Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Ibu, Alasan Saya Bertahan
23 Desember 2021 13:27 WIB
Tulisan dari Mamun Nawawi A tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Melalui tulisan ini saya hanya ingin bercerita. Saat ini, bisa dibilang saya sedang ada di titik terendah dalam hidup. Saya kehilangan arah, cemas, dan tak ada gairah.
ADVERTISEMENT
Barangkali yang saya rasakan adalah hal normal untuk semua mahasiswa akhir yang cukup kesulitan menyelesaikan skripsinya, sekalipun skripsi bukanlah satu-satunya faktor yang membuat saya ada di kondisi demikian. Beberapa ada yang bahkan tidak bisa melewati kondisi tersebut, tapi saya yakin saya bisa bertahan dan melewatinya. Adalah orang tua, terutama ibu yang menjadi alasan untuk bertahan.
Ibu adalah segalanya bagi saya. Saya beruntung, sangat beruntung memiliki sosok ibu seperti beliau. Ia begitu sabar, pengertian, dan selalu mengusahakan yang terbaik untuk saya dan saudara-saudara saya. Ia tidak pernah menuntut saya jadi ini atau itu, beliau selalu mendukung saya dalam hal apapun asal hal tersebut baik untuk saya. Ibu adalah tempat ketika saya tak punya pegangan, tangannya selalu tersedia untuk menuntun saya di kala jatuh dan kehilangan arah.
ADVERTISEMENT
Seminggu yang lalu saya menelepon ibu karena kangen, ingin tahu kabar, dan ingin bercerita. Saya agak cukup lama di perantauan, tak seperti biasanya, alasannya karena saya tak cukup punya keberanian untuk pulang sebelum membawa kabar kelulusan atau setidaknya kepastian tanggal sidang skripsi. Saya takut jika harus melihat kekecewaan tergambar di garis wajahnya yang sudah mulai jelas itu.
Saya menelepon sembari menguatkan diri supaya tidak gemetar, saya menceritakan kabar, dan sejauh mana pengerjaan skripsi saya. Meminta maaf sebenarnya jadi inti saya menelepon beliau, karena saya kemungkinan besar akan menambah semester, dan akan tetap menjadi beban keluarga selama beberapa waktu, lagi.
Saya hanya mengharapkan pengertian beliau, karena untuk biaya akan saya usahakan sendiri. Tak saya sangka jawaban beliau begitu melegakan dan bahkan menjadi obat untuk saya yang kehilangan arah ini. soal kondisi perkuliahan tersebut, beliau menerima dan bilang tidak apa-apa, mungkin belum rezekinya. Ia juga berpesan kepada saya untuk tetap sabar dan sabar, bahkan menyuruh saya untuk fokus dan tak memikirkan biaya, padahal kami bukan orang yang berada.
ADVERTISEMENT
Selesai menelepon, seakan ada energi yang masuk ke dalam tubuh, semangat hidup saya kembali muncul. Dengan pesan serta do’a beliau, saya akan dengan sabar menyelesaikan apa yang sudah saya mulai, dan melanjutkan hidup dengan sebaik-baiknya.
Secepatnya saya harus memberi kabar baik untuk beliau, kemudian membahagiakannya. Saya ingin di usianya yang mulai senja, hidupnya manis dan bahagia. Kali ini saya hanya harus berlomba dengan waktu, saya tidak peduli, untuk ibu akan saya lakukan apapun.
Selamat Hari Ibu.