Fenomena Jumlah Perokok Anak dan Perempuan, Apa Upaya Pemerintah?

Erlangga W Gunadi
Pranata Humas dari Kementerian Kesehatan. Sedang mencoba menyukai kembali menulis. Saat ini juga sedang mencoba menjadi seorang Youtuber dengan nama channel Erlangga Maskoki. Senang berbagi info dan pengetahuan melalui youtube dan tulisan
Konten dari Pengguna
28 Juni 2022 15:22 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Erlangga W Gunadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
dok. pribadi
zoom-in-whitePerbesar
dok. pribadi
ADVERTISEMENT
Seruan untuk mengurangi jumlah perokok di Indonesia sudah terus digembor-gemborkan. Mulai dari peringatan Kesehatan pada kemasan rokok hingga pembatasan tayangan iklan rokok di televisi. Yang hanya dapat ditayangkan setelah pukul 21.30 sampai dengan pukul 05.00 waktu setempat, berdasarkan Pasal 29 PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
ADVERTISEMENT
Namun faktanya jumlah perokok mengalami kenaikan yang signifikan. Indonesia memiliki jumlah perokok terbesar ketiga di dunia setelah India dan Cina. Berdasarkan data Global Adult Tobaco Survey (GATS) 2021, 34,5% orang dewasa (70,2 juta), 65,5% pria, dan 3,3% wanita menggunakan tembakau (merokok, tembakau tanpa asap, atau produk tembakau yang dipanaskan). Pengguna rokok elektrik juga meningkat tajam 10 kali lipat dari 0,3% (2011) menjadi 3% (2021).
Bahkan dalam survei yang dilakukan oleh Global Youth Tobacco Survey (GYTS) 2019, menunjukkan bahwa pelajar pada usia 13-15 tahun mengonsumsi tembakau 19,2% dan menghisap rokok 18,8%. Menurut Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat, Maria Endang Sumiwi, dalam siaran radio Kesehatan Kemenkes (3/6), Fenomena yang perlu menjadi perhatian juga bahwa saat ini tren merokok digandrungi oleh perempuan, hal ini menjadi krusial karena perempuan adalah calon ibu yang akan membentuk generasi penerus bangsa.
ADVERTISEMENT
Pemerintah tidak tinggal diam melihat fenomena tersebut, pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memiliki komitmen yang tertuang dalam target RPJMN Kemenkes 2020-2024 yaitu turunnya prevalensi konsumsi tembakau sebesar 8,7% pada usia 10-18 tahun. Mengingat data dari Riset Kesehatan Dasar (2018) menunjukan peningkatan dari 7,2% pada 2013 menjadi 9,1% pada 2018.
Berbekal data tersebut, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono dalam peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) tahun 2022 mengarahkan 4 hal dalam menindaklanjuti hasil GATS agar dikerjakan secara inklusif yang melibatkan seluruh elemen masyarakat.
Pertama mengurangi iklan tembakau di media massa maupun internet. Karena 3 dari 4 remaja mengetahui iklan rokok di internet, 10% remaja mempunyai kecenderungan untuk merokok setelah melihat iklan rokok di media daring (Stikom LSPR, 2018).
ADVERTISEMENT
Kedua mengajak perokok yang ingin berhenti merokok melalui penyediaan layanan Hotline “Quitline” Kemenkes di nomor 0-800-177-6565. Layanan konsultasi dan edukasi untuk memotivasi perokok agar dapat berhenti mengonsumsi tembakau. Salah satunya menerapkan pesan kunci START.
S - Set a quit date (tetapkan tanggal untuk berhenti merokok)
T – Tell family, friends, and co-workers you plan to quit (ceritakan kepada keluarga, teman, kolega untuk memberikan dukungan sekaligus control social sehingga kita dapat bebas dari rokok)
A – Anticipate and plan for the challenges you will face while quitting (antisipasi dan siapkan rencana apabila nanti menghadapi godaan yang akan muncul pada saat berhenti merokok)
R – Remove cigarettes (segera singkirkan dan enyahkan rokok)
ADVERTISEMENT
T – Talk to your doctor (konsultasi dengan dokter atau tenaga Kesehatan, dapat melalui layanan Quitline).
Ketiga, menggunakan media sosial dan mengajak influencer untuk memberikan edukasi dampak buruk merokok. Media sosial dapat digunakan untuk memerangi hoaks tentang rokok. Salah satunya hoaks mengenai rokok elektrik yang disebutkan tidak berbahaya, padahal rokok elektrik sama berbahayanya dengan rokok konvensional. Bahkan pada 2018 WHO melaporkan sejumlah 33 negara melarang rokok elektrik, 5 diantaranya berada di Asia Tenggara, Singapura, Thailand, Brunei, Kamboja, dan Laos.
Keempat, pemerintah terus meningkatkan jumlah Kawasan Tanpa Rokok (KTR). KTR adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau memproduksi produk tembakau (Pasal 1 PP 109/2012). Pengaturan KTR dimaksudkan untuk melindungi kesehatan individu dan masyarakat dari bahaya asap rokok.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan Undang-undang Kesehatan nomor 9 pasal 115 dan PP nomor 109 tahun 2012 pasal 50, ada 7 kawasan yang menjadi KTR, meliputi fasilitas pelayanan Kesehatan. Tempat proses belajar mengajar, tempat bermain anak, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, dan tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.
Menurut Maria Endang Sumiwi, keluarga menjadi kunci awal agar lingkungan rumah menjadi sehat dan seluruh anggota dalam rumah bebas rokok. Orang tua adalah role model bagi anak, tidak meminta anak untuk membelikan rokok di warung. Orang tua perokok mulai berkomitmen dari diri sendiri untuk berhenti merokok dengan meminta dukungan anggota keluarga. Singkirkan korek api dan asbak, meminta tamu untuk tidak merokok di rumah.
Hal ini senada dengan tema nasional peringatan HTTS tahun 2022 “Rokok, Ancaman Kesehatan dan Lingkungan.” yang setiap tahunnya diperingati setiap tanggal 31 Mei. Dengan tujuan utamanya untuk mengurangi jumlah perokok atau jumlah konsumsi tembakau di Indonesia.
ADVERTISEMENT