Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Mengambil Pelajaran dari Pengalaman China dalam Mengatasi COVID-19
20 Maret 2020 14:49 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
Tulisan dari Mahmudin Nur Al Gozaly tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sejak WHO menetapkan Coronavirus (COVID-19) sebagai pandemi global beberapa waktu lalu, berbagai negara saat ini berjuang mengatasi masalah virus tersebut. Menurut WHO, hingga tulisan ini dilaporkan, lebih dari 8.778 orang secara global telah meninggal dunia akibat COVID-19 dan sedikitnya 209 ribu orang terinfeksi di setidaknya 171 negara, tak terkecuali Indonesia.
ADVERTISEMENT
Banyak negara, termasuk Indonesia, dinilai masih dalam fase awal meluasnya penularan virus tersebut. Jumlah pasien terinfeksi maupun korban jiwa diperkirakan akan terus meningkat. Ada juga negara yang sudah cukup lama menderita pandemi COVID-19, seperti Italia dan Iran, namun justru dinilai lambat karena belum mengalami penurunan jumlah penderita COVID-19 sejak beberapa bulan lalu.
Sementara itu, meskipun wabah COVID-19 pertama kali ditemukan di China, negara tersebut saat ini justru mengalami penurunannya. Jumlah orang yang sembuh terus bertambah. WHO bahkan menganggap perlunya negara-negara lain mengambil pelajaran dari pengalaman Negara Tirai Bambu tersebut dalam menangani virus mematikan itu.
Bagaimana China mengatasi COVID-19? Berikut beberapa pelajaran penting yang dapat diambil dari langkah-langkah yang dilakukan China:
ADVERTISEMENT
1. Bertindak Cepat di Waktu yang Tepat
Wabah COVID-19 pertama kali ditemukan di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China pada Desember 2019 dan penularannya meluas mulai Januari 2020. Sejak ditemukannya bukti kasus penularan COVID-19 antar-manusia, pemerintah China bertindak cepat dengan memberlakukan total lockdown selama 3 hari, terhitung sejak 23 Januari 2020.
Selama lockdown, seluruh kegiatan bisnis dan aktivitas publik dilarang. Bandara ditutup, transportasi publik dihentikan. Tidak ada satu pun yang dapat masuk atau keluar dari Wuhan. Masyarakat secara bergantian dan dengan pengawasan yang ketat hanya diperbolehkan keluar rumah untuk memenuhi kebutuhan makanan dan bahan pokok.
Tidak mudah bagi pemerintah China membuat keputusan ini karena diambil tepat sehari sebelum malam Tahun Baru Imlek dan dimulainya tradisi Chunyun, di mana terjadi mudik besar-besaran–biasanya sekitar 3 miliar perjalanan terjadi di bulan ini–untuk kumpul bersama keluarga di berbagai daerah di China. Tradisi Chunyun dikenal sebagai migrasi tahunan terbesar di dunia.
Tindakan cepat lainnya dalam menghadapi darurat Corona adalah membangun rumah sakit khusus penanganan pasien Corona di Wuhan. Dalam situasi normal, membangun sebuah rumah sakit baru memerlukan waktu sekitar 8-10 bulan.
ADVERTISEMENT
Pemerintah China mengerahkan lebih dari tujuh ribu teknisi, para ahli dan tukang bangunan untuk membangun rumah sakit baru di atas tanah seluas 25 ribu meter persegi tersebut. Hasilnya, hanya dalam 10 hari rumah sakit tersebut selesai dibangun. Rumah sakit ini dapat menampung lebih dari seribu pasien, dilengkapi lebih dari 30 unit perawatan intensif (ICU) dan didukung oleh ribuan tenaga medis dan militer untuk memberikan pelayanan dan keamanan.
Menurut berbagai informasi terbuka, urgensi keberadaan rumah sakit baru ini mempertimbangkan perkembangan kasus saat itu, dimana 3,1% atau sekitar 25 orang dari 800-an orang terpapar COVID-19 meninggal dunia–persentase kematian yang dinilai cukup tinggi.
Keputusan cepat pemerintah China tersebut adalah untuk memastikan efektivitas dalam penanganan pasien yang terpapar COVID-19, sekaligus untuk mengurangi risiko meluasnya penularan di Hubei khususnya dan China pada umumnya yang penduduknya terkenal sangat padat. Jika dilihat dari peta, Wuhan merupakan ibukota Hubei yang relatif berada tengah-tengah China, dengan jumlah penduduk lebih dari 58 juta jiwa.
ADVERTISEMENT
Tidak terbayang apa yang akan terjadi apabila pemerintah China tidak bergerak cepat dalam mengambil keputusan-keputusan penting saat genting tersebut?
2. Penanganan yang Efektif
Penanganan yang efektif akan menentukan keberhasilan. Dalam hal ini, yang terpenting dalam mengurangi risiko penularan COVID-19 adalah pergerakan manusianya. Semakin minim pergerakan manusia, maka akan semakin mengurangi potensi meluasnya penularan virus tersebut.
Penanganan yang efektif juga tergantung pada bagaimana pemerintah China menciptakan kondisi. Penduduk tidak hanya diimbau mengurangi jumlah aktivitas di luar rumah dan interaksi dengan orang lain atau lebih dikenal social distancing. Warga tidak pula hanya diminta untuk menghindari pergi ke tempat-tempat yang ramai, seperti pusat-pusat hiburan, bioskop, dan supermarket.
