Kaukus Ala Presiden Jokowi

I Made Wirangga Kusuma
Analis Perkara Peradilan pada Pengadilan Negeri Gianyar, Bali
Konten dari Pengguna
6 Juli 2022 17:58 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari I Made Wirangga Kusuma tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Presiden Jokowi saat bertemu Presiden Vladimir Putin di Istana Kremlin, Moskow, Rusia, Kamis (30/6/2022). Foto: Laily Rachev/Biro Pers Sekretariat Presiden
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Jokowi saat bertemu Presiden Vladimir Putin di Istana Kremlin, Moskow, Rusia, Kamis (30/6/2022). Foto: Laily Rachev/Biro Pers Sekretariat Presiden
ADVERTISEMENT
Sudah sekitar lebih dari 4 (empat) bulan lalu atau tepatnya pada 24 Februari 2022, Rusia melakukan invasi ke wilayah negara Ukraina, yang memaksa sepertiga penduduk Ukraina harus menjauhi wilayah negaranya, agar terhindari dari dampak primer maupun sekunder dari invasi Rusia. Banyak spekulasi bermunculan perihal latar belakang invasi Rusia ke Ukraina, salah satunya ialah Rusia ingin mencegah Ukraina menjadi anggota NATO, seperti para negara Eropa Timur lainnya (Lihat detik.com 23 Februari 2022). Hingga saat ini hubungan antara Rusia dengan Ukraina masih memanas. Perang rudal masih menghiasi langit di dua negara tersebut, hingga beberapa infrastruktur penting dan penunjang negara itupun tak luput dari keganasan perang.
ADVERTISEMENT
Melihat kegaduhan yang terus terjadi yang menyebabkan tidak stabilnya kondisi politik dunia, membuat beberapa tokoh negara lain turut andil dan membuat aksi solidaritas mendukung Ukraina di tengah serangan Rusia terhadap negara tersebut. Mulai dari rombongan Perdana Menteri Polandia, Perdana Menteri Inggris, Kanselir Jerman, Presiden Perancis, Perdana Menteri Italia hingga Presiden Komisi Uni Eropa yang datang guna berdiskusi mengenai Ukraina sebagai calon anggota Uni Eropa.
Keadaan ini ternyata tidak membuat reda hubungan yang panas antara Rusia dan Ukraina. Bagaimana tidak, ego masing-masing negara saat ini masih tinggi, mengingat pula Putin sempat mengatakan bahwa apa yang dilakukan NATO ialah ancaman eksistensi dan bila Ukraina nekat untuk bergabung dengan afiliasi militer barat, dianggap hal ini sebagai ancaman besar bagi Rusia dan menyulut permusuhan. Putin sebagai pimpinan tertinggi Rusia menegaskan bahwa Ukraina adalah bagian dari rusia secara budaya, Bahasa dan politik (lihat Kompas 4 Maret 2022).
ADVERTISEMENT
Kegaduhan antara Rusia dengan Ukraina ini tentunya memberikan implikasi yang signifikan bagi negara-negara lainnya di dunia, apalagi negara-negara yang sangat ketergantungan terhadap kedua negara yang tengah berkonflik ini. Menurut Kepala Badan Pusat Statistik RI dalam konferensi pers yang mengatakan bahwa Rusia dan Ukraina memiliki peran yang strategis dalam perdagangan global yang berpengaruhnya pada supply chain. Rusia sebagai negara eksportir minyak mentah terbesar kedua di dunia, nomor satu gandum, nomor tiga batu bara dan komoditi lainnya yang sangat penting.
Ukraina juga memiliki peran penting dalam upaya pemenuhan komoditas dunia, dimana Ukraina eksportir seed oil terbesar di dunia dan eksportir jagung serta gandung dalam jajaran lima besar dunia. Efek yang sangat dirasa oleh masyarakat dunia adalah adanya tekanan inflasi. Harga-harga komoditi di beberapa negara juga akan mengalami kenaikan seiring kegaduhan antara dua negara tersebut belum usai. Mimpi buruk negara-negara di dunia adalah terjadinya krisis pangan serta kelangkaan kebutuhan primer manusia yang menimbulkan kacaunya tatanan kehidupan. Sebelum mimpi buruk tersebut jadi nyata, maka perlu adanya inisiatif nyata dari pemimpin dan tokoh dunia untuk turut andil dalam perdamaian antar kedua negara tersebut.
ADVERTISEMENT

