Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.1
Konten dari Pengguna
Korelasi Larangan Merokok dengan Kesetaraan Gender
6 Januari 2023 15:18 WIB
Tulisan dari Lintang Pramatyanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Salah satu penyakit ekonomi yang sangat berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ekonomi adalah pengangguran. Jika tingkat pengangguran meningkat, tingkat kemiskinan di negara tersebut juga akan meningkat. Meski berbagai langkah pencegahan pengangguran telah dilaksanakan, masalah pengangguran belum juga teratasi.
ADVERTISEMENT
Indonesia termasuk negara dengan angka pengangguran yang tinggi. Melansir dataindonesia.id, Indonesia menempati peringkat ke-58 pada 2022 dengan tingkat pengangguran 5,5%. Faktor utamanya adalah pertumbuhan tahunan jumlah pekerja dan jumlah pekerjaan yang tersedia serta persaingan sengit antara pencari kerja dengan dan tanpa pengalaman. Tidak hanya itu, pandemi Covid-19 juga dinilai menjadi salah satu penyebab utama meningkatnya angka pengangguran di Indonesia. Hal ini ditunjukkan oleh data statistik Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan 7,8 juta orang terkena dampak pandemi Covid-19 pada Agustus 2021. Beberapa dari mereka di-PHK sementara, diperpendek jam kerjanya, atau keduanya.
Sejak pandemi Covid-19, kesenjangan dan ketidaksetaraan juga semakin terlihat. Melansir jawapos.com, Direktur Plan Indonesia Dini Widiastuti dalam acara diskusi virtual mengatakan bahwa pada 2020, dibandingkan dengan 74% pria, diperkirakan 82% wanita bekerja secara informal. Minimnya perlindungan sosial bagi masyarakat yang bekerja di sektor informal membuat masyarakat lebih rentan terhadap isu Covid-19. Beliau juga beranggapan bahwa stereotipe kepemimpinan mencegah perempuan mengejar karir di dunia kerja karena sulit memutuskan antara merawat keluarga atau mengejar karir, khususnya di masa pandemi.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari pandemi Covid-19, peran perempuan di Indonesia memang masih diremehkan masyarakat. Kebanyakan masyarakat menganggap bahwa tugas perempuan hanya mengikuti apa yang diinginkan suaminya, hamil, melahirkan, dan segala hal yang berhubungan dengan kerja reproduktif yang mencakup pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak. Sementara pria dianggap sebagai kepala keluarga yang bekerja di luar rumah dan melakukan pekerjaan yang produktif. Gambar-gambar yang muncul di media, seperti internet, televisi, radio, dan berita, semakin mendukung gagasan bahwa perempuan sebaiknya tinggal di rumah saja. Pada kenyataannya, perempuan tidak melulu hanya mengurus rumah, tetapi juga mampu bekerja dan menafkahi keluarga.
Oleh karena itu, kesadaran akan pentingnya peran perempuan dalam dunia kerja perlu mendapat perhatian, terutama di era sekarang. Salah satu industri yang menyadari pentingnya peran perempuan adalah industri rokok. Perempuan di industri rokok biasanya berperan sebagai buruh yang memproduksi rokok sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Manajemen pabrik selanjutnya akan mengevaluasi pencapaian masing-masing kelompok terhadap target yang telah ditetapkan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas, secara bulanan.
ADVERTISEMENT
Perempuan juga sangat berdedikasi dan bersungguh-sungguh dalam pekerjaannya. Kebanyakan perempuan yang bekerja di industri rokok memiliki pengetahuan industri yang baik tentang cara menggiling tembakau menjadi batang rokok. Bahkan, melansir bolehmerokok.com, perempuan merupakan mayoritas dari orang-orang yang bekerja di industri rokok, terhitung hampir 83% dari semua pekerja. Tidak hanya itu, Kementerian Ketenagakerjaan meminta agar pelaku usaha yang bergerak di industri tembakau atau sektor IHT menawarkan berbagai perlindungan khusus bagi pekerja perempuan karena mayoritas pekerja perempuan berpendidikan rendah, sesuai dengan apa yang tertulis di m.merdeka.com. Perlindungan dan fasilitas yang diberikan bisa berupa cuti haid bagi pekerja perempuan yang bermasalah dengan haid, keringanan bagi pekerja perempuan yang baru saja melahirkan, dan sebagainya.
Dengan adanya industri rokok, perempuan lebih mudah mendapatkan pekerjaan. Lantas, apa jadinya jika ada larangan merokok?
ADVERTISEMENT
Pertama, industri rokok akan mati karena pabrik-pabrik rokok ditutup paksa. Menutup pabrik-pabrik rokok sama dengan menutup jutaan lapangan kerja yang bergantung pada industri tersebut. Larangan merokok tentu memberi manfaat bagi kesehatan masyarakat, tetapi sekaligus mematikan mata pencaharian para pekerja di pabrik rokok, khususnya pekerja yang sulit mendapatkan penghasilan. Angka pengangguran yang semakin banyak tentu memperparah laju perekonomian Indonesia.
Kedua, larangan merokok sama dengan mengurangi kesempatan perempuan untuk bekerja. Seperti pembahasan di atas, pandemi telah mempersulit perempuan untuk bekerja karena lapangan kerja semakin sedikit dan perusahaan lebih memprioritaskan pekerja laki-laki. Laki-laki memang bertanggung jawab sebagai kepala keluarga, tetapi tidak sedikit perempuan yang ikut membanting tulang untuk menafkahi keluarga. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pada jurnal “Potret Kehidupan Ekonomi Pekerja Wanita pada Pabrik Rokok dalam Kajian Gender” (2018), mayoritas perempuan yang bekerja di pabrik rokok telah bekerja selama bertahun-tahun dan menjadikan profesi ini sebagai sumber pendapatan utama dalam keluarga mereka. Mereka bersyukur setidaknya bisa mendapatkan pekerjaan di pabrik rokok karena banyak di antara mereka yang hanya tamat SD dan minim pengalaman.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu, larangan merokok secara tidak langsung dapat meningkatkan kesenjangan antara laki-laki dan perempuan. Jika pabrik rokok ditutup dan perempuan kehilangan pekerjaan di industri rokok, stereotip bahwa perempuan sebaiknya tetap tinggal di rumah dan mengurus keluarga ketimbang bekerja semakin kuat. Pada kenyataannya, menjadi ibu rumah tangga atau wanita karir sama-sama pekerjaan mulia yang bisa dipilih secara bebas.
Berdasarkan alasan-alasan di atas, disimpulkan bahwa larangan merokok berkaitan erat dengan kesetaraan gender, khususnya perempuan. Jika larangan merokok diterapkan, angka pengangguran akan semakin tinggi dan perempuan sulit mendapat pekerjaan serta dipandang rendah, padahal baik di masa pandemi maupun tidak, perempuan semestinya harus dipandang setara dan diberikan hak untuk menentukan hidupnya.
Oleh karena itu, baik di masa pandemi maupun tidak, perempuan tetap perlu dipandang sama rata dan berhak menentukan hidupnya.
ADVERTISEMENT