Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Reaksi Adanya Komunitas Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender di Thailand
26 Maret 2022 11:14 WIB
Tulisan dari Mareta Enggar Pramesti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Perilaku seksual menyimpang sangat banyak ditemui di setiap bagian negara. Perilaku tersebut sudah menjadi hal yang tabu di Indonesia sendiri. Lain halnya di Thailand, para komunitas LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) membuat aksi-aksi pergerakan dengan membentuk Undang-Undang Gender yang ditujukan kepada pemerintah Thailand guna mempertahankan identitas seksualnya sendiri.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya aksi-aksi tersebut, mengundang banyak reaksi di berbagai kalangan masyarakat di Thailand. Pembahasan ini sangat menarik untuk dikaji alasan yang mendasari reaksi masyarakat Thailand. (Ninpanit, 2020:43-63)
Komunitas LGBT dalam menjalani kehidupan sehari-harinya tidak lepas dari reaksi sosial masyarakat disekitarnya, dimana mereka terkadang masih mendapatkan reaksi negatif berupa diskriminasi dalam aspek kehidupan, baik fisik maupun psikis, dimana mereka sebagai komunitas LGBT dirasa menjadi beban.
1. Reaksi Masyarakat Terhadap Komunitas LGBT
Reaksi dari kelompok masyarakat umum (homogen) yang tinggal di Thailand, memiliki respon yang netral dengan adanya komunitas LGBT. Mereka bisa beradaptasi hidup berdampingan dengan komunitas LGBT. Hal tersebut berarti bahwa mereka menganggap komunitas LGBT memiliki hak yang sama untuk hidup secara bebas sesuai keinginannya masing-masing.
ADVERTISEMENT
Berbeda halnya dengan kelompok homogen, reaksi dari masyarakat religius yang menjunjung ajaran Budhisme sangat menentang adanya komunitas LGBT di Thailand. Mereka menganggap komunitas LGBT sebagai komunitas yang bertolak belakang dengan ajaran Budha yang mengajarkan bahwa manusia hidup dengan kodrat dan takdir masing-masing.
Manusia menikah dengan lawan jenis guna untuk meneruskan keturunan untuk melanjutkan nilai-nilai luhur spiritual dan sosial Budha untuk mencapai mokusha atau kesempurnaan. Selain itu, pria atau wanita yang memiliki prinsip mencapai integritas lahir dan batin dapat berkonsentrasi sepenuhnya pada Budha tanpa menikah serta memfasilitasi persatuan dengan Budha.
Kelompok masyarakat elite menganggap dengan adanya komunitas LGBT dapat menguntungkan bisnis mereka dikarenakan komunitas LGBT mempunyai tujuan untuk menjadi kelompok yang mandiri dan mampu mengangkat perekonomian lokal maupun internasional di Thailand. Maka dari itu kelompok masyarakat elite menerima komunitas tersebut sebagai rekan bisnis.
ADVERTISEMENT
Kelompok golongan China yang berbudi luhur memiliki respon negatif dengan adanya komunitas LGBT. Mereka menganggap komunitas LGBT merupakan komunitas yang bertentangan dengan ajaran leluhur dan lingkungan sosial serta budaya Thailand. Sedangkan reaksi dari kelompok China murni tidak terlalu menekan adanya komunitas LGBT di Thailand dikarenakan mereka menganggap bahwa seitap individu bebas mengaktualisasikan dirinya tanpa adanya tekanan. (Aresti. 2018:30-45)
2. Reaksi Pemerintah Terhadap Komunitas LGBT
Respon pemerintah Thailand terhadap keberadaan LGBT tidak lepas dari bentuk pemerintah Thailand. Semua kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Thailand untuk mengatasi masalah LGBT harus sesuai dengan prosedur kebijakan tatanan nasional Thailand.
Dalam konteks ini, Raja Thailand menanggapi tuntutan LGBT untuk mengeluarkan Undang-Undang Gender ketiga, yang diserahkan kepada Dewan Konsultasi mengenai semua konsekuensi positif dan negatifnya. Dewan Konsultasi lalu mempertimbangkan integritas dan kemurnian Undang-undang Gender.
ADVERTISEMENT
Pengajaran Budha yang mendasari masalah ini adalah simbol Thailand, di mana dalam Budhisme semua fungsi dan peran yang dilakukan oleh manusia hanya dapat dilakukan oleh laki-laki dan perempuan sesuai dengan sifat mereka.
