Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Menangkis Tudingan Bom Kampung Melayu Sebagai Rekayasa Pengalihan Isu
28 Mei 2017 3:33 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
ADVERTISEMENT
Ada-ada saja mendengar perbincangan orang-orang yang berprasangka buruk atas peristiwa bom Kampung Melayu, Jakarta Timur yang terjadi pada Rabu (24/5) lalu. Dalam ajaran Islam, hal itu disebut Suudzon.
ADVERTISEMENT
Oknum-oknum itu menyebut bom Kampung Melayu dibuat sebagai rekayasa pengalihan isu. Orang-orang tersebut, sungguh tidak bertanggung jawab, padahal tiga orang polisi menjadi korban, mereka meninggal dunia.Â
Dan mereka saat itu tengah bertugas mengamankan pawai obor. Polisi-polisi yang tewas serta mengalami luka juga berasal dari keluarga muslim.
Sejatinya, atas nama agama dan kemanusiaan, aksi bom dan juga bom bunuh diri di negara yang damai adalah aksi terkutuk.
Dan logikanya, adanya rekayasa isu adalah sebuah tudingan keji.
Divisi Humas Mabes Polri pada Sabtu (27/5), menyebarkan pesan dari Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang menangkis tudingan keji terkait rekayasa itu.
Berikut penjelasan Jenderal Tito, yang disarikan Tim Polri:
Pelaku bom bunuh diri Kampung Melayu adalah jaringan sel Mudiriyah Bandung Raya yang dipimpin Jajang, yang berkaitan langsung dengan jaringan besar Bahrun Naim yang pernah melakukan bom Thamrin.Â
ADVERTISEMENT
Jaringan Bahrun Naim merupakan cabang dari ISIS yang memiliki paham Takfiri yaitu menegakkan ideologi kekhilafahan. Faham Takfiri ini mengajarkan untuk menyerang 2 kelompok yang dianggap kafir yaitu kafir harbi dalam hal ini polisi yang dianggap sebagai kafir yang melakukan penyerangan agresif terhadap mereka,.Â
Polisi dianggap sebagai antek-antek negara kafir karena negara kita dianggap sebagai negara kafir (thaghut) karena berbeda ideologi dengan teroris dan menentang kekhilafahan.Â
Kelompok ke-2 yang mereka sebut kafir dzimmi yang diserang adalah semua muslim yang tidak sepaham dan segolongan dengan mereka, sehingga kalau negara ini mereka kuasai kelompok muslim ini harus dihukum dan membayar denda.Â
Penyerangan terhadap polisi oleh kelompok sel Mudiriyah Bandung Raya sudah dimulai Desember 2016 tapi berhasil digagalkan polisi.Â
ADVERTISEMENT
Bom di Simpang 5 Senin berhasil digagalkan kemudian pelakunya ditangkap ketika bersembunyi di waduk Jatiluhur.Â
Kemudian bom panci yang targetnya Mapolda Jabar dan pos polisi di Taman Pandawa, bom meledak prematur, pelakunya lari ke kantor Kelurahan kemudian dikejar sekelompok anak SMA, dikepung masyarakat dan pelakunya tertembak mati oleh polisi.Â
Waktu itu sudah terdeteksi nama pelaku bom bunuh diri Kampung Melayu dalam jaringan sel ini yaitu Ahmad Sukri dan Iwan. Namun mereka paham sistem komunikasi harus hati-hati untuk menghindari dideteksi polisi sehingga kemudian terjadilah bom bunuh diri Kampung Melayu.Â
Kenapa Kampung Melayu yang jadi target? Karena ada pos polisi, bukan masalah tempatnya tapi targetnya ( calon korban) yang penting polisi yang sedang bertugas yang disebut mereka kafir harbi.Â
ADVERTISEMENT
Tapi polisi punya tugas memberantas teroris dan melindungi masyarakat karena itu polisi yang mati termasuk mati syahid karena berperang dan berjuang di jalan Allah.Â
Ada kelompok masyarakat yang mengatakan polisi kecolongan, tetapi bagi polisi dari 100 rencana teroris, 99 berhasil digagalkan, 1 meledak, itu adalah kemenangan bagi polri.
