Konten dari Pengguna

PT Dirgantara Indonesia: Destinasi Edutainment Seru untuk Pencinta Pesawat

Leo Galuh
Jurnalis Multimedia Lepas yang Berbasis di Indonesia
30 Desember 2024 12:35 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Leo Galuh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Mock up bodi pesawat CN 235 di PT Dirgantara Indonesia, Bandung. Sumber: Dokumentasi pribadi Leo Galuh.
zoom-in-whitePerbesar
Mock up bodi pesawat CN 235 di PT Dirgantara Indonesia, Bandung. Sumber: Dokumentasi pribadi Leo Galuh.
ADVERTISEMENT
Kota Bandung, Jawa Barat, selalu menjadi tujuan wisata primadona bagi turis domestik dan luar negeri. Kota yang kerap disebut sebagai Paris van Java memang dikenal sebagai surga kuliner dan fashion kekinian.
ADVERTISEMENT
Kendati demikian, kota ikonik dengan sebutan Bandung Lautan Api ini rupanya punya pilihan wisata spesial bagi penggemar dunia aviasi. Atau dengan kata lain, surga bagi pecinta pesawat.
Dulu IPTN, Kini PT DI
Pengunjung menuruni bus untuk menikmati pesawat yang terparkir di PT DI. Sumber: Dokumentasi pribadi Leo Galuh.
Di kawasan pangkalan militer angkatan udara Husein Sastranegara, Bandung, kita bisa mengunjungi pabrik pembuatan pesawat terbang milik pemerintah Indonesia.
PT Dirgantara Indonesia (PT DI) di bawah pengelolaan dan kendali Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Perusahaan milik negara ini merupakan perusahaan yang bergerak di bidang kedirgantaraan dan pertahanan dan bekerja sama dengan beberapa kementerian lain.
Misalnya, Kementerian Pertahanan, Kementerian Perhubungan, dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Awalnya perusahaan ini bernama PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN) yang didirikan di Bandung pada tahun 1976. Nama tersebut diambil dari Laksamana Muda Udara Nurtanio Pringgoadisuryo, pelopor penerbangan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kemudian pada tahun 1978, Bacharuddin Jusuf Habibie sebagai Menteri Riset dan Teknologi saat itu, memimpin pengembangan IPTN. Beliau memfokuskan IPTN pada transfer teknologi dengan melibatkan tenaga ahli asing dan melatih insinyur Indonesia.
Contohnya saja, IPTN menjalin kerja sama dengan perusahaan internasional seperti CASA dari Spanyol dan Boeing dari Amerika Serikat.
Melangkah lebih jauh, pada tahun 2000, IPTN berganti nama menjadi PT Dirgantara Indonesia (PT DI) untuk menandai lembaran baru perusahaan setelah restrukturisasi. Dua tahun sebelumnya, krisis ekonomi di Asia melumpuhkan IPTN. Akibatnya, proyek produksi N-250 dihentikan akibat tekanan dari International Monetary Fund (IMF).
Tidak hanya itu, krisis moneter yang menerpa Asia pada tahun 1997 sampai 1998 itu memaksa IPTN merumahkan banyak pekerjanya.
ADVERTISEMENT
Koleksi Pesawat Buatan Indonesia
Banyak pengunjung, termasuk saya, mampir dan menghabiskan waktu di PT DI demi memuaskan dahaga hobi kedirgantaraan ini.
Hanya dengan membayar tiket masuk di loket Edutainment PT DI seharga Rp 35.000,- saya sudah bisa naik bus dan keliling ke beberapa hanggar pesawat. PT DI menyediakan tiga slot waktu kunjungan yaitu jam 09.30, 12.30, dan 14.30 wib.
Pemandu wisata edukasi menjelaskan bahwa PT DI pada tahun 1979 memproduksi pesawat pertamanya yaitu NC-212 di bawah lisensi dari CASA.
Kemudian, pada tahun 1983, produksi pesawat pertama yang dirancang oleh IPTN, N-250 Gatotkaca, dimulai.
