Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Stimulasi Tumbuh Kembang Anak melalui Permainan, Apakah Bisa?
29 Januari 2024 18:45 WIB
Tulisan dari Manda Eka Azaria tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ketika mendengar kata "anak-anak" tentu tidak lepas dari kata "bermain" kan? Hal tersebut merupakan hal yang wajar, lho! Mukhlis & Mbelo (2021) bermain merupakan karakteristik penting dari perilaku anak-anak. Bermain adalah kegiatan yang termotivasi secara intrinsik, memerlukan keterlibatan aktif, dan menghasilkan penemuan yang menyenangkan (Yogman, Hutchinson, Hirsh-Pasek, & Golinkoff, 2018). Bermain bersifat spontan, sukarela, menyenangkan, dan seringkali tidak memiliki tujuan yang jelas. Ciri khas dari bermain adalah hiburan, bahagia, dan bergembira. Interaksi yang menghibur merupakan stimulan berbagai bidang perkembangan anak.
ADVERTISEMENT
Bermain menjadi salah satu tugas perkembangan pada masa kanak-kanak awal (anak usia dini) karena pada setiap permainan terkandung aspek-aspek perkembangan anak. Piaget dan Vygotsky mengatakan bahwa permainan dapat menstimulasi perkembangan kognitif anak. Selain itu, Erikson dan Elkind menyatakan bahwa bermain dapat mengasah perkembangan psikososial anak. Bermain mampu menciptakan imajinatif realitas pribadi, mengandung unsur khayalan, dan bersifat nonliteral.
Anak-anak mempelajari keterampilan yang berbeda-beda melalui beragam permainan. Ayah dan Bunda, tahu gak, sih? Permainan dibagi menjadi beberapa kategori, lho! Ada permainan objek; permainan fisik, lokomotor, dan rough-and-tumble play; permainan outdoor; permainan sosial; bermain peran (role-play).
Permainan objek terjadi ketika anak mengeksplorasi suatu objek dan mempelajari sifat-sifat objek tersebut. Permainan objek berkembang dari eksplorasi sensorimotor awal hingga penggunaan objek simbolik untuk berkomunikasi maupun berpikir abstrak, contohnya ketika anak menjadikan sapu sebagai sepeda motor atau pisang sebagai telepon.
ADVERTISEMENT
Melalui rough-and-tumble play, anak-anak dapat memahami kompetisi dan belajar menerima kekalahan dengan hati lapang atau merayakan kemenangan. Rough-and-tumble play memungkinkan anak-anak untuk mengambil risiko dalam lingkungan yang relatif aman yang mendorong anak untuk memperoleh keterampilan yang dibutuhkan dalam komunikasi, negosiasi, dan keseimbangan emosional serta mendorong perkembangan kecerdasan emosi anak. Selain itu, permainan jenis ini membuat anak belajar berani mengambil risiko dan mendorong pengembangan empati karena anak-anak dibimbing untuk tidak merugikan orang lain.
Lalu, permainan fisik dan lokomotor menstimulasi keterampilan motorik dasar pada anak. Biasanya permainan fisik dan lokomotor dilaksanakan di luar rumah bersama banyak orang. Permainan lokomotor akan membiasakan anak mengoordinasikan kemampuan-kemampuan lokomotornya, seperti melompat, berjalan, berlari, memanjat, dan sebagainya. Contohnya permainan egrang, engklek, balap karung, sepak bola, dan lain-lain. Pengembangan keterampilan motorik dasar atau lokomotor pada masa kanak-kanak awal terbilang sangat penting karena dapat mempromosikan gaya hidup aktif dan sehat serta sebagai langkah pencegahan obesitas karena anak-anak dipaksa bergerak.
ADVERTISEMENT
Permainan outdoor yang membuat anak bermain di luar ruangan mampu meningkatkan keterampilan integrasi sensorik anak. Permainan outdoor melibatkan anak-anak sebagai peserta aktif dan membahas domain motorik, kognitif, sosial, dan linguistik. Permainan outdoor juga mengenalkan anak dengan alam karena anak berinteraksi langsung dengan banyak orang dan bermain di alam. Dengan begitu, anak dapat meningkatkan rasa bersyukurnya atas kekayaan alam yang Tuhan ciptakan. Permainan tradisional lebih banyak melibatkan anak bermain di luar ruangan, dengan begitu anak lebih mudah bergerak bebas dan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.
