Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.0
Textpectation: Menakar Hati si Dia lewat Balasan Pesan
12 Juni 2017 11:58 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
ADVERTISEMENT
“Duh, WhatsApp gue belum dibalas, nih.”
“Yah, dia kok cuma read doang ya? Dia gak suka sama gue nih kayaknya.”
ADVERTISEMENT
“Eh, dia online.”
“Kok dia gak LINE gue ya?”
Dan serangkaian duh, yah, kenapa ya lainnya. Pesan berbalas atau tak berbalas, mulai SMS hingga aplikasi online lainnya, kerap dijadikan indikator apakah seseorang menyukai si pemberi pesan atau tidak.
Lantas, ketika si dia tak lagi membalas pesan, perasaan kecewa segera merundung.
Internet dan daring kini memintas sebuah proses, dan mengganti cara pertukaran informasi serta komunikasi yang semula dilakukan hanya lewat bertemu atau tatap muka.
Proses yang semula panjang dan berbelit, kini dapat dipangkas cepat. Jika zaman dahulu ingin berkenalan dengan seseorang harus lama memandang-mandang dia dari kejauhan, saat ini banyak “modus” tersedia, salah satunya lewat berkirim pesan singkat.
ADVERTISEMENT
Fenomena berkirim pesan singkat sebagai cara meraih cinta itu kerap disebut sebagai kecenderungan textpectation, yakni berharap balasan pesan dari dia yang kamu harapkan.
Terma textpectation sudah masuk daftar Urban Dictionary sejak 2006, dengan definisi “Perasaan mengantisipasi seseorang untuk membalas pesan”, mulai saat pesan dikirim hingga menanti balasan pesan tersebut.
Misalnya saja, ketika menggunakan aplikasi WhatsApp untuk bertukar pesan, acap kali pengguna tak hanya fokus pada pesan yang akan dikirimkan, tapi juga menaruh perhatian penuh pada status WhatsApp si dia.
Online, typing, hingga last seen menjadi faktor lain yang kerap dianggap sama penting dengan pesan yang dikirim ke atau diterima dari dia yang kamu suka.
Status plus pesan balasan, termasuk seberapa cepat pesan balasan dikirim, dianggap menjadi indikator untuk mengukur seberapa tinggi tingkat ketertarikan penerima pesan pada si pengirim pesan.
ADVERTISEMENT
Textpectation sendiri merupakan sebuah kondisi turunan teknologi masa kini yang menawarkan kecepatan dan akses tak terbatas. Kondisi itu membentuk psikis seseorang untuk melakukan aksi-reaksi dalam waktu cepat, dan ini menjadi variabel baru dalam hubungan interaksi antarindividu.
Dari situlah premis sederhana (yang kelewat disimplifikasi) muncul: semakin cepat seseorang membalas pesan, maka semakin tinggi pula tingkat ketertarikan dia pada pengirim pesan.
Reaksi instan macam itu lantas dianggap penting oleh sebagian orang dalam menjalani sebuah hubungan --dan ini kerap malah membuat repot kedua belah pihak, karena reaksi instan mutlak melibatkan prasangka.
Contohnya, ketika seseorang tak juga merespons pesan dalam kurun waktu berjam-jam, gelisah dan gundah akan dirasa si pengirim pesan.
ADVERTISEMENT
Dalam kehidupan cinta modern saat ini, textpectation menjadi titik awal dari kelanjutan sebuah hubungan ke depannya. Pada akhirnya, penekanan ketertarikan seseorang pada orang lainnya tereduksi lewat teks-teks yang muncul dalam aplikasi, bukan berdasarkan bahasa tubuh yang tampak pada sebuah komunikasi tatap muka.
Masyarakat modern yang begitu silap akan kecepatan, ingin mendapat respons cepat atas apapun. Hal ini disinggung dalam sebuah tulisan berjudul Millenial Behaviors & Demographic, bahwa generasi millennials punya satu ciri khas: ketidaksabaran (impatience).
[Baca juga: Menggaet Kekasih via Mesin Pencari Cinta Instan ]
Seberapa cepat respons dari si dia menjadi tolok ukur baru dalam menakar kadar ketertarikan. Di sisi lain, sadar bahwa kecepatan dan intensitas pertukaran pesan menjadi nilai baru dalam sebuah hubungan, maka sebuah penolakan dapat dengan mudah dilakukan melalui lontaran pesan pula.
ADVERTISEMENT
Jika seseorang tertarik pada pengirim pesan, ia kemungkinan akan membalas pesan dengan cepat, berlanjut obrolan intens via aplikasi chat, dengan gaya bahasa menyenangkan atau cukup ceria.
Kalau ia tak tertarik, cukup balas seadanya, pun membalas tak perlu cepat-cepat, nanti-nanti saja bisa kalau sudah senggang, atau kalau lupa, ya sudah. Selanjutnya, jika pesan baru kembali dikirim, tinggal diamkan saja dan menghilang.
Mudah, bukan?
Tapi akibatnya, cinta digital ini berpotensi besar menimbulkan salah persepsi. Bisa jadi, dia sebetulnya suka padamu dan ingin membalas pesan, namun sangat sibuk atau sedang dalam penerbangan ke negara lain, sehingga pesanmu tak kunjung berbalas, atau berbalas dengan sepatah-dua patah kata saja.
Manalah kamu tahu karena kalian tak saling duduk bersisian?
ADVERTISEMENT
Sensasi dag dig dug ser yang dulu muncul karena saling menatap atau berbincang, kini berganti karena menanti balasan pesan --singkat pula.
Menurutmu, lebih asyik mana?