N-250 Gatotkaca dengan kapasitas 50 hingga 70 penumpang. Sumber: Dokumentasi pribadi Leo Galuh.
Pesawat ini menjadi simbol kemandirian teknologi dirgantara Indonesia.
N-250 Gatotkaca dirancang sebagai pesawat turboprop komuter jarak pendek hingga menengah. Sumber: Dokumentasi pribadi Leo Galuh.
Tidak hanya itu, IPTN juga memproduksi helikopter dan pesawat kecil lainnya, termasuk pesawat komuter seperti NBO-105 dan CN-235.
ADVERTISEMENT
Pesawat CN-235 menjadi salah satu produk andalan, bekerja sama dengan CASA Spanyol, digunakan untuk keperluan militer dan sipil di banyak negara.
Berkenalan dengan CN-235
Merpati Nusantara Airlines pernah mengoperasikan 15 unit pesawat CN-235. Sumber: Dokumentasi pribadi Leo Galuh.
Hingga saat ini, IPTN telah memproduksi lebih dari 300 unit pesawat CN-235 untuk berbagai keperluan dan institusi di dalam dan luar negeri untuk keperluan sipil maupun militer.
Pesawat ini telah mendapat pengakuan internasional sebagai pesawat yang andal, terutama untuk misi di wilayah terpencil dengan landasan pacu pendek.
Sejumlah institusi di Indonesia menggunakan CN-235 untuk transportasi militer, pengawasan maritim, dan misi kemanusiaan. Misalnya, TNI AU, Basarnas, TNI AL, dan bahkan Garuda Indonesia pernah menggunakan CN-235 untuk rute perintis.
Berat bobot kosong pesawat CN-235 sekitar 9.800 kg hingga 10.300 kg, tergantung pada varian dan konfigurasi pesawat. Sumber: Dokumentasi pribadi Leo Galuh.
Lalu, Korea Selatan dan Thailand menggunakan CN-235 untuk keperluan angkatan udara dan pengawasan maritim. Negeri tetangga, Malaysia mengoperasikan CN-235 di Royal Malaysian Air Force.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, CN-235 digunakan untuk angkatan udara, logistik, transportasi militer oleh Turki, Uni Emirat Arab, dan Pakistan.
Berkenalan dengan N-219
N-219 bisa mengangkut 19 penumpang, sesuai dengan kategori pesawat perintis yang ditujukan untuk rute jarak pendek dan daerah terpencil. Sumber: Dokumentasi pribadi Leo Galuh.
Setelah era IPTN yang berakhir karena dampak krisis moneter, PT DI mulai menunjukkan tajinya sebagai satu-satunya produsen pesawat terbang di Asia Tenggara.
Pada tahun 2014, PT DI bekerja sama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) mengembangkan pesawat N-219. Prototipe pertama berhasil melakukan penerbangan perdana pada 16 Agustus 2017. Kementerian Perhubungan memberikan sertifikasi kelayakan tipe (Type Certification) pada 18 Desember 2020.
Sampai saat ini, produksi pesawat N-219 masih dalam tahap awal. PT DI telah merencanakan enam unit untuk diproduksi secara bertahap sejak 2020. Perusahaan ini menargetkan produksi massal hingga puluhan unit ke depan sesuai permintaan pasar domestik dan internasional.
ADVERTISEMENT
Mantan Presiden Indonesia, Joko Widodo pada saat itu mendukung pengembangan N-219 sebagai bagian dari program kemandirian teknologi Indonesia di bidang dirgantara.
Jokowi memberikan dorongan kebijakan untuk mendukung sertifikasi, pendanaan, dan pemasaran pesawat ini, termasuk mendorong BUMN dan pemerintah daerah untuk menggunakan produk dalam negeri seperti N-219.
Saat ini, pengguna utama N-219 adalah Indonesia. Namun, beberapa negara seperti Filipina, Thailand, dan Nepal menunjukkan minat untuk membeli pesawat tersebut, terutama untuk operasi di wilayah pegunungan atau terpencil.