Sementara itu, permainan sosial membuat anak bermain dengan anak-anak lain. Hal tersebut memungkinkan anak untuk menegosiasikan aturan dan belajar bekerja sama. Kemudian, bermain dengan orang dewasa sering melibatkan perancah, seperti saat orang dewasa membuat teka-teki untuk membantu anak menghasilkan sebuah karya melalui daya pikirnya masing-masing. Selain itu, bermain peran (role-play), berdandan, berpura-pura, dan permainan imajiner lainnya juga mendorong perkembangan bahasa anak. Guru dan orang tua dapat memfasilitasi anak dalam mengidentifikasi dan mengenali emosi mereka dalam konteks belajar yang sesuai dengan tingkat perkembangan emosional mereka saat ini (Colliver & Veraksa, 2021). Anak-anak mampu menggunakan bahasa yang lebih luas dalam berkomunikasi dengan teman bermainnya dan mengembangkan skenario umum yang terikat aturan. Misalnya, bermain peran sebagai guru dan siswa, ibu dan anak, dsb.
ADVERTISEMENT
Menurut Vygotsky, pembelajaran yang paling efisien terjadi dalam konteks sosial, yakni ketika pembelajaran dirangkai oleh guru ke dalam konteks bermakna yang melibatkan anak-anak secara aktif dan belajar dari pengalaman sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Kangas, Harju-Luukkainen, Brotherus, Gearon, & Kuusisto (2022) menunjukkan bahwa bermain dalam pendidikan anak usia dini adalah semacam induksi ke jalur sosial bagi seorang anak.
Ternyata, bermain memiliki efek langsung dan tidak langsung pada struktur dan fungsi otak, lho, Ayah dan Bunda. Bermain menyebabkan perubahan pada tingkat molekuler (epigenetik), seluler (konektivitas saraf), dan perilaku (keterampilan fungsi sosioemosi dan eksekutif) yang mendorong pembelajaran dan perilaku adaptif pun prososial. Bermain dapat meningkatkan rasa ingin tahu anak yang memfasilitasi ingatan dan pembelajaran. Anak-anak yang aktif bermain selama satu jam per hari lebih mampu berpikir kreatif dan multitasking. Keren sekali 'kan?
ADVERTISEMENT
Bermain dengan mainan tradisional juga dapat meningkatan kualitas dan kuantitas bahasa dibandingkan dengan bermain mainan elektronik atau game online. Bermain mampu mengurangi stres, kelelahan, cedera, dan depresi serta meningkatkan rentang gerak, ketangkasan, koordinasi, keseimbangan, dan fleksibilitas. Biasanya, anak-anak akan lebih rileks dan memperhatikan pembelajaran di kelas setelah bermain saat jam istirahat. Jadi, jika di sekolah anak-anak senang bermain, tidak perlu dimarahi dulu, ya, Ayah dan Bunda!
Bermain pun mencerminkan dan mentransmisikan nilai-nilai budaya melalui permainan tradisional. Dalam hal ini, permainan berfungsi sebagai mediator dalam mempelajari nilai-nilai budaya, standar budaya, dan praktik perilaku yang diharapkan masyarakat (Maccoby, 1998 dalam Mukhlis & Mbelo, 2021). Beberapa penelitian membuktikan bahwa permainan tradisional berperan dalam perkembangan sosial emosional anak. Penelitian yang dilakukan oleh Mukhlis & Mbelo (2021) menggunakan lima aspek utama dalam pembelajaran sosial emosional Collaborative for Academic Social and Emotional Learning (CASEL), yaitu pengenalan diri (self-awareness), manajemen diri (self-management), pengenalan sosial (social-awareness), keterampilan membangun hubungan (relationship skill), dan pengambilan keputusan yang bertanggungjawab (responsible decition-making). Jadi, permainan tradisional dapat menstimulasi perkembangan sosioemosi anak dengan memahami dan mengelola emosi, menetapkan dan mencapai tujuan positif, merasakan dan menunjukkan empati untuk orang lain, membangun dan memelihara hubungan positif, dan membuat keputusan yang bertanggung jawab.
