Menjaga Kewarasan saat Pandemi dengan Hobi

liasari
Rebahan enthusiast who also a mother, sister, lover, and sesdiluer.
Konten dari Pengguna
21 Mei 2022 12:03 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari liasari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi wanita cemas, stres atau depresi Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi wanita cemas, stres atau depresi Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Pandemi COVID-19 membuat kita takut, khawatir karena berhadapan dengan situasi yang serba tidak pasti. Dalam rangka upaya pencegahan penyebaran COVID-19, hampir semua instansi memberlakukan pengaturan Work From Home (WFH) yang jumlahnya terus diperbaharui sesuai perkembangan kasus yang ada.
ADVERTISEMENT
Di satu sisi ada perasaan lega dengan bekerja dari rumah berarti mengurangi risiko terkena dan menularkan penyakit tersebut. Namun di sisi lain bekerja dari rumah justru lebih melelahkan dibanding bekerja dari kantor karena seringkali tidak fokus dan melewati batas jam kerja (bahkan mengganggu waktu libur akhir pekan)
Menurut sejumlah pakar kesehatan Indonesia yang disampaikan di sela-sela rangkaian acara 15th ASEAN Health Ministers Meeting di Bali pada 13 Mei lalu, pandemi COVID-19 mempengaruhi kesehatan jiwa atau kadang memperparah gangguan yang telah ada.
Terdapat hasil survei yang cukup mengerikan yang disampaikan oleh Psikiater Dr. dr. Hervita Diatri, Sp.KJ (K) untuk mendukung pernyataan tersebut. Disebutkan bahwa pada 5 bulan awal pandemi COVID-19 datang, 1 dari 5 orang di Indonesia usia 15 sampai 29 tahun terpikir untuk mengakhiri hidup. Selanjutnya 1 tahun pasca pandemi oleh survei yang berbeda didapatkan data 2 dari 5 orang memikirkan untuk bunuh diri. Dan di tahun awal 2022 itu sekitar 1 dari 2 orang yang memikirkan untuk mengakhiri hidup.
ADVERTISEMENT
Sakit itu Mahal
Seringkali kita mendengar kata-kata bahwa sehat itu mahal harganya dan beberapa dari kita langsung sepakat dengan pernyataan tersebut. Menurut saya ini sedikit keliru dan perlu diluruskan karena sakitlah yang mahal, bukan sehatnya. Ketika kita berada dalam keadaan sakit dan perlu kembali ke keadaan sehat, diperlukan perawatan melalui penanganan yang diberikan oleh tenaga medis, obat-obatan, atau penggunaan fasilitas/alat-alat kesehatan.
Perawatan tersebutlah yang memiliki konsekuensi ekonomi, dimana bagi sebagian orang, konsekuensi tersebut tidaklah sedikit. Tanpa bermaksud menyinggung perasaan siapapun, saya ingin menyebutkan bahwa pernah ada buku yang berjudul : Orang Miskin Dilarang Sakit yang ditulis oleh Eko Prasetyo, untuk menggambarkan betapa sakit itu mahal.
Bahkan jika orang yang berpunya saja sudah menabung untuk biaya kesehatannya (kecuali yang bersangkutan menyiapkan biaya
ADVERTISEMENT
kesehatannya melalui asuransi kesehatan, bukan pesan sponsor ya), tabungan tersebut dapat berkurang atau habis ketika terserang penyakit, apalagi yang tidak punya tabungan biaya kesehatan terkena sakit, tentunya akan sangat memberatkan mereka.
Sehat itu Mudah
Sehat itu mudah jika kita mau menerapkan pola hidup yang sehat seperti berolahraga secara rutin dan mengupayakan istirahat yang cukup, memberikan asupan yang baik ke dalam tubuh kita, dan memperhatikan kesehatan mental.
Jogging disekitar rumah adalah salah satu olah raga yang tergolong mudah dilakukan karena hanya bermodalkan kaki dan niat. Selanjutnya tidur rata-rata 8 jam per hari tentunya merupakan aktivitas murah, mudah, dan menyenangkan yang paling ditunggu-tunggu. Meng konsumsi asupan bergizi seperti slogan 4 sehat 5 sempurna yang sudah kita kenal bertahun-tahun dan menghindari makanan yang berminyak seperti goreng-gorengan, lebih banyak mengkonsumsi makanan yang direbus atau dikukus (ingat pesan Presiden RI ke-5, Megawati Soekarnoputri dalam Webinar Cegah Stunting Untuk Generasi Emas pada 17 Maret 2022 terkait harga minyak goreng). Selain itu mengupayakan untuk tidak merokok atau menghindarinya karena merokok dapat meningkatkan risiko terkena penyakit jantung, membahayakan kehamilan, serta kanker (sebagaimana peringatan yang disampaikan dalam iklan dan kemasannya) dan menghabiskan uang.
