Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Disabilitas dan Tata Kelola Adaptasi Iklim di Indonesia
8 Juli 2024 8:13 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Martin Dennise Silaban tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Salah satu komunitas yang paling terdampak akibat terjadinya perubahan iklim yaitu penyandang disabilitas. Namun, meskipun demikian berbagai temuan juga memperlihatkan bahwa penyandang disabilitas tidak diikutsertakan dalam perencanaan maupun upaya upaya adaptasi dalam menghadapi dampak dari perubahan iklim.
ADVERTISEMENT
Penelitian yang dilakukan Tahun 2021 oleh beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pada 8 desa di dua kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menemukan bahwa 93% penyandang disabilitas menyatakan tidak pernah dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan terkait adaptasi perubahan iklim yang ada di desa.
Temuan lain juga menyatakan bahwa kebutuhan penyandang disabilitas diabaikan ketika berbicara terkait krisis iklim. Penyandang disabilitas juga menjadi kelompok yang tidak diikutsertakan dalam perencanaan penanggulangan dan kesiapsiagaan bencana yang terjadi akibat dari perubahan iklim.
Dalam laporan yang ditulis Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial (B2P3KS) Yogyakarta, Kementerian Sosial (Kemensos) mengungkapkan bahwa orang dengan disabilitas terdampak bencana secara tidak proporsional karena proses evakuasi, tanggap darurat, dan rehabilitasi yang tidak sesuai dengan kebutuhan mereka.
ADVERTISEMENT
Penyandang disabilitas juga menjadi kelompok yang tidak diikutsertakan dalam perencanaan penanggulangan dan kesiapsiagaan bencana. Pengenalan ancaman dan dampak perubahan iklim pun masih jauh untuk bisa diakses oleh penyandang disabilitas. Perangkat media informasi maupun kampanye juga belum mampu mengakomodir kebutuhan yang berbeda-beda dari ragam penyandang disabilitas. Penyediaan aksesibilitas dalam proses mitigasi dan adaptasi perubahan iklim bagi disabilitas juga masih sangat minim.
Salah satu laporan komprehensif dan sistematis terkait dengan sejauh mana penyandang disabilitas diikutsertakan dalam kebijakan adaptasi perubahan iklim (API) juga datang dari penelitian Mcgill University pada tahun 2022 yang berjudul status report on Disability Inclusion in National Climate Commitments and Policies.
Laporan ini mencoba untuk menganalisis berbagai kebijakan terkait API pada negara-negara yang telah meratifikasi hasil dari Paris Agreement/Perjanjian Paris dengan mempertimbangkan pemenuhan hak-hak disabilitas yang merujuk pada konvensi PBB tentang hak penyandang disabilitas (UNCRPD).
ADVERTISEMENT
Dalam laporannya, ditemukan bahwa hanya 35 dari 192 negara yang memasukkan pertimbangan dan membuat ketentuan untuk pemenuhan kebutuhan disabilitas dalam rencana adaptasi perubahan iklim nya. Dari 35 Negara tersebut, Indonesia tidak termasuk di dalamnya. Penelitian tersebut menampilkan bahwa sekalipun terdapat negara-negara yang memasukkan disabilitas dalam rencana adaptasi iklim, tidak ada Langkah-langkah konkret yang diberikan dalam upaya peningkatan ketahanan maupun kapasitasnya.
Pengabaian ini pun semakin berimplikasi pada minimnya pelibatan penyandang disabilitas dalam pembuatan kebijakan, penyediaan aksesibilitas yang kurang memadai, kurangnya media informasi yang adaptif terhadap bentuk kerentanan disabilitas serta tersisihnya mereka pada layanan dasar termasuk pada akses kesehatan yang disediakan oleh pemerintah yang pada akhirnya menyebabkan pengabaian oleh negara maupun masyarakat dalam pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas.
ADVERTISEMENT
Upaya Indonesia dalam Adaptasi Perubahan Iklim
Di Indonesia, telah terdapat beragam upaya untuk melakukan adaptasi perubahan iklim. Beberapa kebijakan tersebut seperti Peta jalan sektoral perubahan iklim Indonesia yang diterbitkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Rencana Aksi Adaptasi Perubahan iklim (RAN API), Peta Jalan Kontribusi Iklim Nasional (NDS) untuk Adaptasi Perubahan Iklim oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KemenLHK), Permen LHK No 33/2016 terkait Pedoman penyusunan aksi adaptasi perubahan iklim, Permen LHK No 7/2018 tentang Kajian kerentanan, risiko, dampak, Perubahan Iklim dan Peta Jalan Kontribusi Iklim Nasional (NDS) untuk Adaptasi Perubahan Iklim oleh KemenLHK.
Selain berbagai kebijakan yang ada tersebut, beberapa kementerian terkait juga mendorong terwujudnya desa-desa berketahanan iklim. Kementerian kesehatan mencanangkan program yang disebut sebagai desa-desi atau desa tahan iklim.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Kementerian Lingkungan Hidup (Kemen) LHK juga memiliki program kampung iklim (Proklim) yang kemudian pada tahun 2023 bertransformasi menjadi Program Komunitas untuk Iklim. Lalu ada pula program dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui desa Tangguh bencana (Destana).
