Terobosan Konservasi untuk Kawasan Ekosistem Leuser

Leoni Rahmawati
Profesional komunikasi yang tertarik pada kampanye pelestarian lingkungan, dan perlindungan hutan dan hak-hak Masyarakat Adat di Indonesia, salah satu pendiri gerakan Hutan Itu Indonesia.
Konten dari Pengguna
3 Februari 2021 17:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Leoni Rahmawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sejumlah besar perusahaan minyak sawit yang sebelumnya terlibat dalam perusakan hutan dan pembukaan lahan mulai mengeluarkan komitmen baru untuk mematuhi kebijakan nol deforestasi dari perusahaan merek dunia dan perusahaan pedagang minyak sawit besar. Salah satunya komitmen terbaru oleh PT. Indo Sawit Perkasa, perusahaan kontroversial yang pernah terungkap menghancurkan habitat kritis gajah, harimau, dan orangutan Sumatera di wilayah Singkil-Bengkung, Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Surat komitmen ini dikeluarkan untuk mengikuti langkah perusahaan kelapa sawit lain seperti PT. Agra Bumi Niaga dan Mopoli Raya yang mulai menyadari bahwa komitmen tersebut diperlukan agar bisa terus memasok minyak sawit ke pasar global.
ADVERTISEMENT
Sejak 2014, Rainforest Action Network (RAN) telah mengungkap deforestasi, perusakan lahan gambut, suplai minyak sawit bermasalah, konflik lahan dan mendokumentasikan kegagalan perusahaan-perusahaan ini dalam menerapkan kebijakan Nol Deforestasi, Nol Pembangunan di Lahan Gambut dan Nol Eksploitasi (NDPE) di KEL dan di seluruh provinsi Aceh.
PT. ABN membuka lahan hutan lindung untuk ditanami kelapa sawit, Januari 2017. Kredit: RAN/ Nanang Sujana
Komitmen sukarela ini dilakukan untuk melindungi sisa hutan hujan dataran rendah di KEL yang penting untuk dunia, tidak hanya perusahaan perkebunan, perusahaan pedagang minyak sawit dan perusahaan merek dunia yang menyuplai minyak sawit dari Indonesia juga ikut meluncurkan rencana strategis di tingkat Kabupaten untuk menangani konflik sosial dan lingkungan yang terus-menerus menerpa, salah satunya dengan memberikan solusi peningkatan mata pencaharian dan penyelesaian konflik lahan antara perusahaan kelapa sawit dan masyarakat adat.
ADVERTISEMENT
Salah satu solusi lokal yang coba dikembangkan di Kabupaten Aceh Tamiang bertujuan untuk meningkatkan produksi di lahan pertanian berkelanjutan seluas 13.000 hektar, peningkatan produksi ini dilakukan dengan sekaligus melestarikan 100.000 hektar kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (NKT) dan kawasan hutan dengan Stok Karbon Tinggi (SKT) serta meningkatkan mata pencaharian 1.500 petani kecil dan 100 anggota masyarakat. Perkembangan ini terjadi setelah raksasa minyak sawit Musim Mas menerbitkan rencana implementasi 5 tahun yang bertujuan untuk mendukung komitmen untuk mengakhiri deforestasi, perusakan lahan gambut, dan eksploitasi dalam rantai pasokan minyak sawitnya di Aceh.
Dalam beberapa bulan terakhir, langkah-langkah positif juga telah diambil oleh konsorsium RADD (Radar Alerts for Detecting Deforestation)--kemitraan yang dibentuk antara Bunge, Cargill, Golden Agri-Resources (GAR), Mondelēz International, Musim Mas, Nestlé, Pepsico, Sime Darby Plantation, Unilever dan Wilmar-- untuk membentuk sistem pemantauan dan respons hutan kolaboratif, sebuah sistem penting yang diperlukan untuk mengatasi deforestasi di KEL. Inisiatif ini begitu menjanjikan dengan cara baru dan inovatif yang coba dikembangkan untuk mengatasi konflik manusia dengan satwa liar di tengah menyusutnya jumlah populasi gajah Sumatra yang terancam punah dan ketergantungan harimau Sumatra pada kawasan ini untuk bertahan hidup.
Gajah Sumatera menjadi spesies langka yang terancam punah di Kawasan Ekosistem Leuser karena rusaknya habitat dan perburuan satwa. Kredit: RAN/ Nanang Sujana
Peluang baru juga sedang dikembangkan bagi masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan Kawasan Ekosistem Leuser termasuk proyek restorasi-agroforestri di Aceh Tamiang dan pusat pertanian kecil yang didirikan untuk membantu petani memenuhi persyaratan NDPE yang ditetapkan oleh pembeli minyak sawit global.
Petani kopi di pusat permaculture Gayo Lues. Kredit: RAN/ Paul Hilton
Disisi lain masih ada ketimpangan dalam langkah yang diambil oleh perusahaan merek dunia untuk mengatasi keterkaitan mereka dalam perusakan Kawasan Ekosistem Leuser. Perusahaan seperti PepsiCo dan Unilever terus menunjukkan kepemimpinan melalui dukungan mereka untuk inisiatif yang ada. Kedua perusahaan merek tersebut memberikan perhatian dan investasi yang signifikan untuk melindungi hutan hujan dataran rendah di Kabupaten Aceh Tamiang dan Aceh Timur –– dua kabupaten yang menjadi perbatasan hutan Kawasan Ekosistem Leuser dan juga episentrum deforestasi akibat aktifitas perkebunan sawit. Perusahaan seperti Nestlé juga baru saja mempublikasikan jejak hutannya di Aceh dengan melakukan penghitungan total luas hutan, lahan gambut, dan hak-hak masyarakat adat dan lokal yang telah, atau mungkin, terkena dampak konsumsi minyak sawit yang disuplai Nestlé dari Aceh. Namun, merek besar lainnya seperti Mars dan Mondelēz lambat dan gagal mengumumkan upaya yang akan mereka lakukan termasuk melakukan investasi untuk melindungi Kawasan Ekosistem Leuser.
ADVERTISEMENT
Usaha ini tentunya akan membutuhkan dukungan dan kerja sama dari semua pemangku kepentingan, salah satunya dilakukan dengan memperkuat kesepakatan antara pihak-pihak yang telah lama berkonflik, mulai dari masyarakat yang bergantung pada hutan, petani kelapa sawit, organisasi masyarakat sipil dan banyak lapisan pemerintahan yang terlibat melalui rantai pasok internasional yang kompleks serta konglomerat pangan dan lembaga keuangan yang memberikan pinjaman bernilai miliaran dolar.***