Kronologi Meninggalnya Melody, Anak Asal Sulut Akibat Gagal Ginjal di Bulan Juli

Konten Media Partner
23 Oktober 2022 5:07 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Orang tua Melody, anak asal Minahasa, Sulawesi Utara yang meninggal akibat gagal ginjal akut, berada di pekuburan anaknya. (foto: istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Orang tua Melody, anak asal Minahasa, Sulawesi Utara yang meninggal akibat gagal ginjal akut, berada di pekuburan anaknya. (foto: istimewa)
ADVERTISEMENT
MANADO - Melody, seorang balita usia 2 tahun 7 bulan meninggal dunia karena gagal ginjal akut pada bulan Juli 2022, atau sebelum kasus terkait gangguan ginjal misterius pada anak di Indonesia mencuat ke permukaan.
ADVERTISEMENT
Melody yang awalnya sakit demam kemudian diberikan obat sirop penurun panas, hanya dalam waktu tak lebih dari dua pekan kemudian dinyatakan gagal ginjal akut, sebelum akhirnya meninggal dunia pada tanggal 31 Juli 2022.
Kronologi meninggalnya Melody ini kemudian ceritanya dibagikan oleh Curie Mamonto Loho, ibu kandung Melody.
Diceritakan Curie, semua berawal ketika anak perempuannya Melody terkena demam pada Selasa (19/7). Karena memiliki dokter keluarga, Curie bersama suaminya kemudian berkonsultasi via whatsapp dengan dokter tersebut.
Oleh dokter dianjurkan minum paracetamol yang memang merupakan obat yang sering dianjurkan untuk diminum ketika demam. Karena Melody masih balita, paracetamol yang dibeli dari apotek adalah berbentuk obat sirop.
Menurut Curie, mereka membeli sendiri obat tersebut di apotek tanpa resep dari dokter karena memang dijual bebas. Curie mengaku dirinya lupa dengan merk dari obat sirop yang dibelinya waktu itu.
ADVERTISEMENT
Diceritakannya, saat diberikan obat sirop paracetamol itu, demam Melody turun. Namun, sejam kemudian demam terjadi lagi. Selama dua hari, kondisi tersebut seperti itu, di mana selepas diminumkan obat, demam turun tapi kemudian sejam kemudian muncul lagi. Pada waktu itu, obat sirop diberikan 3 kali sehari.
"Karena kondisinya seperti itu, kembali kami hubungi dokter pada tanggal 21 Juli. Dokter sarankan untuk meminumkannya (obat) setiap 4 jam. Mungkin disebut secara ekstra. Tapi, demam Melody tetap sama. Cuma sejam sejam turun (demam), kemudian kembali lagi," ujar Curie yang membagikan ceritanya lewat video di facebook.
Setelah dikonsultasikan lagi ke dokter, akhirnya Melody juga disarankan meminum antibiotik selain obat penurun demam paracetamol yang memang sudah dikonsumsinya. Namun, demam Melody tetap tidak turun walaupun telah ada penambahan antibiotik yang diminum dua kali sehari.
ADVERTISEMENT
Senin (25/7), atau tiga hari setelah anti biotik diberikan, demam Melody hilang. Diceritakan Curie, Melody sudah mulai mau bermain seperti biasanya. Tapi, ada perbedaan yang terjadi dari Melody, yakni dirinya menjadi malas makan, walaupun minum air tetap baik.
Baru satu hari sembuh, Selasa (26/7) dini hari, tiba-tiba Melody mulai demam lagi, di mana ditandai dengan kaki dan tangan Melody sangat dingin. Obat sirop paracetamol kembali diberikan.
Pagi harinya, Melody yang biasanya bangun tidur sendiri, kini justru harus dibangunkan. Melody menjadi malas bergerak. Pagi itu, Melody malas makan walaupun masih suka minum air putih.
"Saya dan suami berpikir ini sudah tidak biasanya karena sudah agak lama. Kami bawa ke UGD rumah sakit terdekat di daerah kami (Minahasa). Di sana Melodi diperiksa. Jadi diambil darah, jangan-jangan demam berdarah atau malaria," kata Curie.
ADVERTISEMENT
Menurut Curie, hasil dari cek darah Melody, sel darah putih 11 ribuan dan ada gejala paratypoid. Tapi, menurut dokter tidak apa-apa karena tidak terlalu berbahaya. Dokter kemudian memberikan tawaran jika Melody bisa pulang dan dirawat di rumah.
Namun, oleh keluarga tidak pulang, dengan pertimbangan agar supaya lebih aman menginap di rumah sakit untuk observasi. Pihak rumah sakit kemudian mewajibkan untuk diinfus.
