Konten dari Pengguna

Dilema #PerangDagang: Terpukulnya Eksportir dan Importir Akibat Tarif Trump

M Dedy Fitriyanto
Mahasiswa Universitas Ciputra Surabaya
9 April 2025 9:30 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari M Dedy Fitriyanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Penulis: M Dedy Fitriyanto, mahasiswa Universitas Ciputra Surabaya. (Foto: Doc. Ist)
zoom-in-whitePerbesar
Penulis: M Dedy Fitriyanto, mahasiswa Universitas Ciputra Surabaya. (Foto: Doc. Ist)
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa tahun terakhir, kebijakan perdagangan internasional yang diambil oleh mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menjadi sorotan dunia. Salah satu kebijakan yang paling berdampak adalah penerapan tarif tinggi terhadap sejumlah produk impor, khususnya dari Tiongkok dan negara-negara lain yang dianggap merugikan industri dalam negeri Amerika. Langkah ini memicu gelombang ketidakstabilan dalam ekosistem perdagangan global, terutama bagi eksportir dan importir dari negara berkembang seperti Indonesia.
ADVERTISEMENT
Dari perspektif manajemen bisnis internasional, kebijakan tarif Trump menciptakan tantangan besar bagi eksportir Indonesia yang menggantungkan pasar utamanya pada Amerika Serikat. Dengan kenaikan tarif, produk Indonesia menjadi kurang kompetitif dari segi harga, memaksa banyak pelaku usaha untuk mencari alternatif pasar baru atau menanggung kerugian akibat penurunan volume ekspor.
Di sisi lain, importir lokal yang mendatangkan bahan baku atau barang setengah jadi dari Amerika juga terkena imbas. Biaya operasional meningkat karena harga produk impor naik, dan hal ini berdampak langsung terhadap harga jual di pasar domestik. Perusahaan harus melakukan efisiensi, bahkan tidak jarang memangkas tenaga kerja demi menjaga margin keuntungan tetap stabil.
Dampak ini tidak hanya bersifat jangka pendek, tetapi juga mendorong perubahan strategi bisnis jangka panjang. Beberapa perusahaan Indonesia mulai menerapkan strategi diversifikasi pasar dan sumber pasokan, seperti menjajaki kemitraan dengan negara-negara ASEAN atau memperkuat kerja sama perdagangan dengan mitra non-tradisional seperti India dan Afrika.
ADVERTISEMENT
Namun, tantangan ini juga membuka peluang untuk tumbuh. Pemerintah Indonesia dapat menjadikan momen ini sebagai pemicu untuk memperkuat industri dalam negeri melalui insentif bagi produksi lokal, penguatan UMKM berbasis ekspor, dan diplomasi dagang yang lebih agresif. Selain itu, digitalisasi perdagangan menjadi salah satu strategi penting untuk mengurangi ketergantungan terhadap pasar tunggal.
Dari kacamata keberlanjutan dan daya saing global, tarif Trump memperlihatkan pentingnya kebijakan dagang yang adaptif. Perusahaan yang mampu menavigasi dinamika global dengan strategi diversifikasi dan inovasi akan lebih siap menghadapi fluktuasi kebijakan internasional. Sementara itu, pemerintah harus menciptakan ekosistem perdagangan yang tangguh agar pelaku bisnis tidak hanya bertahan, tetapi mampu berkembang di tengah ketidakpastian global.
Pada akhirnya, badai tarif yang dipicu oleh kebijakan Trump menjadi pengingat bahwa ketergantungan yang berlebihan terhadap satu pasar atau mitra dagang bisa menjadi risiko serius. Dengan strategi yang tepat, eksportir dan importir Indonesia tetap memiliki peluang untuk bangkit dan beradaptasi dalam peta perdagangan global yang terus berubah.
ADVERTISEMENT
Opini ditulis oleh M Dedy Fitriyanto, Mahasiswa Universitas Ciputra Surabaya