Perlu Sinergi Kebijakan untuk Mempertahankan Hutan Papua

MaCe Papua
Mari Cerita (MaCe) Papua adalah platform digital untuk menyebarkan nilai-nilai positif tentang hutan, budaya dan masyarakat di Tanah Papua.
Konten dari Pengguna
5 Juli 2020 13:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari MaCe Papua tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Foto aerial hutan di Kabupaten Sorong Selatan, Provinsi Papua Barat (Yayasan EcoNusa/Moch. Fikri)
Sinergi antara kebijakan pemerintah daerah dan pemerintah pusat menjadi salah satu faktor penting dalam menjaga keberlangsungan hutan di Indonesia. Kebijakan yang saling bertolak belakang memberi celah bagi korporasi untuk memanfaatkan hutan tanpa mengindahkan kondisi lingkungan hidup dan masyarakat yang hidup di sekitar hutan.
ADVERTISEMENT
Sebagai salah satu negara yang memiliki hutan hujan di dunia, sudah semestinya Indonesia mempertahankan hutan yang tersisa. Hutan di Sumatera dan Kalimantan telah berkurang drastis akibat pengalihan fungsi lahan. Konsekuensinya, hutan di Tanah Papua menjadi benteng terakhir Indonesia. Tak hanya berfungsi sebagai pengendali iklim dunia, hutan di Tanah Papua juga menjadi rumah bagi megabiodiversitas dan “ibu” bagi masyarakat adat yang tinggal di sekitar hutan.
Sekretaris Daerah Provinsi Papua Barat, Nataniel D. Mandacan, mengatakan, hutan di Papua Barat luasnya 8,75 juta hektar. Menurutnya, luas hutan akan semakin menurun akibat izin perkebunan yang bersentuhan dengan kawasan hutan. “Kalau bisa membangun dengan cara yang lain, kenapa kita harus membangun dengan cara menyentuh hutan,” kata Nataniel dalam diskusi virtual bertajuk “Hutan Papua Benteng Terakhir Masa Depan Indonesia” pada 22 Juni 2020.
ADVERTISEMENT
Untuk menjaga keberlangsungan hutan, Pemerintah Provinsi Papua Barat mendeklarasikan diri sebagai Provinsi Konservasi pada Oktober 2015. Inisiatif tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan Deklarasi Manokwari pada 2018 yang menyebutkan komitmen Papua Barat dalam menjaga 70 persen luas daratan sebagai kawasan lindung.
Komitmen menjaga hutan juga diperlihatkan oleh Provinsi Papua. Selain menandatangani Deklarasi Manokwari, Provinsi Papua mengusung Visi 2100 sebagai dasar pembangunan berkelanjutan. Untuk mencapai hal itu, Provinsi Papua membuat beberapa peraturan seperti Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) No. 21/2008 tentang Pengelolaan Hutan Berkelanjutan di Provinsi Papua dan Perdasus No. 23/2008 tentang Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dan Hak Perorangan Warga Masyarakat Adat atas Tanah.
“Dalam tata ruang Papua, kami melindungi 80 persen (Red: proporsi hutan Papua adalah 80 persen dari luas daratan). Ini menjadi jaminan untuk Indonesia, bahkan dunia,” kata Asisten II Sekretaris Daerah Provinsi Papua, Muhammad Musaad.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, upaya pemerintah daerah dalam melindungi hutan sangat dipengaruhi berbagai pihak lain, salah satunya pemerintah pusat. Perbedaan kebijakan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah berisiko tinggi menimbulkan penurunan tutupan hutan di masa depan. Bahkan, tak menutup kemungkinan hutan di Tanah Papua akan menyusul nasib hutan Sumatera dan Kalimantan.
Dalam Undang-Undang No. 41/1999 tentang Kehutanan, Pasal 18 menyebutkan bahwa pemerintah wajib mempertahankan kawasan hutan minimal 30 persen dari luas pulau dan atau daerah aliran sungai dengan sebaran yang proporsional. Dalam Rancangan Undang-Undangan Cipta Kerja ketentuan 30 persen menghilang.
“Upaya-upaya yang kami lakukan ini tidak berarti kalau kami tidak berkolaborasi dengan berbagai pihak, seperti pemerintah pusat, daerah, mitra pembangunan, bahkan dunia,” ujar Musaad.
ADVERTISEMENT
Menurut Musaad, keberadaan hutan sangat penting bagi masyarakat Papua dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Ada 28 persen kampung di Papua yang berada di kawasan lindung. Sisanya, 72 persen kampung berada di luar kawasan lindung yang berpotensi kehilangan hak mengelola sumber daya alam.
CEO Yayasan EcoNusa Bustar Maitar mengatakan bahwa lebih dari 250 suku di Tanah Papua merupakan pihak yang paling terdampak bila hutan terus menyusut. Dampak yang sama juga dirasakan bila masyarakat adat tak mendapat manfaat dari hutan yang telah mereka lindungi lintas generasi. Menurutnya, kedua kondisi tersebut harus berjalan beriringan.
“Ini menjadi tantangan, karena kalau hutan hujan di Tanah Papua tidak diselamatkan akan berpengaruh signifikan terhadap upaya kita menjaga perubahan iklim. Karena perubahan iklim tidak hanya terjadi di Papua dan Indonesia, tetapi di seluruh dunia. Artinya, hutan Papua mempunyai peranan yang sangat signifikan untuk melestarikan iklim dunia,” ucap Bustar.
ADVERTISEMENT
Bustar meminta kepada semua pemangku kepentingan untuk lebih memprioritaskan kepentingan masyarakat adat dibanding kepentingan korporasi. Menurut Bustar, masyarakat adat merupakan pemilik hutan yang patut mendapatkan dukungan lebih dulu. “Sebagai garda terdepan, masyarakat adat penting untuk diberi dukungan dalam menjaga hutan,” ujar Bustar.
Penulis: Lutfy Mairizal Putra
Editor: Leo Wahyudi