno, yang lama tidak selalu ketinggalan. Yang penting adalah bagaimana kita menjaga keaslian rasa dan kehangatan dalam melayani." ujar Bu Tari sambil tangannya memeras ramuan jamu dalam mangkuk tanah liat.
Meski menghadapi tantangan tersebut, Bu Tari tidak menyerah. Ia mulai melakukan inovasi dengan memanfaatkan media sosial sebagai alat promo. Dia membuktikan bahwa tradisi dan teknologi bisa berjalan beriringan.
Sosok yang telah berkiprah selama empat dekade di Yogyakarta ini memilih untuk beradaptasi tanpa meninggalkan nilai-nilai warisan leluhur. Melalui akun Instagram @mbalejampi, racikan jamu tradisionalnya kini bisa dinikmati oleh pelanggan yang lebih luas. Kemasannya pun dibuat lebih menarik dan praktis.
ADVERTISEMENT
Hal itu membuat produk jamunya dapat bersaing, tidak hanya dengan produk herbal lain, tetapi juga dengan obat modern. Ia mengamati bahwa semakin banyak anak muda yang mulai kembali menyukai jamu, terutama setelah mengetahui manfaatnya melalui media sosial.
Di sisi lain, Juwita, salah satu pelanggan setia jamu Bu Tari, menjelaskan kepercayaannya terhadap jamu.
"Saya lebih percaya dengan pengobatan jamu tradisional karena bahan-bahannya alami. Proses pemesanannya pun praktis, cukup dengan menyampaikan keluhan kepada Bu Tari, beliau akan meracik jamu yang sesuai dengan kebutuhan kita," ujarnya sambil tersenyum kecil.
Masyarakat yang dulunya terbiasa dengan obat modern kini mulai kembali mencari obat yang lebih alami dan tidak memiliki efek samping. Hal ini menjadi peluang baru bagi para penjual jamu untuk menjangkau pasar yang lebih luas. Banyak anak muda lainnya sekarang menyadari bahwa jamu memiliki banyak manfaat dan bisa menjadi alternatif sehat.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi di saat yang sama, keresahan lain mulai muncul di kalangan masyarakat mengenai efek jangka panjang penggunaan obat modern. Misalnya seperti risiko ketergantungan dan dampak negatif pada kesehatan organ tubuh. Mereka mulai menyadari bahwa meskipun obat-obatan modern menawarkan solusi cepat, hasil penggunaan tersebut sering kali disertai efek samping yang tidak diinginkan.
Dengan kembali kepada jamu, masyarakat berharap dapat meraih kesehatan yang lebih alami dan berkelanjutan untuk menjaga kesehatan mereka di masa depan.
Inovasi yang dilakukan oleh penjual jamu ini pun bukannya tanpa tantangan. Mereka tetap harus menghadapi beberapa kendala, salah satunya soal perizinan.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mendorong pelaku usaha jamu untuk mendaftar dan mendapatkan izin untuk menjamin keamanan dan kualitas produk. Namun, proses perizinan yang rumit dan biaya yang tidak sedikit menjadi tantangan tersendiri bagi penjual jamu tradisional. Menurut data BPOM tahun 2023, dari sekitar 3.000 penjual jamu di Yogyakarta, hanya 30% yang telah memiliki izin edar resmi.
ADVERTISEMENT
Bu Tari pun mengakui bahwa prosedur perizinan yang kompleks kadang membuat penjual jamu kecil seperti dirinya merasa kewalahan.
]“Kami ingin patuh pada aturan, tapi prosesnya tidak mudah untuk pedagang kecil seperti kami. Karena untuk mengurus BPOM syaratnya banyak dan butuh biaya besar,” ujarnya.
Meski demikian, BPOM melalui program pendampingan UMKM terus berupaya memfasilitasi penjual jamu tradisional untuk memenuhi standar keamanan pangan dan mendapatkan izin usaha.
Terlepas dari itu, fenomena masih bertahannya penjual jamu menunjukkan betapa pentingnya pelestarian warisan budaya melalui adaptasi yang cerdas. Penjual jamu bukan hanya berjuang untuk mempertahankan tradisi, tetapi juga berfungsi sebagai penghubung antara generasi tua dan muda. Dengan pendekatan yang terus berkelanjutan, mereka dapat mengawinkan nilai-nilai tradisional dengan kebutuhan masa kini.
ADVERTISEMENT
Namun, keberlanjutan jamu tradisional sangat tergantung pada dukungan yang lebih besar dari pemerintah dan masyarakat. Pemerintah dapat membantu dengan memberikan aturan yang jelas tentang kualitas jamu dan memperkenalkan jamu sebagai bagian dari produk kesehatan resmi.
Sementara itu, meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya gaya hidup sehat dan pemilihan produk alami akan semakin menguatkan posisi jamu. Dengan dukungan yang tepat, jamu tradisional diharapkan dapat terus berkembang, meskipun dunia semakin dipengaruhi oleh globalisasi dan kemajuan teknologi.
Ketahanan dan adaptasi penjual jamu di tengah pesatnya gempuran obat-obatan modern menjadi cermin dari perjuangan budaya yang bertahan di tengah perubahan zaman. Dengan strategi inovatif dan keberanian untuk berubah, penjual jamu menunjukkan bahwa tradisi dan modernitas dapat berjalan beriringan. Kisah Ibu Tari dan banyak pelaku usaha jamu lainnya mencerminkan harapan bahwa warisan kultur Indonesia tetap hidup dan relevan bagi generasi masa kini.
ADVERTISEMENT