ADVERTISEMENT
Waras itu penting
Salah satu cara untuk membuat kesehatan mental tetap terjaga adalah dengan melakukan kegiatan yang digemari. Pada tahun 2015 jurnal Annals of Behavioral Medicine mempublikasikan hasil penelitian tentang efek kegiatan sehari-hari terhadap perasaan manusia. Penelitian ini dilakukan kepada 100 orang dewasa yang hasilnya adalah 34% orang yang melakukan kegiatan yang disukai tidak merasakan stres. Detak jantung mereka pun lebih stabil dan tenang selama berjam-jam.
Selain mampu menurunkan level stres, hobi juga dapat membantu menjaga kesehatan fisik, memiliki hubungan sosial yang baik terutama dengan mereka yang punya hobi sama, dan bahkan dapat menambah penghasilan yang berujung hati bahagia.
Selama pandemi COVID-19, banyak orang lebih sering berada di rumah dan menyibukkan diri dengan hobinya atau bahkan menemukan hobi baru. Bersepeda merupakan salah satu hobi berupa olahraga yang sempat naik daun di awal pandemi. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya peningkatan permintaan dan pembelian sepeda. Dalam sebuah konferensi pers 18 Februari lalu, Direktur Utama PT Sepeda Bersama Indonesia Andrew Mulyadi menyampaikan bahwa pasar sepeda tahun 2022 tetap menjanjikan meski tidak setinggi permintaan pada tahun 2020.
ADVERTISEMENT
Hobi selanjutnya adalah memiliki hewan peliharaan dan berkebun. Sejak pandemi COVID-19 , sebagian besar orang yang lebih banyak tinggal di rumah membutuhkan hiburan. Memelihara ikan koi, cupang, dan guppy yang terkenal akan keindahannya dapat mengobati rasa jenuh. Tingginya minat terhadap ikan hias membuat harganya menjadi fantastis, mulai dari seratus ribu sampai dua puluhan juta rupiah.
Sama seperti ikan hias, kebijakan WFH telah meningkatkan permintaan burung peliharaan. Burung peliharaan yang paling banyak dicari adalah burung kicau jenis kacer, love bird, kenari, cucak rowo, ciblek, dan murai batu. Selain sebagai hiburan, dan kebanggaan bagi pemiliknya, burung kicau juga menjanjikan keuntungan yang cukup besar. Burung kicau yang terpelihara dengan baik dan menghasilkan suara yang indah tentunya menghasilkan harga yang tinggi. Sempat ramai diberitakan di media pada tahun 2018 bahwa Presiden Jokowi pernah menawar burung pemenang kompetisi kicau jenis Murai Batu di Bogor seharga ratusan juta.
Contoh spesies burung kicau : Murai Batu. Foto : Dokumentasi Pribadi
Selain memelihara hewan, mendekorasi ruangan dengan tanaman selama pandemi membuat sejumlah tanaman hias menjadi populer dan harganya pun melambung. Memelihara tanaman hias, selain dapat menyerap polusi udara juga dipercaya dapat menimbulkan kebahagiaan yang didapat dari kepuasan menyaksikan dan mendapat pengalaman merawat tanaman itu sendiri. Tanaman hias yang cukup terkenal di masa pandemi antara lain aglonema, monstera, alocasia, philodendron yang harganya bervariasi mulai dari puluhan ribu hingga puluhan juta rupiah tergantung varian dan ukurannya.
Salah satu tanaman yang sempat naik daun di awal pandemi Covid-19 : Aglonema. Foto : Dokumentasi Pribadi
Pandemi telah membawa perubahan yang cukup signifikan dalam kehidupan dan perilaku manusia. Agar dapat sukses melewatinya dan berkumpul kembali dengan teman, sanak saudara dan handai taulan seperti sedia kala, kita perlu menjaga diri agar tetap sehat jiwa raga. Mari bersama-sama tetap semangat dengan menemukan hobi baru atau mengembangkan hobi lama. Selain berdampak positif menjaga kesehatan mental kita, menekuni hobi juga tak jarang berdampak positif terhadap kesehatan dompet kita.
ADVERTISEMENT