Berbagai pendekatan yang dilakukan melalui program-program ini disebut sebagai pembangunan berbasis komunitas/community-based development di mana aktor utama, inisiator, serta penggerak adalah pihak penyelenggara dari luar. Inisiatif datang dari luar komunitas yang terdampak.
Proses mengidentifikasi persoalan yang terjadi di komunitas dilakukan oleh pihak yang dianggap ahli dan perencanaan yang akan dilakukan disetir dari pihak luar. Hal ini membuat komunitas tidak memiliki kekuasaan (power) dan rendahnya kepemilikan bersama akan intervensi yang dilakukan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, dalam prosesnya, penyandang disabilitas kerap hanya dilibatkan pada saat proses awal pelaksanaan kegiatan. Berbagai kebijakan dan program yang diberikan masih belum berdampak pula pada peningkatan, penguatan kapasitas, maupun kemandirian masyarakat dalam menghadapi dampak perubahan iklim.
Mendorong Pelibatan Disabilitas dalam Tata Kelola Adaptasi Iklim
Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendorong pelibatan disabilitas dalam tata kelola adaptasi iklim yaitu berbasis pada komunitas atau masyarakat/community led approach. Merujuk pada definisi dari Tamarack Institute, pendekatan yang dipimpin oleh masyarakat adalah pendekatan yang tidak dipimpin oleh organisasi atau pihak luar lainnya, tetapi oleh kolektif, melalui proses di dalam komunitas.
Apa yang dianggap baru di dalam pendekatan yang dipimpin oleh masyarakat adalah keinginan organisasi untuk terlibat di dalam maupun bertindak sebagai katalisator untuk memulai pendekatan yang dipimpin oleh masyarakat, sehingga, dalam hal ini, organisasi luar hanya berperan sebagai katalisator saja agar proses yang ada dapat dilakukan dan dipimpin oleh komunitas tersebut.
ADVERTISEMENT
Suatu tindakan dianggap sebagai dipimpin oleh masyarakat ketika masyarakat memegang kekuasaan dan membuat keputusan-keputusan penting serta sejumlah besar dan beragam anggota masyarakat terlibat dalam mendukung, mengambil tindakan dan pengambilan keputusan untuk kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat.
Caledon Institute of Social Policy merumuskan terdapat beberapa prinsip penting dalam pendekatan masyarakat memimpin yaitu bekerja dengan kerendahan hati, membangun kepercayaan, rasa hormat, dan hubungan terlebih dahulu, mendengarkan komunitas dengan cara aktif dan tidak menghakimi, menempatkan suara dan pandangan anggota komunitas sebagai perhatian utama, membangun dan mengembangkan berdasarkan sumber daya yang ada di dalam komunitas, kekuatan serta keterampilan mereka, mendorong inklusivitas di dalam setiap proses di komunitas, melibatkan para pemimpin lokal dalam setiap tahapan, orientasi pada dialog, fokus pada tujuan atau visi aspiratif yang diterjemahkan ke dalam langkah spesifik dengan sumber daya yang ada di komunitas, mendukung inovasi masyarakat, merangkul proses pembelajaran yang berkelanjutan, dan membangun kolaborasi dari bawah ke atas.
ADVERTISEMENT
Pada pendekatan komunitas memimpin, penyandang disabilitas akan memiliki kekuatan dan kekuasaan dalam menentukan apa yang baik bagi mereka, dan sesuai dengan kebutuhannya khususnya dalam konteks adaptasi perubahan iklim. Setiap tindakan, rencana aksi, maupun kegiatan akan diinisiasi dan dikelola oleh komunitas mulai dari identifikasi kebutuhan, proses pelaksanaan, monitoring, evaluasi hingga proses refleksi pembelajaran.
Di saat inisiatif adaptasi iklim dipimpin dan dikelola oleh komunitas penyandang disabilitas, dukungan dari pemerintah tetap diperlukan. Dalam hal ini, pemerintah dapat berperan dalam tiga hal yaitu exemplar, investor, dan enabler sedangkan peran organisasi luar (outsiders) hanyalah katalisator.
Selain itu, pendekatan ini pun perlu diadaptasi dalam proses pembuatan kebijakan yang terkait dengan Tata Kelola Adaptasi Perubahan Iklim. Komunitas harus dilibatkan secara aktif dalam setiap tahap proses perancangan kebijakan yang terkait dengan penyandang disabilitas. Termasuk melibatkannya dalam penyusunan kebijakan yang terkait dengan mitigasi dan adaptasi dari bencana terkait perubahan iklim.
ADVERTISEMENT
Penyandang disabilitas juga harus dipastikan mampu mendapatkan informasi melalui media yang dapat diakses dan dipahami oleh mereka, diikutsertakan, dan mendapatkan akses dalam setiap rangkaian proses pembuatan kebijakan. Ragam kebijakan Adaptasi iklim juga harus mampu mempertimbangkan konteks lingkungan maupun ekologi di mana komunitas berada, pengetahuan lokal yang dihidupi, keragaman, karakteristik, dan interseksionalitas dari penyandang disabilitas.