Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Wacana Pengembangan Tenaga Nuklir
4 November 2017 23:48 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:19 WIB
Tulisan dari Manik Sukoco tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir. (Foto: Wikimedia Commons)
Wacana mengenai pengembangan energi nuklir tidak pernah mati. Tahun berganti tahun, wacana ini tetap saja muncul walau sudah ditentang oleh para pegiat lingkungan.
ADVERTISEMENT
Jumat (3/10), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menggelar pertemuan dengan para pegiat nuklir . Dalam pertemuan tersebut, pemerintah membahas wacana pemanfaatan tenaga nuklir untuk kelistrikan karena Indonesia dianggap berpotensi mengembangkan PLTN.
Dalam pertemuan itu disampaikan bahwa untuk membangun PLTN, pemerintah perlu menyiapkan sumber energi seperti uranium dan thorium. Namun, bahan baku nuklir harus diimpor karena saat ini, ketersediaannya di dalam negeri tidaklah mencukupi.
Teknologi yang dimiliki Indonesia juga belum memadai untuk membangun PLTN. Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) memperkirakan bahwa untuk membuat teknologi yang layak, dibutuhkan waktu hingga 10 tahun.
Wacana pengembangan energi nuklir di Indonesia selalu memicu perdebatan antara pihak yang pro dan kontra. Perbedaan pandangan ini telah berlangsung selama bertahun-tahun.
ADVERTISEMENT
Pertanyaan mendasar yang timbul dari perdebatan seputar pengembangan nuklir adalah, apakah nuklir merupakan opsi terbaik untuk memenuhi kebutuhan energi di Indonesia?
Ditinjau dari tren pengembangan energi, penyebaran energi terbarukan (renewable energy) berkembang sangat pesat. Sementara produksi tenaga nuklir (kecuali di Cina) mengalami penyusutan.
Pada tahun 2015, instalasi energi angin dan energi matahari mengalami kenaikan drastis bahkan mencetak rekor baru; total terdapat 77% instalasi energi terbarukan di seluruh dunia. Sebagai perbandingan, output nuklir hanya tumbuh sebesar 1,3% , dan angka tersebut hampir seluruhnya merupakan sumbangan dari instalasi tenaga nuklir di Cina.
Ditinjau dari sisi biaya, energi terbarukan semakin terjangkau harganya, terlebih jik dilakukan melalui mekanisme lelang. Sementara pembangkit listrik tenaga nuklir memerlukan biaya yang sangat mahal dalam proses pembangunannya.
ADVERTISEMENT
Menurut Laporan Status Industri Nuklir Dunia , "Di Jerman, operator E.ON menutup salah satu reaktornya enam bulan lebih awal dari yang dipersyaratkan oleh undang-undang. Sedangkan di Swedia, terjadi penutupan lebih awal setidaknya empat unit reaktor yang telah dikonfirmasi karena pendapatan yang lebih rendah dari perkiraan dari penjualan listrik dan kebutuhan investasi yang lebih tinggi. Bahkan di pasar berkembang seperti India, setidaknya dua unit reaktor direncanakan untuk ditutup lebih awal karena mereka mengalami kerugian."
Ditinjau dari sisi dampaknya terhadap lingkungan dan kesehatan, PLTN dengan daya 1000 mega watt menghasilkan 30 ton limbah radioaktif tiap tahun. Limbah radioaktif yang dimaksud disini adalah plutonium, iodine, strontium, dan limbah radioaktif lainnya.
ADVERTISEMENT
Sementara efek dari limbah iodine tidak kalah menakutkan. Iodine yang jatuh di permukaan tanah akan terserap oleh tumbuhan dan tanaman yang nantinya bisa membahayakan manusia. Iodine juga bisa masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan.
Adapun limbah strontium , dimungkinkan terserap oleh tumbuhan dan hewan . Apabila hewan atau tumbuhan yang sudah terpapar strontium kemudian dikonsumsi manusia, maka kita terancam mengalami penyakit kanker tulang .