ADVERTISEMENT
Ketika anak terkena stres, Ayah dan Bunda dapat mengajaknya bermain sebab bermain membantu anak mengatasi stres. Ketika anak berusia tiga hingga empat tahun memiliki rasa cemas memasuki PAUD, mereka secara acak ditugaskan untuk bermain dengan mainan atau teman sebayanya selama 15 menit dibandingkan dengan mendengarkan guru membacakan cerita. Hasilnya adalah kelompok bermain menunjukkan penurunan kecemasan dua kali lipat setelah intervensi (Yogman, Hutchinson, Hirsh-Pasek, & Golinkoff, 2018). Dengan bermain, tingkat kebahagiaan anak akan meningkat dan menjalani kehidupan dengan penuh suka cita.
Di samping itu, Karl Scherler, seorang pendidik di Jerman, menyatakan terdapat enam fungsi pengembangan dari kompetensi melalui bermain. Pertama adalah fungsi adaptif. Fungsi adaptif berisi penyesuaian biologis anak, pengembangan kekuatan, stamina, kecepatan, dan kelenturan. Kedua, fungsi ekspresif. Fungsi ekspresif membangkitkan emosi, seperti ketegangan, rasa ingin tahu, kemarahan, kebencian, kesenangan, kegembiraan, dan gangguan. Kemudian, fungsi eksploratif. Anak dapat belajar cara membedakan tinggi, rendah, kecil, besar, sebelum, belakang, lembut, keras, peran sosial, dan cara kerja orang dewasa. Fungsi produktif membuat anak mempelajari cara membuat sesuatu dan cara mengubahnya. Fungsi komunikatif membuat anak belajar cara berperilaku dan berhubungan dengan orang lain, bekerja sama, menerima aturan, melindungi yang lemah, berempati, dan berhubungan dengan sudut pandang orang lain. Terakhir adalah fungsi komparatif. Anak belajar mengukur kekuatan seseorang terhadap orang lain, untuk menang, serta kehilangan.
ADVERTISEMENT
Manfaat bermain pada perkembangan kognitif anak dapat dilihat dari dua hal, yaitu eksplorasi dan perbendaharaan kata serta konsep ruang (Suminar, 2019). Permainan dapat mengasah anak untuk bereksplorasi karena ketika anak memegang mainan, mereka akan melakukan berbagai percobaan. Daya kreativitasnya pun akan meningkat seiring meningkatnya imajinasi anak. Selain itu, perbendaharaan kata anak meningkat ketika mereka bermain. Misalnya, mereka bermain dengan teman-temannya yang memiliki mainan baru dan belum pernah ia ketahui nama dan fungsunya. Lalu, mereka akan mendapatkan informasi dan kosa kata baru. Selain itu, proses berpikir dan transformasi diidentifikasi oleh Guilford sebagai hal yang penting dalam pemecahan masalah yang kreatif turut terstimulasi akibat permainan.
Hayo, apakah Ayah dan Bunda masih melarang anak untuk bermain? Pasti Ayah dan Bunda khawatir anak menjadi lalai terhadap waktu istirahat, terluka, baju menjadi kotor, atau melakukan hal-hal membahayakan. Namun, Ayah dan Bunda tidak perlu khawatir jika dalam proses bermain, anak-anak didampingi oleh orang dewasa.
ADVERTISEMENT
Bermain bukan hanya tentang bersenang-senang, namun tentang mengambil risiko, bereksperimen, memecahkan masalah, dan belajar mengenal diri sendiri. Dengan bermain, anak pun dapat meningkatkan perilaku prososialnya. Maka dari itu, yuk dukung tumbuh kembang anak melalui bermain!