Berdasarkan konsep hukum, sistem hukum di Thailand adalah sistem hukum legislatif yang berarti bahwa sebagian besar keputusan didasarkan pada hukum tertulis yang disahkan oleh legislatif dengan sumber hukum utama adalah konstitusi, yaitu hukum dan undang-undang tertinggi seperti Codes and Acts (CDA) serta keputusan dan kebiasaan.
CDA adalah badan legislatif Thailand yang bertanggung jawab untuk merancang Konstitusi Permanen Kerajaan Thailand. Konstitusi semacam itu biasanya terbentuk setelah junta negara itu merebut kekuasaan atau karena kebutuhan untuk menyelesaikan krisis politik dan sosial di Thailand.
ADVERTISEMENT
Ini termasuk kehadiran LGBT, Anjaree dan kelompok LGBT lainnya melobi pada November 2006 dan Juni 2007. Anggota Constitutional Drafing Comitee (CDC) dan CDA memastikan bahwa Konstitusi mencakup perlindungan orang-orang LGBT Thailand.
Dalam hal ini, CDA mengatakan perlu memberikan perlindungan khusus kepada komunitas lesbian, gay, biseksual dan transgender dalam hak-hak mereka guna menanggapi permintaan komunitas LGBT untuk penerbitan Rancangan Undang-Undang gender ketiga. Namun, beberapa anggota CDA lainnya memilih untuk mengabaikan surat keputusan tersebut, mengingat partai-partai tersebut masih mewakili nilai-nilai moral dan suara rakyat Thailand yang menentang komunitas LGBT selama ini.
Pemerintah Thailand menanggapi adanya komunitas LGBT yang mengajukan Rancangan Undang-Undang Gender belum bisa menyatukan pikiran antar anggota parlemen yang masih menujukkan pro dan kontra terhadap diciptakannya Undang-Undang perlindungan komunitas LGBT. (Aresti, 2018:30-45)
ADVERTISEMENT
3. Reaksi PBB Terhadap Komunitas LGBT
Komunitas LGBT mendapat perhatian dari organisasi PBB dengan perantara OHCHR yang mendukung keberadaan komunitas LGBT di Thailand. OHCHR dibentuk untuk melindungi komunitas LGBT dengan melarang tindakan diskriminasi dan kekerasan fisik maupun mental di setiap negara termasuk Thailand.
PBB juga memanifestasikan dirinya dalam merespon gerakan komunitas LGBT di Thailand dengan membentuk sebuah organisasi, United Nations Development Programme (UNDP) untuk menjadi perpanjangan dari OHCHR dimana memberikan banyak fasilitas berupa sarana dan prasarana baik untuk pemerintah Thailand maupun untuk komunitas LGBT itu sendiri.
UNDP telah memberikan dukungan material dalam bentuk dana dari adanya LGBT di Thailand kepada pemerintah Thailand, meminta pemerintah Thailand untuk meningkatkan fasilitas kesehatan dan sarana media aspirasi untuk komunitas LGBT di Thailand.
ADVERTISEMENT
UNDP juga mendukung LGBT dengan menyuarakan hak-hak mereka untuk terus mengaktualisasikan diri secara bebas dan memberi semangat kepada pemerintah Thailand supaya segera mengeluarkan Rancangan Undang-Undang Gender Ketiga sebagai upaya untuk mendapatkan perlindungan dari aksi diskiminasi sosial. (Aresti. 2018:30-45)
Sumber Referensi:
Aresti, N.M. 2018. Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender Sebagai Sebuah Gerakan di Asia Tenggara: Studi Kasus Legalisasi Hak Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender di Thailand. Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Marhaba, M. Paat, C. Zakarias, J. 2021. Jarak Sosial Masyarakat dengan Kelompok Lesbian Gay Biseksual dan Transgender (LGBT) Desa Salilama Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo. Jurnal Ilmiah Society. ISSN: 2337-4004. 1(1):1-13
Ninpanit, S. 2020. Critical Discourse Analysis of English News Headlines on Thai Transgender Individuals from Thailand International Websites. Valaya Alongkorn Rajabhat University. ISSN: 1905-7725:43-63
ADVERTISEMENT