Konten dari Pengguna

Ihwal "Perjalanan Dinas" dan Jiwa Mikraj

Makhsun Bustomi
Penulis Esai, sehari-sehari bekerja sebagai Policy Analyst di Pemerintah Kota Tegal.
28 Januari 2025 16:44 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Makhsun Bustomi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di tengah libur Peringatan Isra Mikraj 1446 di antara kita banyak yang melakukan perjalanan. Ditambah libur Imlek 2025, menambah hari-hari untuk untuk berlibur, berkunjung kepada kerabat atau melakukan perjalanan pulang kampung. Perjalanan yang tentu berbeda dengan perjalanan dinas.
ADVERTISEMENT
Ihwal perjalanan dinas, akhir tahun lalu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya penyimpangan anggaran perjalanan dinas dari berbagai kementerian dan lembaga sepanjang tahun 2023. Dalam sebuah pidato, Presiden Prabowo mengeklaim telah menghemat 20 T terkait perjalanan dinas. Terbaru terbit pula instruksi presiden yang memangkas perjalanan dinas separuh anggaran.
sumber ilustrasi : Chevanon Photography/www.pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
sumber ilustrasi : Chevanon Photography/www.pexels.com
Ritual Birokrasi
Sayangnya perjalanan dinas yang dibiayai uang rakyat selama ini tak jarang melenceng dari nilai manfaat. Dari bermacam rapat, koordinasi, konsultasi, studi banding, studi tiru, kunjungan kerja dan pelbagai jenis kegiatan lain yang bersifat seremonial. Seringkali ada celah-celah yang disalagunakan dengan menambah jumlah orang, volume hari, ataupun dengan agenda jalan-jalan, liburan dan yang tak berpihak pada tujuan. Bercampur dengan agenda pribadi untuk menambah penghasilan lewat uang harian, uang saku, uang transportasi, uang representasi, penginapan dan sejenisnya.
ADVERTISEMENT
Kebiasaan ini menjadi "ritual birokrasi" yang sulit hilang. Kemajuan teknologi internet dan digitalisasi tidak dimanfaatkan sepenuhnya. Banyak kegiatan sejatinya cukup dengan surel, berkirim pesan lewat platform digital atau dengan rapat daring yang jauh lebih murah.
Mental dan kebiasaan ritual dan seremoni yang dilakukan ini menghambat kemajuan atau meningkatnya derajat kualitas pelayanan dan penyelenggaran pembangunan. Semestinya kita dapat lebih memprioritaskan untuk hal-hal yang mendasar seperti mengatasi kemiskinan dan kesenjangan, memajukan kualitas pendidikan dan meningkatkan layanan kesehatan.
Kebiasaaan ritual seremoni macam ini tentu saja tidak selaras dengan jiwa Mikraj. Soal jiwa Mikraj ini, menarik pesan Presiden Sukarno dalam suatu peringatan Isra Mikraj.
"Jikalau kita bangsa Indonesia ini kekal, kuat, nomor satu kita harus selalu punya jiwa ingin mikraj, ingin mikraj, ingin mikraj"
ADVERTISEMENT
Jiwa mikraj yang yang dimaksud oleh Sukarno dalam buku Ensiklopedia Keislaman Bung Karno (Rahmat Sahid, 2018) adalah dalam konteks bernegara dan berbangsa kita harus mempunyai kekuatan batin untuk memperjuangkan bangsa agar naik atau mikraj menuju bangsa yang berkualitas dan berbudaya.
Jadi, untuk naik derajat atau kualitas kita perlu mengambil api semangat "perjalanan dinas" yang diperintahkan oleh Tuhan kepada Nabi. Perjalanan yang hanya terjadi satu kali dan eksklusif menjadi mukjizat yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW, manusia terpilih.
Tak Berhenti di Salat
Isra Mikraj diartikan sebagai perjalanan malam Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram di ke Masjidil Aqsa dan kemudian naik ke Sidraratul Muntaha. Perjalanan dari Makkah ke Palestina yang dalam hitungan manusia memakan waktu empat puluh hari lazimnya dengan naik unta pada masa itu hanya ditempuh dalam Nabi sebagai manusia pilihan telah karuniai mukjizat mencapai suatu kebijakan yang tertinggi dan tak dapat dicapai manusia lain. Makna lain dari pohon Sidrah adakah suasana rindang atau keteduhan. Dengan perjalanan Isra Mikraj, Nabi telah mencapai ketenangan, kedamaian dan kemantapan.
ADVERTISEMENT
Lewat perjalanan agung ini, Nabi mencapai wisdom dan keyakinan (haqqul yaqin) utuk melanjutkan perjuangan memimpin dan membina dan mendampingi umat. Beliau pulang membawa "oleh-oleh" berupa perintah salat lima waktu. Ibadah ritual yang diawali dengan takbir untuk mengagungkan Tuhan dan diakhiri dengan salam sembari menengok ke kanan dan ke kiri.
Ritual salat ini tak cukup jika para pelakunya tidak melanjutkan tugas untuk menebar kebaikan dan kesejahteraan. Menengok masalah-masalah horizontal yang ada di sekitar kita dan mengatasinya.
Meskipun derajat tertinggi melekat pada dirinya, namun setelah perjalanan Isra Mikraj, Nabi tetap rendah hati. Tuhan memberi perintah kepada manusia untuk berdoa kepada Tuhan. Sebab, sia-sia usaha manusia tanpa intervensi dan bantuan Tuhan.
ADVERTISEMENT
Kata "ingin mikraj" yang dikatakan Sukarno dalam konteks berbangsa dan bernegara adalah jiwa yang kuat untuk melakukan perjalanan dalam rangka menaikkan kualitas kesejahteraan dan kebudayaan bangsa. Dengan demikian dalam konteks hari ini, maka upaya menaikkan derajat ini akan jalan di tempat apabila ada pembiaran korupsi, kecurangan, pemborosan termasuk yang dijalankan dengan praktik seremonial dan ritual birokrasi yang melenceng dari tujuan perjalanan.
Lewat hikmah jiwa Mikraj ini, masing-masing pribadi di antara kita perlu introspeksi apakah langkah kaki kita sudah diterangi dengan semangat untuk lebih baik. Tentu di antara kita lebih banyak yang sepanjang hidupnya tidak melakukan pernjalanan dinas yang sebagai perjalanan tugas yang dibiayai negara. Namun, setiap orang punya "perjalanan dinas"-nya masing-masing. Pergi kantor, ke toko, ke sawah, keliling menjajakan dagangan, mengajar di sekolah, ke pasar dan sebagainya pada hakikatnya adalah "dinas" atau tugas.
ADVERTISEMENT
Sejak dilahirkan manusia mendapatkan hakikatnya mendapat tugas untuk menempuh perjalanan beramal saleh. Lepas berapa lama perjalanan hidup yang ditempuh kita perlu jiwa mikraj untuk terus tumbuh dan meningkatkan kualitas kehidupan masing-masing.
Semoga hari Isra Mikraj bukan sekadar tanggal merah dalam deretan hari-hari kita. Bukan sekadar gift yang menyediakan kita kesempatan jalan-jalan atau liburan.
Mari bersama introspeksi untuk memetik buah tangan: jiwa mikraj. Inilah oleh-oleh spiritualitas dalam merayakan Isra Mikraj untuk kemudian melanjutkan "perjalanan dinas" kita sesuai peran masing-masing. Tidak lupa memohon rahmat kepada Tuhan. Bukankah hidup di dunia cuma numpang lewat? Iman kita mempercayai ada tujuan akhir untuk mempertanggungjawabkan perjalanan kita kepada Tuhan.