Pemerintah China secara efektif memberlakukan kondisi tertentu untuk mengurangi pergerakan manusia tersebut. Hampir seluruh kegiatan bisnis dan publik dihentikan. Layanan transportasi publik dikurangi, bioskop ditutup, dan kegiatan sekolah dihentikan untuk sementara waktu. Hanya beberapa toko yang menjual bahan pangan yang diizinkan untuk beroperasi untuk memastikan kebutuhan pokok masyarakat terpenuhi.
Setiap penduduk yang terpaksa keluar rumah diwajibkan untuk mengenakan masker dan harus melaporkan kepada aparat. Misalkan, mengenai tempat yang telah dikunjungi, jenis angkutan umum yang telah digunakan, dan pihak-pihak yang telah melakukan kontak secara langsung.
ADVERTISEMENT
Langkah lainnya yang penting menjadi pelajaran adalah deteksi yang memadai, akurat, dan cepat. China mengambil langkah pengembangan alat uji dengan menggandeng beberapa perusahaan biotek. Alat uji tersebut berhasil diperkenalkan tidak lebih dari dua minggu setelah wabah COVID-19 muncul di Wuhan. Selain itu, dengan big data dan teknologi yang diterapkan, setiap pergerakan orang dapat termonitor dan tercatat suhu temperatur tubuhnya dan tersedianya sistem tracking untuk menelusuri orang berpotensi tarpapar virus.
Hal lain yang diberlakukan secara ketat di China adalah isolasi mandiri atau swakarantina selama 14 hari. Mengapa 14 hari? Karena berdasarkan berbagai keterangan dari para ilmuwan, masa periode aktif inkubasi COVID-19 adalah sekitar 14 hari.
Kewajiban swakarantina berlaku terhadap orang yang: (i) Pernah melakukan perjalanan ke Provinsi Hubei; (ii) Pernah melakukan kontak dengan siapapun yang telah melakukan perjalanan dari provinsi tersebut; (iii) Memiliki suhu di atas 37,3 derajat celcius; dan (iv) Berdekatan atau kontak dengan yang positif terinfeksi Corona.
ADVERTISEMENT
Sejak COVID-19 ditetapkan sebagai pandemi global, pemerintah China juga memberlakukan kewajiban swakarantina bagi warga asing pendatang.
3. Keterbukaan Informasi
ADVERTISEMENT
Hal krusial dalam penanganan Corona adalah hak masyarakat untuk memperoleh panduan atau informasi yang jelas, faktual, dan akurat, terutama mengenai karakter dan penularan COVID-19. Informasi seperti pola penyebaran Corona, jenis media dan jangka waktu penularannya, harus terus disampaikan kepada masyarakat sehingga masyarakat sadar diri dan berdisiplin dalam melakukan langkah-langkah mandiri dalam menghindari atau mengatasi COVID-19 sesuai kapasitasnya.
Hal lain yang dapat diambil pelajaran adalah diberikannya panduan yang jelas mengenai langkah-langkah penanganan virus oleh pemerintah, aparat, dan tenaga medis, serta hal-hal yang dilarang dan boleh dilakukan.
Keterbukaan informasi yang jelas, faktual, dan akurat menjadi modalitas penting untuk terciptanya public trust dan dukungan penuh publik terhadap upaya pemerintah dalam penanganan COVID-19.
ADVERTISEMENT
4. Kolaborasi dan Kerja Sama
Pelajaran penting lainnya tentang penanganan Corona di China adalah perlunya mengatasi pandemi secara holistik hingga ke seluruh sistem, yang ditunjang kolaborasi dan kerja sama yang sinergis atau teamwork antara pemerintah, entitas bisnis, dan seluruh elemen masyarakat.
Berbagai langkah yang telah dilakukan China, termasuk lockdown tentunya memiliki ramifikasi yang sangat besar, terutama risiko ekonomi dan sosial. Namun demi keselamatan jiwa seluruh warganya, pil pahit berupa berbagai kebijakan langkah penanganan harus ditelan bersama-sama.
Sebagai langkah untuk memitigasi dampak buruk terhadap ekonomi dan sosial tersebut antara lain dengan memberlakukan kerja di rumah (work from home). Banyak kalangan bisnis, organisasi, sekolah, dan perguruan tinggi menerapkan sistem belajar berbasis online. Jadi, di samping semua langkah yang diterapkan pemerintah, peran publik juga penting untuk memastikan roda bisnis dan perekonomian masih berputar.
ADVERTISEMENT
Terkait berbagai langkah yang dilakukan pemerintah China tersebut, bahkan mungkin juga dilakukan negara lainnya seperti Korea Selatan dan Singapura, kolaborasi dan kerja sama antara pemerintah dan seluruh elemen masyarakat menjadi faktor krusial dalam menentukan keberhasilan penanganan COVID-19 yang saat ini tengah menjadi ancaman global.
Kecepatan, ketepatan, dan efektivitas dalam menjalankan langkah-langkah bersama seluruh pihak diperlukan dalam mencegah dan mengurangi risiko penularan COVID-19.