Konten dari Pengguna

Urgensi Tokoh Publik sebagai Pembentuk Standar Masyarakat

Mahdizal Khalila
Nama saya Mahdizal Khalila asal Kota Padang. Saya adalah Mahasiswa S1 Ilmu Komunikasi Universitas Andalas. Saya senang berbagi opini dalam mengupas permasalahan yang sedang terjadi. Harapan saya, opini ini dapat bermanfaat bagi orang lain
16 November 2022 19:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mahdizal Khalila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
sumber: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Manusia sebagai makhluk sosial cenderung untuk mengikuti kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat banyak. Masyarakat memiliki peran penting dalam memberikan tolak ukur dalam berbagai bidang, misalnya pekerjaan, hubungan romantis, dan keberhasilan. Akibatnya, individu akan terdorong untuk memenuhi standar yang sudah terbentuk tadi.
ADVERTISEMENT
Dewasa ini, standar dalam masyarakat dapat tersebar luas melalui media internet sehingga dapat diakses oleh seluruh kalangan. Biasanya pembentukan standar ini dilakukan oleh tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh besar di internet, misalnya influencer, artis, tokoh politik, dan individu atau kelompok lainnya yang sudah dianggap sebagai panutan dalam masyarakat.
Standar ini menjadi penyebab munculnya masyarakat FOMO (Fear Of Missing Out). FOMO adalah sifat individu yang merasa takut tertinggal. Individu akan merasa takut jika tidak melakukan sesuatu yang orang lain lakukan sehingga menganggap dirinya kuno atau ketinggalan zaman.
Sifat FOMO biasanya muncul di kalangan generasi muda. Ini yang menjadi penyebab anak muda cenderung tergila-gila dengan tren yang ada di sosial media. Akibatnya, mereka akan melakukan tindakan yang sama sesuai dengan tren.
ADVERTISEMENT
Tren akan memunculkan standar-standar dalam kehidupan sosial, misalnya kamu akan dianggap gaul jika sudah berpacaran, atau dianggap cerdas jika sudah mulai berbisnis saham. Narasi ini akan memberikan pengaruh bagi pola pikir masyarakat terutama generasi muda untuk ikut serta menerapkan nya dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, masalah akan muncul jika standar ini dipegang penuh oleh tokoh publik. Tokoh publik seperti influencer atau tokoh politik memiliki kepentingan untuk menarik perhatian publik demi mencapai tujuan pribadinya. Artinya orientasi tren yang dilakukan oleh tokoh publik hanya berdasarkan keinginannya sendiri. Sehingga ada kemungkinan untuk tokoh publik menggiring standar masyarakat berdasarkan keinginannya dan berlawanan dengan norma sosial.
Contohnya seorang influencer muda yang menjunjung nilai freedom dalam kehidupan. Mereka cenderung menampilkan konten yang menjustifikasi perilaku tidak sopan, pacaran, merokok atau vape, seks bebas, bahasa kotor, dan lainnya. Ini dilakukannya untuk mendapatkan penerimaan dari masyarakat.
ADVERTISEMENT
Buruknya, tindakan ini dapat mengubah nilai-nilai yang berlaku. Ketika banyak tokoh publik menampilkan konten yang bertentangan dengan norma, maka pemikiran masyarakat akan terbawa menormalkan konten tersebut. Berubah nya standar normal akan memengaruhi tindakan masyarakat sehingga mereka cenderung untuk meniru konten itu.
Buktinya sudah banyak kita temukan saat ini. Jika dibandingkan dengan zaman dahulu, anak muda zaman sekarang cenderung mudah mengucapkan kata-kata kasar dan melakukan tindakan tidak senonoh di depan umum. Contohnya berkata-kata kasar itu dianggap keren, atau melawan kepada orang tua itu normal karena sebagai bentuk kebebasan individu.
Ketika banyak kelompok dalam suatu kalangan menormalisasi hal itu, maka nilai-nilai baik yang sudah berlaku akan menjadi pudar. Generasi muda yang memegang nilai-nilai baik pun juga akan ragu dengan apa yang dia pegang karena adanya konformitas dari kelompok yang lebih dominan.
ADVERTISEMENT
Namun di balik itu, sifat FOMO dapat dijadikan sebagai sarana yang tepat dalam menggiring nilai baik kepada generasi muda. Masyarakat dan pemerintah dapat menggunakan pengaruh influencer atau tokoh publik lainnya untuk mengajarkan nilai-nilai baik. Misalnya, memunculkan konten peduli kasih kepada masyarakat miskin, atau kebiasaan olahraga untuk membentuk fisik yang sehat.
Ini dapat menjadi sarana kontrol bagi pemerintah untuk mencapai tujuan sosial. Pemerintah dapat menyerap norma yang berlaku dalam masyarakat, dan menjadikan tokoh publik sebagai aktor yang mendorong keinginan generasi muda untuk mematuhi norma tersebut.
Perkembangan akses informasi dapat menjadi pisau bermata dua. Pemerintah dan masyarakat harus dapat mengontrol standar-standar yang ada pada generasi muda. Jika tidak, maka akan banyak perilaku-perilaku menyimpang karena pemikiran mereka yang belum matang dan cenderung pada kebebasan.
ADVERTISEMENT