Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Puan Maharani Disorot Jaringan Masyarakat Sipil Terkait RUU Pelindungan PRT
23 Juli 2024 17:11 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Hal ini dikarenakan proses pengesahan itu ternyata masih terus tertahan di meja Ketua DPR RI, Puan Maharani . Hal ini mengundang banyak sorotan, terutama dari Jaringan Masyarakat Sipil untuk Kebijakan Adil Gender.
Dalam rilisnya, mereka mempertanyakan keberpihakan Puan terhadap orang. Padahal, keberpihakan tersebut harusnya sejalan dengan ajaran Presiden RI-1 Soekarno dalam bukunya yang berjudul “Sarinah”, yang menyerukan kepada masyarakat untuk menghormati orang kecil.
Soekarno kerap mengenang sosok Sarinah, pengasuhnya di masa kecil yang memberinya kasih sayang dan mengajarkan untuk mencintai orang kecil. Pentingnya peran PRT tergambar jelas dari cerita Soekarno dan Sarinah. Sebagai bentuk rasa terima kasih Soekarno kepada Sarinah, nama Sarinah dijadikan sebagai judul salah satu bukunya dan nama pusat perbelanjaan di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat.
ADVERTISEMENT
“Tentang RUU PPRT yang mandek selama 20 tahun di DPR dan belum juga dibahas-bahas, ini adalah tentang moral anggota DPR. Mba Puan Maharani pasti punya PRT. Apakah mba Puan mempunyai keberpihakan dan kepedulian terhadap PRT-nya? Kami ingin menanyakannya. Sebenarnya mereka dipilih untuk mewakili kepentingan rakyat, dan PRT adalah rakyat itu sendiri. Jika Mba Puan dan anggota DPR masih mempunyai kepedulian terhadap rakyat, ya jangan sandera RUU PPRT. Segera bahas dan sahkan. Karena tidak ada alasan untuk terus menunda-nunda,” ujar Jumisih dari Jala PRT
Menurut Jumisih, isu pelindungan PRT merupakan isu yang sangat mendesak karena PRT merupakan kelompok yang rentan terhadap eksploitasi, diskriminasi, kekerasan dan perbudakan modern. Hal ini terjadi karena PRT belum mendapatkan pengakuan dari negara sebagai pekerja sehingga PRT tidak dapat menikmati hak-hak dan memperoleh perlindungan.
ADVERTISEMENT
"Para PRT di Indonesia yang mayoritasnya adalah perempuan hingga saat ini masih bekerja pada situasi kerja yang tidak layak, di antaranya adalah sebagian besar PRT di Indonesia bekerja selama 16 jam/hari," ujarnya.
Jala PRT mencatat, dalam kurun waktu 2017-2022 ada sekitar 3.635 kasus multi kekerasan yang berakibat fatal terhadap PRT, 2.031 kekerasan fisik dan psikis, serta 1.609 kasus kekerasan ekonomi.
Kekerasan-kekerasan yang terjadi pada para PRT tersebut diakibatkan karena tidak adanya RUU PPRT yang diharapkan menjadi payung hukum untuk perlindungan PRT.
Sementara, Afrintina dari Perkumpulan Damar, menyebutkan jika diskriminasi dan kekerasan terhadap pekerja rumah tangga masih banyak terjadi.
"Satu korban terlalu banyak, jangan menunggu korban-korban berjatuhan baru merasa penting untuk dibuat aturan," katanya.
ADVERTISEMENT
Untuk itu menurutnya diperlukan segera aturan untuk pelindungan dan jaminan bagi pemenuhan hak-hak dasar PRT, kesejahteraan, serta pendidikan dan pelatihan kerja bagi mereka.
"Termasuk terhadap pemberi kerja untuk keseimbangan hak dan kewajiban dalam hubungan kerja antara PRT dengan pemberi kerja," katanya.
Jaringan Masyarakat Sipil untuk Kebijakan Adil Gender yang merupakan gabungan dari berbagai organisasi dan daerah di Indonesia, kemudian mengeluarkan beberapa rekomendasi sebagai berikut :
Mendesak kepada Ketua DPR RI Puan Maharani untuk tidak menahan RUU PPRT dan segera mengesahkan RUU PPRT dalam masa kerja DPR RI periode 2019-2024;
Mengajak semua jaringan elemen masyarakat sipil untuk terlibat dalam Aksi mendorong disahkannya RUU PPRT pada tanggal 15 Agustus 2024.
manadobacirita