Upaya Damai

Kolase pertemuan Presiden Jokowi dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dengan Presiden Jokowi dan Presiden Rusia Vladimir Putin. Foto: Biro Setpres
Pelbagai upaya terus dilakukan oleh tokoh dan pemimpin dunia dalam penghentian invasi Rusia terhadap Ukraina. Mulai dari kecaman dari pelbagai tokoh dan pemimpin negara lain hingga penjatuhan sanksi ekonomi bagi Rusia berupa diblokirnya akses keuangan, blokir ekspor, blokir impor minyak hingga sanksi udara. Sanksi ini nampaknya tidak mempan bagi negara sekuat dan setangguh Rusia ini, sehingga nampaknya apa yang dilakukan oleh AS selaku negara pemberi sanksi tidak membuahkan hasil bagi upaya gencatan senjata maupun perdamaian antara dua negara tersebut.
Hemat penulis, apa yang dilakukan oleh AS serta negara afiliasinya merupakan hal yang sia-sia, mengingat Rusia sendirilah yang malah memberikan ancaman yang besar bagi negara-negara yang menantangnya. Perlu adanya kepala dingin dan tindakan yang selektif serta hati-hati dalam menangani konflik kedua negara tersebut.
ADVERTISEMENT
Indonesia sebagai negara yang cukup memiliki pengaruh pada tatanan politik dunia, ternyata tak tinggal diam atas invasi Rusia ini. Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) akhirnya turun tangan dalam menangani masalah antar kedua negara ini. Presiden Jokowi memberanikan diri dan memutuskan untuk pergi menuju kedua negara yang tengah panas tersebut, sembari mengikuti rangkaian kegiatan internasional G-7 di Jerman dan kunjungan kenegaraan ke UEA.
Pada 29 Juni 2022 Jokowi tiba di Kiev dan langsung berdiskusi dengan pemimpin Ukraina Zelensky serta mengunjungi beberapa wilayah terdampak perang. Selang keesokan harinya Jokowi lantas pergi menuju Moscow, Rusia untuk bertemu langsung dengan pemimpin Rusia, Vlidammir Putin.
Kunjungan Jokowi ini bukannya tanpa sebab, mengingat Jokowi memiliki amanah dan tanggungjawab besar sebagai Presidensi G-20 yang hendak diadakan di Bali pada November 2022 mendatang. Selain amanat konstitusi yang menyebutkan bahwa Indonesia turut menjaga ketertiban dunia, Jokowi juga nampaknya mulai menunjukkan sikapnya yang netral, tidak memihak kepada negara mana pun.
ADVERTISEMENT
Hal ini seiring adanya penolakan negara anggota G-20 atas kehadiran Rusia, di mana apabila Rusia hadir dalam kegiatan G-20 maka negara yang kontra dengan sikap Rusia tersebut mengancam akan absen dalam kegiatan bersejarah tersebut. Jokowi sendiri juga tidak berkeinginan negara mana pun absen dari kegiatan tersebut, maka turut diundangnya Ukraina ke Indonesia menjadi upaya Jokowi.
Undangan kedua negara ini diharapkan membawa mimpi baik terhadap situasi memanas antara Rusia dengan Ukraina yang terus berlangsung. Tujuannya tidak lain adalah terjaganya stabilitas politik luar negeri yang tengah tak beraturan ini.
Upaya damai menjadi usaha yang kini terus digencarkan. Seperti yang kita ketahui bahwa, upaya perdamaian bukanlah hal yang mudah, harus ada turunnya ego masing-masing pihak yang hendak berdamai, maka oleh itu butuh waktu yang cukup lama dan kehati-hatian dalam upaya perdamaian ini. Bila tidak, maka akan timbul dampak-dampak yang tanpa diprediksi di kemudian harinya. Menjadi pendamai atau mediator di antara pihak berkonflik tidaklah mudah, perlu ada beberapa metode pendekatan yang harus dilakukan terhadap pihak yang tengah bersengketa.
ADVERTISEMENT

