Konten dari Pengguna

Swedia Tetapkan Standar Baru dalam Diplomasi Berbasis Kesetaraan Gender

M Fathan Karib
Halo, Saya M. Fathan Karib saat ini sedang berkuliah di Universitas Sriwijaya
7 Desember 2024 21:41 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari M Fathan Karib tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT

Gender dan Hubungan Internasional

Jalanan di Gothenburg, Swedia. Photo oleh Efrem Efre, Sumber: Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Jalanan di Gothenburg, Swedia. Photo oleh Efrem Efre, Sumber: Pexels
Swedia saat ini dikenal sebagai salah satu negara dengan tingkat progresif tertinggi di dunia terkait masalah kesetaraan gender. Bukan hanya dari dalam negeri, Swedia juga membawa pengaruh ini ke kancah internasional pula melalui kebijakan luar negerinya secara gamblang yang berbasis pada kesetaraan gender. Pada tahun 2014, Swedia menjadi negara pertama di dunia yang secara sah meluncurkan feminist foreign policy (FFP), dimana hal tersebut merupakan sebuah pendekatan kebijakan luar negeri yang menempatkan hal-hal terkait kesetaraan gender, hak-hak perempuan, maupun pemberdayaan perempuan sebagai sumber dari hubungan internasionalnya (Aggestam & Bergman-Rosamond, 2016). Langkah yang diambil ini mencerminkan keputusan dari Swedia guna menjadikan dunia lebih setara terhadap gender, meskipun pendekatan ini juga memunculkan berbagai rintangan maupun kritik.
ADVERTISEMENT
Feminist Foreign Policy: Apa dan Mengapa?
Dalam hal ini, FFP memiliki tujuan untuk memastikan perempuan dan kelompok rentan lainnya turut andil dalam pengambilan keputusan internasional. Kebijakan ini berfokus pada tiga pilar utama, yaitu rights, representation, dan yang terakhir ialah resources (Mawarni, Roro Lakmsi E, 2024). Mengenai keputusan tersebut, negara Swedia bertekad dalam memperjuangkan hak-hak perempuan, mendorong peran perempuan di tingkat pengambilan keputusan, serta memastikan alokasi sumber daya yang mendukung pemberdayaan perempuan. Penelitian menunjukkan bahwa kesetaraan gender turut berkontribusi terhadap stabilitas, keamanan, dan pembangunan yang inklusif. Misalnya, dari laporan Bank Dunia menegaskan bahwa peningkatan partisipasi perempuan dalam ekonomi dan politik dapat mempercepat laju pertumbuhan ekonomi dan memperkuat perdamaian terutama di wilayah konflik (World Bank, 2019).
ADVERTISEMENT
Swedia juga telah mengambil langkah aktual guna menerapkan FFP, salah satunya melalui penyatuan perspektif gender dalam kebijakan pembangunan internasional. Swedia mendanai proyek-proyek yang mendukung terkait bidang pendidikan, kesehatan, dan hak perempuan di negara berkembang, seperti pendidikan anak perempuan di Afghanistan dan layanan kesehatan reproduksi di wilayah Afrika Sub-Sahara.
Swedia juga turut andil dalam berbagai diplomasi multilateral, terutama melalui PBB. Selama menjadi anggota Dewan Keamanan PBB pada 2017-2018, Swedia mengampanyekan penerapan Resolusi 1325 terkait Perempuan, Perdamaian, dan Keamanan, yang berfokus terhadap peran perempuan dalam pencegahan konflik dan pembangunan perdamaian (United Nations, 2018).
Kritik terhadap kebijakan
Meski upaya yang dilakukan oleh Swedia dianggap progresif dan menguntungkan, implementasi dari Feminist Foreign Policy (FFP) menghadapi sejumlah kritik. Salah satu kritik utama yang didapat ialah saat terjadi benturan antara idealisme kebijakan ini dengan realitas politik yang terjadi di lapangan. Misalnya, ketika menteri luar negeri Swedia, Margot Wallstrom, mengecam adanya pelanggaran hak-hak perempuan di Arab Saudi, langkah ini memicu ketegangan diplomatik di antara kedua negara, termasuk pemutusan kerja sama perdagangan oleh Arab Saudi pada 2015 (Reuters, 2015).
ADVERTISEMENT
Kritikus tersebut juga menyebut bahwa FFP terkadang bergerak secara normatif tanpa mengatasi isu struktural yang lebih luas. Misalnya, meskipun Swedia menegakkan hak-hak perempuan di negara berkembang, kebijakan perdagangan dan investasinya yang terjadi tidak selalu sejalan terkait prinsip kesetaraan gender, sehingga menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai konsistensinya (Aggestam & Bergman-Rosamond, 2016).
Terlepas dari kritik yang ada, FFP Swedia juga menawarkan pelajaran berharga bagi negara-negara lain. Kebijakan ini memperlihatkan bahwa kesetaraan terhadap gender bukan semata-mata isu domestik, tetapi juga isu global yang memengaruhi stabilitas dan juga pembangunan. Negara-negara lain seperti Prancis, Meksiko dan Kanada mulai mengintegrasikan berbagai elemen FFP ke dalam kebijakan diplomasi mereka, meskipun penerapannya masih beragam.
Masa depan dari kebijakan luar negeri berbasis gender
ADVERTISEMENT
Di dunia yang semakin rumit ini, kebijakan luar negeri yang memperhatikan kesetaraan gender menjadi sebuah hal yang penting untuk mengatasi berbagai masalah seperti perubahan iklim, konflik, dan migrasi, yang kerap berdampak terhadap perempuan maupun anak-anak. Dalam hal ini Swedia telah menjadi contoh baru dalam diplomasinya melalui kebijakan dari FFP, akan tetapi tingkat keberhasilannya masih tergantung pada hasil yang ada di lapangan. Pada dasarnya, kebijakan ini bukan semata mengenai hak perempuan, tapi juga tentang menghadirkan dunia yang lebih adil dan tentram, dan diharapkan dapat dijadikan pedoman bagi negara lain.
Referensi
Aggestam, K., & Bergman-Rosamond, A. (2016). Swedish Feminist Foreign Policy in the Making: Ethics, Politics, and Gender. Ethics & International Affairs, 30(3), 323–334.
ADVERTISEMENT
Mawarni, Roro Lakmsi E. (2024) Analisis Kebijakan Luar Negeri Feminis Swedia di Masa Kepemimpinan Perdana Menteri (PM) Stefan Löfven Tahun 2014-2021. Retrieved from https://repository.upnjatim.ac.id/id/eprint/23099
Reuters. (2015). Swedish-Saudi Diplomatic Row Highlights Tensions Over Human Rights. Retrieved from https://www.reuters.com/
United Nations. (2018). Women, Peace, and Security: Progress Report on the Implementation of Security Council Resolution 1325. Retrieved from https://www.un.org/
World Bank. (2019). Gender Equality and Development: Key Findings and Insights. Retrieved from https://www.worldbank.org/