Lalu dalam proses penambangan uranium, polusi radioaktif juga kerap terjadi. Setengah dari penambang di Amerika Serikat mati karena kanker paru-paru akibat terpapar radiasi radon yang sangat kuat. Jutaan ton lumpur radioaktif juga mencemari daerah penambangan uranium, menyebar ke daerah-daerah lainnya lewat atmosfer.
ADVERTISEMENT
Tidak cukup sampai disitu, dalam proses pencacahan uranium menjadi yellowcake , limbah hasil tambang berupa thorium juga diemisikan ke lingkungan sekitar pabrik.
Thorium memiliki daya radioaktif yang sangat kuat, dan terus-menerus memancarkan radiasi sinar alfa dan gamma. Oleh karena itu, pengembangan energi nuklir sangatlah beresiko bagi kesehatan maupun kelestarian ekosistem.
Ditinjau dari biaya lingkungan, biaya untuk membereskan kecelakaan nuklir sangatlah besar. Lima tahun setelah bencana Fukushima, pembayar pajak harus menggelontorkan dana sejumlah $ 40 miliar (¥ 4,2 triliun), tanpa akhir yang terlihat.
Mengingat besarnya biaya kecelakaan, terlalu sering pemerintah nasional membatasi tanggung jawab operator, sehingga pembayar pajak akan membayar tagihannya. Untuk jumlah uang sebesar itu, Jepang bisa meningkatkan kapasitas tenaga angin nasionalnya, 8 sampai 10 kali lipat.
ADVERTISEMENT
Sampai dengan tahun 2017, total biaya yang telah dikeluarkan untuk membersihkan dampak lingkungan akibat tragedi Fukushima sebesar $ 180 miliar (¥ 20 triliun yen). Karena peristiwa tersebut, lebih dari 150.000 orang harus dievakuasi . Mereka kehilangan hampir segalanya dan tidak mendapatkan kompensasi yang cukup untuk membangun kembali kehidupan mereka.
Dilihat dari segi waktu, dampak yang menghancurkan dari perubahan iklim mengingatkan kita bahwa pengurangan emisi karbon adalah masalah yang sangat mendesak. Pembangunan pembangkit tenaga nuklir yang memakan waktu cukup lama, disertai dengan biaya overruns yang tidak sedikit, membuat wacana pengembangan nuklir ini menjadi kurang relevan.
Peningkatan efisiensi dan penyebaran energi terbarukan adalah cara paling efektif untuk menurunkan emisi dengan cukup cepat dan mencegah bencana iklim global. Perjanjian Paris COP 21 yang telah diadopsi oleh para pemimpin dunia, dipuji sebagai titik balik dalam perang melawan perubahan iklim.
ADVERTISEMENT
Fakta bahwa Perjanjian Paris diberlakukan kurang dari setahun kemudian, merupakan sinyal bahwa dunia akhirnya semakin serius dalam melakukan tindakan nyata untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Tapi perlu diluruskan bahwa pengembangan tenaga nuklir adalah solusi yang salah untuk mengatasi krisis energi.
Pengembangan tenaga nuklir sangatlah beresiko bahkan bisa dibilang berbahaya. Selain itu, proses pembangunan PLTN baru memakan waktu cukup lama dengan biaya yang tidak murah.
Wacana pengembangan tenaga nuklir sebaiknya dihentikan. Kita perlu menimbang banyak hal terkait besar anggaran, lama waktu yang dibutuhkan, manajemen pengelolaan limbah, maupun biaya lingkungan yang ditimbulkan.
Tidak seperti nuklir, yang memakai uranium dan menghasilkan limbah radioaktif (beberapa di antaranya bahkan perlu diisolasi dari lingkungan selama ratusan ribu tahun), energi terbarukan memanfaatkan sumber daya yang tersedia secara bebas.
ADVERTISEMENT
Alih-alih menunggu 10 tahun untuk merencanakan dan membangun satu pabrik nuklir, kita dapat memanfaatkannya untuk membangun ribuan pembangkit tenaga surya dan tenaga angin. Apalagi negara kita memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan energi terbarukan. Semoga saja.