Kaukus

Presiden RI Joko Widodo dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berjalan untuk pertemuan di Kiev, Ukraina, Selasa (29/6/2022). Foto: Ukrainian Presidential Press Service/Handout via REUTERS
Dilihat dari tindakan yang dilakukan Presiden Jokowi dalam mendamaikan Rusia dan Ukraina, ada sisi yang menarik, yakni metode mediasi yang digunakan oleh Presiden Jokowi. Bila dicocokkan dengan cara mediator bekerja, Teknik yang digunakan Jokowi yakni teknik kaukus.
Teknik ini tidak asing terdengar di kalangan praktisi mediasi dan alternatif penyelesaian sengketa. Mengingat mediasi tidak memiliki hukum acara yang pakem seperti halnya KUHAP, HIR serta hukum acara lainnya, di mana mediasi lebih mengedepankan musyawarah mufakat dari para pihak, maka penulis mengambil pengertian tertulis ‘kaukus’ di dalam Pasall 14 huruf e Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 yang mana kaukus berarti pertemuan mediator tanpa kehadiran pihak lainnya.
Kaukus bukannya tidak memiliki manfaat. Keberadaan kaukus ini tentunya sangat diperlukan mediator saat melihat terjadinya deadlock atau jalan buntu dari diskusi antara pihak yang bersengketa. Kaukus sendiri berfungsi untuk mengungkapkan kepentingan yang tidak ingin diungkapkan saat berhadapan dengan pihak lainnya. Selain itu kaukusn memungkinkan mediator memperoleh informasi tambahan serta mengetahui garis-garis dasar dari Best Alternative to a Negotiated Agreement. Kaukus ternyata memberi dampak yang besar bagi usaha keberhasilan mediasi.
ADVERTISEMENT
Usaha Presiden Jokowi yang mengunjungi satu per satu negara yang tengah berkonflik tersebut, merupakan sebagai salah satu cerminan dan contoh dari implementasi kaukus dalam upaya mediasi dalam lingkup besar. Sejak awal melihat konflik antara dua negara tersebut, Jokowi pastinya sudah berpikir keras dalam menentukan cara dan upaya bagaimana menyelesaikan perselisihan antar kedua negara tersebut, tentunya dengan asas kehati-hatian.
Usaha ini tentunya tidaklah mubazir, melainkan upaya yang strategis, agar Jokowi selaku salah satu penengah dapat memiliki trik ke depannya dalam upaya mewujudkan perdamaian dunia khususnya antara Rusia dan Ukraina. Kita semua sebagai warga awam tidak terlalu banyak memperoleh akses informasi, apa yang menjadi percakapan antara Jokowi dengan pemimpin negara tersebut, tetapi kita dapat melihat garis besarnya adalah perdamaian terus diserukan dan diupayakan bagi kedua negara tersebut.
ADVERTISEMENT
Harapannya dengan kunjungan yang dilakukan oleh Jokowi, memberi dampak yang signifikan dan mampu membuka cakrawala dunia, bahwa Indonesia mampu menjadi mediator yang baik dan pada prinsip ketidakberpihakan kepada negara mana pun.
I Made Wirangga Kusuma, Analis Perkara Peradilan pada PN Gianyar, Bali