Dana Simpanan Pemda di Perbankan Makin Gendut

Listia Nur Rahmadhani
Mahasiswi D-III Akuntansi PKN STAN
Konten dari Pengguna
28 Juli 2022 15:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Listia Nur Rahmadhani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan Republik Indonesia dalam Presidensi G-20 di Bali. Foto: Shutterstock.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan Republik Indonesia dalam Presidensi G-20 di Bali. Foto: Shutterstock.com

Dana simpanan pemerintah daerah diperbankan terus menggendut, Menkeu kecewa realisasi belanja belum optimal.

ADVERTISEMENT
Pemerintah mengungkapkan jumlah dana simpanan pemerintah daerah di perbankan per Juni 2022 mencapai Rp220,95 T. Jumlah ini menurut Sri Mulyani adalah yang tertinggi selama semester 1 tahun 2022. Ia juga mengungkapkan bahwa selama enam bulan terakhir, dana simpanan pemerintah daerah secara umum terus meningkat. Per Januari 2022, dana simpanan pemerintah daerah mencapai Rp157,97 T, kemudian per Februari meningkat menjadi Rp183,32 T, lalu per Maret meningkat kembali menjadi Rp202,35 T, kemudian per April turun menjadi Rp191,57 T, lalu per Mei meningkat lagi menjadi Rp200,77 T, dan per Juni meningkat menjadi 202,35 T. Selanjutnya, Ibu Menteri Keuangan mengatakan bahwa dana transfer yang diberikan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah jangan sampai hanya mengendap di deposito bank, tetapi harus direalisasikan dalam belanja yang efektif dan efisien.
ADVERTISEMENT
Pendapat lain disampaikan oleh Dirjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Agus Fathoni. Agus Fathoni mengungkapkan bahwa dana simpanan pemerintah daerah yang terus meningkat juga dipengaruhi oleh peningkatan pendapatan daerah, bukan semata-mata belum direalisasikannya belanja. Ia juga mengatakan bahwa dana simpanan pemerintah daerah diperbankan telah ditentukan peruntukannya dalam APBD sehingga ia berharap pemerintah daerah dapat segera merealisasikan belanja daerahnya agar mendorong pertumbuhan ekonomi di tiap-tiap daerah.
Lebih lanjut, ia juga mengatakan bahwa Kemendagri akan memberikan pembinaan bagi daerah dengan tingkat penyerapan dana APBD rendah, kemudian akan dikenakan sanksi penundaan penyaluran dana perimbangan apabila daerah masih tidak optimal membelanjakan dananya. Sanksi bagi daerah yang belum memenuhi mandatory spending telah diatur dalam PMK Nomor 207/PMK.07/2020 tentang Tata Cara Penundaan Penyaluran Dana Alokasi Umum Atas Pemenuhan Kewajiban Pemerintah Daerah untuk Mengalokasikan Belanja Wajib.
ADVERTISEMENT
Untuk meningkatkan kualitas pengalokasian belanja daerah, pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022. Di dalam undang-undang tersebut terdapat lima hal yang dapat dilakukan pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas belanjanya, antara lain berikut ini.
1. Belanja difokuskan untuk mengoptimalkan layanan dasar publik agar tercapai Standar Pelayanan Minimal.
2. Disiplin dalam mengalokasikan belanja yang diwajibkan, seperti Belanja Pendidikan minimal 20 persen dari total belanja APBD dan Belanja Kesehatan minimal 10 persen dari total belanja APBD.
3. Belanja pegawai dikendalikan maksimal 30 persen APBD (tidak termasuk tunjangan guru yang berasal dari TKD) dengan masa transisi lima tahun.
4. Belanja infrastruktur pelayanan publik dilakukan penguatan dengan minimal 40 persen APBD (tidak termasuk transfer ke daerah bawahan dan desa) dengan masa transisi lima tahun.
ADVERTISEMENT
5. Penggunaan SiLPA non-earmarked dioptimalkan untuk belanja daerah berdasarkan kinerja layanan publik daerah. Daerah dengan kinerja layanan publik yang tinggi dan kapasitas fiskal yang sangat tinggi dapat menggunakan SiLPA untuk diinvestasikan dalam pembentukan Dana Abadi Daerah. Namun, daerah dengan kinerja layanan publik yang masih rendah, SiLPA diperuntukkan untuk belanja infrastruktur pelayanan publik. Pembentukan Dana Abadi Daerah dapat memberikan manfaat lintas generasi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara lebih luas.