Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Makanan Dan Minuman Dengan Sistem Pre Order Di Indonesia
11 Desember 2022 21:44 WIB
Tulisan dari Anwar Maulana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Kini banyak penjual makanan yang menerapkan sistem pre order. Apakah sistem pre order saat membeli makanan diperbolehkan dalam Islam? Ini penjelasannya.
ADVERTISEMENT
Pre order merupakan istilah pemesanan awal, di mana pembeli membayar terlebih dahulu, tetapi barangnya belum selesai diproduksi dan akan diproduksi dengan kuota tertentu.
Jadi, bila tidak memesan, maka dikhawatirkan akan kehabisan barang tersebut. Dalam Islam pun mengajarkan rukun jual beli, termasuk jual beli makanan.
Rukun jual beli dalam Islam antara lain adalah adanya dua orang yang berakad, adanyasighat jual beli, adanya barang yang dijual, harganya harus wajar dan barangnya bisa diserahterimakan kapan waktunya.
Akad dalam jual beli menjadi hal yang penting. Jual beli itu akan sah jika tidak ditemui gharar atau penipuan, ghabn atau kecurangan, majhul atau barang tidak diketahui, maisir atau spekulasi atau riba.
Nah, dalam kasus jual beli makanan dengan sistem pre order, artinya barang yang dijual belikan tersebut bersifat belum ada, karena belum diproduksi oleh penjualnya.
ADVERTISEMENT
Karena belum ada barangnya, maka dalam sistem beli pre order ini akad yang berlaku dikelompokkan menjadi 2, yakni:
-Pertama, dikelompokkan dalam rumpun jual beli pesan (salam), sebab barang yang akan diproduksi sudah ditunjukkan spesifikasinya. Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadis yang artinya:
"Rasulullah SAW telah melarang mengambil laba yang tidak bisa dijamin," (HR Ahmad dalam Al-Musnad).
Dalam hal tersebut ada tiga jaminan, pertama jika barang tidak ada tapi ada penjelasan spesifikasinya, para ulama menyepakati boleh dijual belikan.
Kedua, jika barang tidak ada dan tidak bisa dijamin pengadannya maka hukumnya haram. Ketiga jika barang ada tapi berpotensi ada seperti buah yang belum musim, ada ulama yang membolehkan dan ada pula yang tidak membolehkan.
ADVERTISEMENT
- Dikelompokkan dalam akad ijarah atau inden barang, sebab barang yang diproduksi belum ada. Maksudnya adalah orang yang memesan barang tengah menyewa jasa orang yang menjual.
Misalnya menyewa jasa katering. Biasanya orang akan membayar terlebih dahulu kepada pihak katering, kemudian makanan akan diberikan di beberapa waktu kemudian sesuatu perjanjian.
Agar tidak ada yang dirugikan, maka ada ikatan janji yang menjembatani antara penyewa dan orang yang disewa. Janji itu adalah perintah membeli ketika barang tersebut sudah jadi sesuai pesanan.
Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadis yang artinya, "Orang muslim itu harus patuh terhadap syarat yang sudah dilepaskan," (HR. Al-Tirmidzi).
Jadi, kesimpulannya adalah akad jual beli pre order ini dikelompokkan sebagai akad jual beli salam maupun akad ijarah, keduanya disepakati berlaku hukum kebolehannya,
ADVERTISEMENT
Selain itu, akad juga dipandang sebagai boleh dengan catatan, barang yang dipesan bisa dijamin pengadaannya oleh penjual dan jelas kapan waktu penyerahterimaannya.
Tanpa keberadaan dua syarat terakhir ini, maka suatu akad pre order menjadi tidak sah disebabkan unsur kemajhulan (tidak diketahuinya) obyek barang yang sedang dibisniskan.