Konten dari Pengguna

Kesetaraan yang Diinginkan oleh Kelompok Feminisme Indonesia

Lilis Mufarida
Mahasiswi Sastra Inggris - UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
13 Agustus 2021 11:39 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Lilis Mufarida tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Apa yang ada di pikiran kamu ketika mendengar istilah feminisme? Pastinya tidak jauh dari kesetaraan gender bukan. Baru-baru ini saya sering kali menemukan artikel atau postingan yang berkaitan dengan feminisme. Sebelum membahas lebih jauh, alangkah baiknya untuk mengetahui apa sebenarnya arti dari feminisme?
ADVERTISEMENT
Feminisme yaitu merupakan suatu paham atau ideologi yang menganggap bahwa perempuan dan laki laki memiliki hak yang sama. Hak dalam memperoleh Pendidikan, ekonomi, sosial, maupun politik. Feminisme juga memandang bahwasanya keberadaan perempuan dan laki-laki, keduanya tidak dapat diskriminasi hanya karena berdasarkan gender. Selain itu, feminisme bukan berarti membenci laki-laki, akan tetapi hanya melawan paham patriarki.
sumber https://unsplash.com
zoom-in-whitePerbesar
sumber https://unsplash.com
Sebenarnya, kesetaraan yang bagaimana sih yang diinginkan oleh kelompok feminisme?
Pertama, kesetaraan dalam bidang pendidikan. Pendidikan menjadi faktor penting dalam keberlangsungan hidup manusia. Baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Namun tidak semua menganggap bahwa semua gender berhak untuk mendapatkan pendidikan.
Misalkan saja, di Negara Indonesia sebagian masyarakatnya masih mempraktikkan budaya patriarki, yang mana masih menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan perempuan berada di bawahnya. Sehingga, kebanyakan keluarga dan masyarakat beranggapan bahwa pendidikan terhadap perempuan tidaklah terlalu penting. Menurut mereka jika perempuan sudah menikah, akan di rumah saja untuk menjadi ibu rumah tangga dan mengurus keluarganya.
ADVERTISEMENT
Sebagai bentuk kesetaraan gender, kelompok feminisme menuntut untuk memiliki kesetaraan bagi perempuan dalam dunia pendidikan. Perempuan berhak menuntut ilmu dan bersekolah setinggi mungkin sama halnya dengan laki-laki. Dengan hadirnya kelompok feminisme, perempuan kini dapat menempuh pendidikan sampai pada tingkat tinggi.
Kedua, kesetaraan dalam bidang ekonomi. Perempuan ketika bekerja masih saja dibedakan dengan laki-laki, baik dalam hal jabatan maupun upah. Dalam norma sosial yang ada, ekonomi perempuan bergantung pada laki-laki. Sehingga, ketika perempuan sudah menikah, maka tidak wajib dalam mencari nafkah.
Adanya persepsi seperti ini berakibat pada dunia kerja, di mana kesenjangan antar upah perempuan dan laki-laki dibedakan. Upah pekerja perempuan lebih sedikit dibandingkan dengan upah para pekerja laki-laki. Konsep pemikiran seperti ini menganggap bahwasanya perempuan dipandang nomor dua, karena bukan pencari nafkah utama.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini kelompok feminisme menuntut hak yang sama dalam bidang pekerjaan. Menuntut untuk tidak dibeda-bedakanya terkait upah antara laki-laki dan perempuan yang diberikan. Pada dasarnya mereka sama-sama telah bekerja dengan waktu dan tenaga yang sama. Sehingga, tidak seharusnya mereka dibedakan upahnya, hanya karena perempuan bukan pencari nafkah utama dalam keluarga.
Ketiga kesetaraan dalam stigma sosial. Adanya stigma yang terbangun dalam masyarakat menjadikan stereotip yang negatif bagi perempuan. Perempuan dianggap makhluk yang lemah, emosional, perempuan seharusnya bersikap lembut, dll. Sehingga perempuan dianggap tidak layak menduduki peran penting dalam masyarakat. Perempuan tidak seharusnya menduduki status pemerintahan maupun swasta.
Ketika dihadapkan dengan stigma sosial seperti ini, perempuan masih jauh jika dihadapkan dengan kesetaraan. Tetapi dengan adanya kelompok feminisme yang menentang segala bentuk penindasan terhadap perempuan, maka diskriminasi terhadap perempuan bisa saja dihilangkan.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana perempuan tidak sepenuhnya makhluk lemah, perempuan bisa menjadi ibu rumah tangga sekaligus berprofesi sebagai tentara, polisi, guru, dll. Perempuan tidak sepenuhnya menjadi emosional, namun terkadang mampu menyeimbangkan antara pikiran dan perasaan.
Keempat, kesetaraan dalam posisi strategis. Sejauh ini, perempuan yang menduduki posisi tinggi masih sangat kecil. Misalkan saja, persentase perempuan dan laki-laki dalam status Pegawai Negeri Sipil (PNS) masih belum sebanding. Kemudian juga peluang kerja, rata-rata masih didominasi oleh laki-laki. Jabatan tinggi juga masih dipegang oleh sebagian besar laki-laki. Hal ini bisa saja terjadi karena masih mengakarnya nilai-nilai sosial yang belum adil bagi perempuan dalam masyarakat.
Di zaman yang sudah modern ini, sudah seharusnya perempuan diperlakukan dengan adil. Perempuan diberikan kesempatan untuk berada pada posisi setara dengan laki-laki. Selain itu, tidak ada salahnya jika perempuan diberikan kepercayaan untuk memegang kendali tertinggi pada sebuah jabatan.
ADVERTISEMENT
Contoh saja, Megawati Soekarno Putri, beliau perempuan namun pernah menjadi orang nomor satu di Indonesia. Kemudian, Susi Pudjiastuti, perempuan yang pernah menjadi seorang menteri. Selanjutnya, Puan Maharani yang menjabat sebagai ketua DPR RI. Sehingga dapat disimpulkan bahwasanya perempuan juga bisa dan mampu memegang kekuasaan tertinggi seperti halnya laki-laki.
Oleh karena itu, keberadaan kelompok feminisme di sini untuk memperjuangkan hak-hak pada perempuan untuk mendapatkan kesetaraan. Kesetaraan yang di maksud bukan berarti dapat merendahkan laki-laki, akan tetapi mendapatkan kesetaraan dalam hal Pendidikan, dalam dunia pekerjaan, dan status sosial di masyarakat.
Feminisme juga menuntut perempuan untuk diperlakukan dengan adil dan tidak dibeda-bedakan. Karena pada dasarnya perempuan juga manusia, sehingga tidak dapat dibedakan berdasarkan gender mereka. Intinya feminisme juga menentang segala bentuk diskriminasi dan penindasan dalam bentuk apa pun terhadap perempuan.
ADVERTISEMENT