Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Mengkritisi Kebijakan Terbaru Regulasi Pemain Asing: Kemajuan atau Kemunduran?
15 Juli 2024 13:13 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Mohamad Luhur Hambali tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
PT. Liga Indonesia Baru melalui Laman Website nya telah mengumumkan informasi bahwa telah dilaksanakannya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada tanggal 26 Juni 2024. Berdasarkan reportase dari laman tersebut, disampaikan beberapa agenda penting terkait jalannya liga terbesar di Indonesia selama satu musim kompetisi kedepan, diantaranya mengenai pemberlakuan kebijakan pemain asing, kebijakan pemain usia muda dibawah 22 tahun, kebijakan financial control, kebijakan club licensing, kebijakan pengalihan saham klub terdegradasi-promosi, dan juga penggantian komposisi Direktur dan Komisaris . Tulisan ini khusus membahas mengenai kritisasi terkait dengan kebijakan regulasi pemain asing di liga Indonesia yang mencapai 8 pemain bebas, dengan berdasarkan komparasi dengan kebijakan yang serupa di negara tetangga, seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura.
ADVERTISEMENT
Pemberlakuan kebijakan penerapan pemain asing di liga Indonesia dengan menerapkan 8 pemain asing bebas, dan hanya 6 yang dapat dimainkan disuatu pertandingan, menuai pro dan kontra dari Masyarakat pecinta sepakbola Indonesia. Bagi pihak yang menyatakan pro, kebijakan ini dapat menekan harga jual dan kontrak pemain lokal yang dikabarkan melambung tinggi. Hal ini seperti diamini oleh pernyataan dari agen sepakbola Mulyawan Munial, bahwa hukum pasar berlaku di dalam proses negosiasi gaji pemain sepakbola di Indonesia. Selaku agen pemain, beliau tidak menampik bahwa pemain sepakbola jangan sampai undervalued dari harga pasar yang berlaku. Selain itu kebijakan ini juga disinyalir dapat menjadi cara untuk meningkatkan kualitas liga agar dapat bersaing di level internasional. Hal ini seperti yang diutarakan oleh Anggota EXCO PSSI bahwasanya kompetisi harus ditingkatkan kualitasnya, sehingga pemain lokal dapat bersaing dengan pemain naturalisasi.
ADVERTISEMENT
Bagi pihak yang kontra, kebijakan ini justru dapat membuat komposisi pemain lokal Indonesia menjadi memiliki kesempatan yang lebih kecil dibanding sebelumnya. Hal ini seperti disampaikan oleh Ketua Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI), Andritany Ardhiyasa, bahwa keberadaan pemain asing dalam jumlah banyak ini akan mempersulit pemain lokal untuk tembus ke level tim nasional yang saat ini pun diserbu oleh pemain diaspora. Bahkan, kebijakan 8 pemain asing ini sebetulnya belum tentu ter-utilized dengan baik, seperti contoh musim lalu, terdapat banyak pemain asing yang hanya duduk di bangku cadangan, dan digantikan oleh pemain lokal. Kasus tunggakan gaji juga menjadi masalah selanjutnya dengan meningkatnya jumlah tunggakan menjadi 10x lipat bila dibandingkan dengan musim sebelumnya. Ahmad Jufriyanto, selaku wakil ketua APPI juga menambahkan bahwa mengingkatkan kualitas liga, juga tidak serta merta bisa dilakukan dengan pemain yang lebih murah. Ia juga menambahkan bahwa jangan membandingkan pemain lokal dengan pemain naturalisasi, yang mereka telah tumbuh di iklim sepakbola yang lebih sehat.
ADVERTISEMENT
Bila merujuk kepada kebijakan pemain asing di negara tetangga seperti Malaysia , jumlah pemain asing yang diberlakukan di musim 2024/2025 akan ditambah menjadi 10 orang . Bahkan jumlah ini bertambah 1 orang, dari yang sebelumnya berjumlah 9 orang di musim kompetisi lalu. Dari 10 pemain tersebut, yang bisa dimainkan di suatu pertandingan hanya berjumlah 6 pemain, yang terdiri dari 4 pemain asing bebas, 1 Asia, 1 Asia Tenggara. Bagi pemain asia Tenggara terdapat minimum kriteria berupa minimal 3x tampil di level tim nasional. Di negara Singapura , pemain asing yang dapat didaftarkan adalah berjumlah maksimal 9 pemain , dengan jumlah minimal 3 pemain muda dibawah usia 23 tahun pada saat didaftarkan. Tetapi walaupun berjumlah 9 pemain, rata-rata pemain asing yang didaftarkan setiap klub di Singapura tidak hanya pemain senior, melainkan juga pemain junior (dibawah usia 23 tahun), sehingga komposisi pemain asing di Singapura secara usia lebih merata. Di Thailand , kebijakan pemain asing di Thai League 1 berjumlah 9 pemain asing, dengan komposisi 5 pemain bebas, 1 pemain asia, dan 3 pemain Asia Tenggara. Walaupun diperbolehkan menggunakan jasa 9 pemain asing, top skorer liga Thailand tetap diisi oleh nama pemain lokal, yakni Supachai Chaided dari klub Buriram United dengan torehan 19 gol. Hal ini menandakan bahwa keberadaan pemain asing pun, sebetulnya tidak berpengaruh banyak apabila level kompetisi pemain asing dan lokal dijaga kondusivitasnya.