"Tanggal 26 dan 27 Juli, Melody diinfus dan diberikan obat oral. Ada anti mual, dan sempat demam lagi. Minum parasetamol hilang, kemudian efeknya demam lagi. Antibiotik kemudian diganti. Masih tidak mau makan," ujar Curie.
Lanjut dijelaskan, Melody kemudian disuntik Ranitidin dan Antibiotik. Pada hari Kamis (28/7), Melody sempat buang air besar. Tapi, karena menggunakan popok, mereka tidak tahu apakah Melody juga kencing. Tapi, sejak malam Melody tidak kencing sama sekali.
ADVERTISEMENT
"Jumat 29 Juli 2022, dokter visit terus menanyakan kenapa dia tidak mau makan. Banyak perawat yang mengatakan tidak mau makan itu tidak apa-apa. dan dokter waktu itu sarankan untuk makan es krim," ujar Curie.
"Saat itu, Melody mau memakan eskrim hingga habis. Kami merasa lega karena sudah mau makan."
Sementara itu, menurut Curie, saat itu tubuh Melody sudah memperlihatkan tanda-tanda mengalami pembengkakan. Dari awalnya yang hanya di tempat infus, kini sudah semua tubuh bengkak.
Di tanggal itu juga, Melody kemudian diambil darah untuk diperiksa ginjalnya. Saat pengambilan darah, karena dalam keadaan bengkak, jadi agak kesusahan. Dari siang sampai mau sore, para perawat coba terus untuk ambil darah.
Menurut Curie, para perawat tersebut terlihat kurang cakap dalam mengambil darah sehingga anaknya harus ditusuk 7 sampai 8 kali di masing-masing kaki dan tangan. Nanti sudah begitu lama dan begitu banyak tusukan baru kemudian orang laboratorium turun langsung dan memarahi para perawat tersebut.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, karena darah yang bisa diambil hanya sedikit, untuk pemeriksaan ginjal tak bisa dilakukan. Menurut orang laboratorium, hasil pemeriksaan darah semua bagus, tapi ketika akan dicek untuk penyakit ginjal tak bisa dilakukan karena darahnya tinggal sedikit.
Setelah itu, akhirnya Melody diminta untuk dirujuk ke rumah sakit di Manado. Waktu itu menurut Curie, dia meminta untuk ke rumah sakit Siloam. Namun, karena pertimbangan di rumah sakit itu tidak ada dokter ginjal, akhirnya dirujuk ke RSUP Prof RD Kandouw di Malalayang.
"Rujuk ke RS Malalayang. Tiap lewat gundukan, Melody terbangun dan minta dipeluk. Sampai di Malalayang sudah Jam 1 subuh tanggal 30 Juli," kata Curie.
Curie menjelaskan, sejak tanggal 29 Juli, Melody sudah tidak kencing. Bahkan, ketika akhirnya dipasangkan kateter, cairan kencing tak juga ke luar. Untuk itu, ketika sesampainya di UGD RSUP Prof RD Kandouw langsung diberikan cairan ureutik.
ADVERTISEMENT
"Cuma tetap kencing tidak ke luar," kata Curie.
Lanjut, ketika diperiksa, hasil Ureum yang normalnya di 50 sudah ada di angka 182. Kreatinin Melody yang harusnya pada anak-anak di angka 0,5 sudah 8,4.
"Walaupun dokter tidak bilang langsung, tapi kami tahu itu gagal ginjal," kata Curie.
Akhirnya menurut Curie, dokter menganjurkan Melody untuk cuci darah. Tapi, belum lama, dokter kembali lagi dan menyatakan jika Melody ternyata tak bisa cuci darah, karena berat badan tidak cukup 25 kilo.
"Melodi hanya 16,5 kilo. Melody sendiri naik tiga kilo karena cairan tidak terbuang," ujar Curie.
Masa-masa kritis Melody pun terjadi. Saat di ruang PICU, mata Melody terbuka terus. Para dokter kemudian menawarkan pasang ventilator, termasuk akan melakukan tindakan lain, karena kondisi Melody yang terus mengalami penurunan.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, Curie mengaku melakukan perundingan dengan suami tentang kondisi Melody. Curie menyebutkan jika suami dan dirinya akhirnya setuju jika mereka tidak akan pakai alat lagi untuk membuat Melody bertahan hidup. Dikatakan Curie, sebaiknya Melody meninggal secara normal.
"Jam 7.45 hari Minggu 31 Juli Melody meninggal. Melody hanya empat hari di rumah sakit awal, dan dua hari di rumah sakit rujukan. hanya 6 hari di rumah sakit meninggal," ujar Curie kembali.
manadobacirita