Tetapi sebaliknya bagi teroris dari 100 rencana mereka, 99 gagal, 1 meledak adalah kemenangan mereka (Teori Adagium). Ketika Densus 88 berhasil melumpuhkan teroris di Tuban, kelompok masyarakat ini akan menganggap itu memang tugas polisi, tetapi ketika terjadi bom, polisi dianggap kecolongan.Â
Kelompok yang tidak paham jaringan teroris ini, berkaitan dengan maraknya trending topik bom naga 9 yang menganggap ini rekayasa polisi. Sutradara Hollywood sehebat apapun tidak akan mampu merekayasa dan membunuh anggota polisi itu sendiri.Â
ADVERTISEMENT
Peristiwa bom Kampung Melayu tidak seheroik bom Thamrin. Ketika terjadi bom Thamrin situasinya heroik, kejadian bisa dilihat kasat mata, ada polisi menembak, ada CCTV sehingga timbul keberanian masyarakat untuk mendukung polisi melawan teroris.Â
Di Kampung Melayu, publik hanya lihat korban setelah kejadian. Kelompok ini juga memiliki pendukung dengan kekuatan network sehingga bisa saja setelah kejadian, mereka melakukan counter dan propaganda untuk membuat ketakutan di masyarakat dan justru menyerang polisi dengan menganggap ini sebagai rekayasa polisi.Â
Perang melawan teroris sesungguhnya adalah bagaimana memenangkan simpati publik yaitu publik tidak mentolerir teroris karena negara kita demokrasi.Â
Sebaliknya publik yang mendukung aksi teroris adalah awal kerawanan suatu negara. Masyarakat yang terkena ideologi Takfiri, tidak ada kaitannya dengan latar belakang pekerjaan, bisa dari golongan bawah sampai atas, tetapi psycology is a matter.Â
ADVERTISEMENT
Dr. Azhari seorang doktor, Osama seorang yang kaya raya bisa terkena ideologi Takfiri. Mahasiswa juga menjadi target melalui face to face contact di kelompok-kelompok pengajian, internet, chatting.Â
Biasanya mahasiswa dengan ciri tidak kritis, pendiam, menekuni science sering berkutat di lab, mudah terkena paham ini karena mudah menyerah, mudah nurut, berbeda dengan mahasiswa di ilmu sosial yang cenderung lebih kritis, belajar dari  aksi bom di depan Kedutaan Australia.Â
Sehubungan dengan hasil survei yang mengatakan ada 10 juta orang Indonesia mendukung ISIS meskipun mayoritas mendukung pemberantasan teroris dan tidak mendukung ISIS, Polri meragukan metodologi survei seperti apa dan dengan pertanyaan seperti apa, apakah termasuk pendukung aktif atau pasif.
Karena ada 4 kelompok : kelompok inti ISIS, kelompok militan bergerak aktif, kelompok supporter termasuk donatur, dan kelompok simpatisan.Â
ADVERTISEMENT
Pemerintah mendesak DPR segera merampungkan Revisi UU Terorisme terhadap UU no.15 tahun 2003 yang pada waktu itu dibuat darurat merespon kasus bom Bali.Â
Karena dalam UU itu belum tercakup pembahasan hukum untuk mengkriminalisasikan perbuatan-perbuatan awal seperti latihan camping di gunung dengan senjata atau pistol kayu, orang Indonesia yang bergabung dengan ISIS di Suriah kemudian kembali lagi ke Indonesia selama ini tidak bisa dikriminalisasikan padahal pahamnya sudah radikal, bergabung dengan organisasi jihad internasional seharusnya juga bisa ditangkap.Â
Dalam memerangi teroris, polisi dihadapkan pada mencari keseimbangan antara National Security dengan Civil Liberty. Indonesia sudah teruji dengan berkali-kali peristiwa bom, tetapi NKRI tetap berdiri dan kita yakin bisa mengalahkan mereka (teroris).
ADVERTISEMENT