Warna Lain Penjajahan Belanda di Desa Pemuteran Bali

Luluk Maknunah
Mahasiswa Sejarah 20 UNNES
Konten dari Pengguna
30 Juni 2022 20:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Luluk Maknunah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Jepretan Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Jepretan Pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menurut kalian penjajahan Belanda di Indonesia tuh kayak apa sih? Pasti yang ada di benak kalian Penjajahan Belanda itu kejam dan tidak berperasaan, padahal Penjajahan Belanda ada sisi baik-nya juga loh teman-teman.
ADVERTISEMENT
Jangan cuma membayangkan penjajahan penuh di warnai dengan peperangan dan pembantaian saja, tapi cobalah melihat dari sisi lain, agar kita tidak berpandangan Indonesiasetris ataupun Eropasentris.
Apabila biasanya sejarah mencatat bahwasan-nya penjajahan Belanda kejam, sok berkuasa, pemerasan, dan tidak punya belas kasihan terhadap pribumi, lain halnya cerita penjajahan Belanda di desa Pemuteran Bali yang menghormati atau bahkan dianggap berjasa terhadap masyarakat desa Pemuteran saat itu.
Menurut kepala desa adat desa Pemuteran yakni I Ketut Wirdika, orang-orang Belanda memang datang ke desa Pemuteran dengan tujuan tertentu, namun mereka datang dengan cara yang damai bahkan mereka dianggap sangatlah baik oleh masyarakat desa Pemuteran lantaran mau memberikan tanah-nya kepada pribumi untuk digarap bersama-sama.
Menurut ketua adat atau biasa dipanggil pak Jero, Kolonial Belanda masuk ke desa Pemuteran pada tahun 1925, dan terdapat tiga orang Belanda yang menjadi pembesar di desa Pemuteran, ketiga orang tersebut yakni Tuan Yani, Tuan Dullah, dan Tuan Kristen.
ADVERTISEMENT
Ketiganya bertempat tinggal di daerah Plesir di PT. Margarana, disana terdapat tanah yang luasnya 350 ha. Dari tanah tersebut mereka merawatnya sendiri, hal ini karena pada saat itu desa Pemuteran belum berbentuk desa seperti sekarang melainkan masih Banjar atau biasa disebut dusun.
Karena tidak ada yang membantu mereka dalam mengolah perkebunan yang cukup luas, mereka memilih satu orang yakni tangan kanan-nya bernama pak Karmi untuk mencarikannya 70 pekerja dari daerah Karang Asem.
Namun hanya mendapatkan 60 pekerja. Dari pekerja inilah mereka menggarap tanah tersebut dalam kurun waktu 1927-1929, namun karena adanya hambatan seperti hama wereng, babi hutan dan sebagainya, para pekerja tersebut hanya menyisakan 16 orang yang dapat bertahan.
ADVERTISEMENT
Bukan cuma itu saja, Belanda juga memberikan edukasi kepada masyarakat desa Pemuteran pada masa itu seperti cara berkebun dan bercocok tanam sekaligus memperkenalkan jenis-jenis tanaman yang belum diketahui masyarakat desa Pemuteran.
Hasil dari pertanian yang ditanam pribumi pun juga tidak dinikmati oleh pihak Belanda saja melainkan Belanda membaginya kepada pribumi. Hal inilah yang membuat Belanda dan pribumi di desa Pemuteran dapat hidup rukun.
Bukan itu saja, Belanda juga memperkenalkan dan menyuruh untuk menanam pohon kelapa yang hasilnya dibuat untuk membuat sabun dan sabun tersebut juga sebagian diberikan kepada masyarakat desa Pemuteran.
Dari sini masyarakat desa Pemuteran menjadi tahu lebih banyak terkait ilmu pertanian dan teknologi terbaru seperti membuat sabun.
Dan yang paling unik dari cerita warna lain penjajahan di desa Pemuteran adalah Belanda mengajarkan pribumi secara tidak langsung cara membaca dan menulis seperti pribumi yang dapat masuk dan bekerja di kebun Belanda haruslah mereka yang dapat mengatakan huruf "O" dengan benar.
ADVERTISEMENT
Hingga saat ini masyarakat desa Pemuteran sangatlah menghormati penjajah Belanda, karena mereka dianggap berjasa besar dalam mengedukasi masyarakat desa Pemuteran.
Dari cerita diatas dapat disimpulkan bahwa Belanda datang ke Indonesia memanglah bertujuan menjajah dengan cara yang kejam dan Sok berkuasa namun ada sisi baiknya juga Belanda menjajah Indonesia. Bukan cuma sisi buruknya saja yang terus ditonjolkan.