ADVERTISEMENT
Kritisasi yang dapat penulis berikan terkait dengan kebijakan pemain asing di Liga Indonesia yang saat ini akan diterapkan adalah bahwa sebenarnya pemain lokal Indonesia jangan takut terlebih dahulu sebelum bertempur. Statement dari pihak APPI, mengenai tingginya harga pemain yang berbanding lurus dengan kualitas liga, belum tentu bisa dibuktikan kebenarannya. Harga murah belum tentu kualitasnya rendah, begitupun dengan harga tinggi belum tentu memiliki kualitas yang superior. Pada hakikatnya, memang seharusnya klub dapat berlomba-lomba untuk bisa menjalankan bisnis di industri sepakbola Indonesia dengan efektif dan seefisien mungkin. Neraca keuangan klub seharusnya juga dapat menunjukkan hasil yang positif, agar dapat memberikan kepuasan dan kepastian kepada para investor, yang penulis yakini juga kepuasan dan kepastian kepada para investor akan berdampak pada kenaikan nilai revenue Perusahaan dari sisi sponsorship, hak siar, commercial sales, yang akan berbanding lurus dengan prestasi yang dihasilkan klub.
ADVERTISEMENT
Bila dibandingkan dengan terus berkutat pada harga pemain lokal yang terus meroket, ada baiknya setiap klub memperkuat kondisi talent scouting yang dimiliki, agar dapat mencari potensi-potensi baru yang dapat diorbitkan oleh klub. Sehingga pencarian pemain-pemain baru tidak hanya mengandalkan dari agen pemain saja, sehingga dapat menekan pembiayaan belanja pemain ataupun pengontrakan seorang pemain baru. Apa yang dilakukan oleh Liga Indonesia dengan menggulirkan kompetisi EPA U-16, U-18, dan U-20, seyogyanya menjadi langkah awal yang bagus bagi pembinaan sepakbola usia dini di Indonesia. Kondisi ini seharusnya dapat menjadi langkah awal yang bagus di dalam menciptakan iklum sepakbola yang lebih sehat, layaknya statement yang diberikan oleh anggota APPI tersebut. Pekerjaan rumah selanjutnya yang harus dilakukan oleh operator liga adalah bagaimana kompetisi EPA ini seharusnya dapat tumbuh dan tidak layu sebelum berkembang. Sehingga dapat mengorbitkan pemain-pemain baru, yang tidak hanya memberikan manfaat bagi pemain tersebut dalam bentuk kontrak professional pertamanya, juga dapat memberikan manfaat bagi klub untuk bisa mendapatkan pemain muda berbakat dengan harga relatif tidak terlampau mahal. Sehingga, dengan besaran kontrak gaji pemain yang tidak terlampau mahal tersebut, maka potensi terjadi tunggakan gaji oleh klub, sebagaimana diutarakan oleh APPI, menjadi lebih kecil. Sehingga klub seharusnya dapat memproyeksi perkembangan klub kedepannya, baik dari sisi revenue maupun expense, sehingga dapat memberikan kepastian dan kenyamanan bagi investor. Tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan investor tidak bisa dikesampingkan dari industri ini, oleh sebab itu harus ada symbiosis mutualisme yang tercipta.
ADVERTISEMENT
Adapun kontra selajutnya mengenai menurunnya kuota pemain lokal yang akan ter-utilized di level kompetisi, sejatinya tidak menjadi permasalahan lagi bila berkaca kepada beberapa kompetisi liga di negara tetangga seperti Thailand, Singapura, dan Malaysia. Sebuah mutiara akan tetap berkilau diantara ribuan plankton-plankton yang ada di lautan. Yang diperlukan adalah bagaimana proses menempatkan dan memperkilau Mutiara tersebut dengan kebijakan regulasi pemain asing yang tepat. Menurut hemat penulis, berdasarkan komparasi yang ada, dibandingkan dengan 8 pemain asing bebas dengan maksimum 6 pemain yang dapat bertanding, akan lebih baik jika komposisi tersebut dimodifikasi menjadi 5 pemain asing bebas, 1 pemain Asia, dan 2 pemain asing level ASEAN (5+1+2), dengan maksimum jumlah pemain asing yang dapat tampil di lapangan berjumlah 6 orang. Tetapi diperlukan adanya special requirement dari pemberlakuan pemain asing ini, sehingga tidak semata-mata bebas didapatkan oleh setiap klub. Special requirement tersebut seperti:
ADVERTISEMENT
1. Ranking dari liga asal dari pesepakbola asing tersebut harus diatas liga Indonesia;
2. Ranking dari negara asal pesepakbola tersebut harus masuk 100 besar ranking FIFA; dan/atau
3. Telah memiliki minimal 3 caps internasional resmi di tim nasionalnya.
Dengan kondisi ini, klub tetap dapat mengoptimalkan 8 pemain asing yang ada sesuai regulasi, tetapi pemain lokal tidak kehilangan panggungnya dengan tetap dapat berkompetisi dengan pemain asing, khususnya dengan 1 pemain Asia dan/atau 2 pemain level ASEAN. Dengan komposisi 5+1+2 ini, penulis meyakini bahwa harga pemain asing dan lokal dapat tetap ditekan di level yang kompetitif, dengan pemain lokal dapat juga bersaing dengan pemain asing ASEAN, juga tetap diberlakukannya kebijakan menurunkan pemain muda U-22 di starting line-up minimal 45 menit setiap pertandingannya.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan yang dapat penulis sampaikan adalah bahwasanya kebijakan pemain asing ini perlu dimodifikasi agar menjadi lebih efektif dan efisien. Efektif dengan tetap meningkatkan level kompetisi dengan kehadiran 8 pemain asing (5+1+2), pemain lokal tetap mendapatkan panggung, juga pemain muda tetap bisa mendapatkan jam terbang yang lebih sering. Efisien karena kebijakan ini dapat tetap menekan harga pasaran pemain asing dan lokal, juga dipadankan dengan perbaikan sistem talent scouting yang ada di level klub, sehingga ketergantungan terhadap agen pemain dapat disesuaikan dengan kebutuhannya.