Legalisasi Ganja sebagai Alternatif Medis, Apakah Mungkin bagi Indonesia?

Maximillian Bambang Soerjohadi
Maximillian adalah seorang mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Saat ini, Max sedang menempuh semester pertamanya dan sudah mulai mengikuti berbagai kegiatan dan perlombaan seperti The 30th Willem C. Vis Moot.
Konten dari Pengguna
14 Desember 2022 23:58 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Maximillian Bambang Soerjohadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Cannabis Sativa atau Ganja
zoom-in-whitePerbesar
Cannabis Sativa atau Ganja
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia bersikeras mengatakan bahwa masyarakat Indonesia tidak membutuhkan ganja medis dengan alasan apapun, terutama dengan pendapat bahwa masih banyak alternatif lain yang dapat dipakai.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya hal ini terdengar sangat hipokrit, karena meskipun alasan di balik kebijakan narkoba itu sulit dipertahankan, ditambah dengan reformasi kita yang sangat lambat.
Mayoritas anggota parlemen, aktivis, penyedia layanan kesehatan dan masyarakat sendiri menginginkan hal yang sama: penurunan kematian akibat overdosis yang stabil dan signifikan, akses ke pengobatan yang efektif bagi mereka yang mencarinya, perawatan kesehatan berkualitas untuk semua dan komunitas yang aman, terutama untuk anak-anak.
Sudah begitu banyak kasus dimana ganja akhirnya dipakai secara ilegal oleh masyarakat dikarenakan regulasi ini tidak kunjung menemui akhir. Beberapa negara di dunia sudah memutuskan untuk melegalkan ganja medis, seperti negara tetangga kita Thailand. Namun sampai sekarang, Indonesia, terus menutup mata dan memutuskan bahwa kepemilikan ganja adalah ilegal, dimana segala bentuk penggunaannya dengan alasan apapun adalah pelanggaran dan salah dimata hukum . Kebutuhan atas ganja medis sebenarnya sudah cukup mendesak, dimana banyak penyakit serius hanya dapat dihentikan atau dikurangi efeknya dengan ganja medis ini. Meskipun demikian, penelitian yang lebih lanjut mungkin tetap dibutuhkan terlebih dahulu
ADVERTISEMENT
Naasnya adalah pemerintah Indonesia terkesan selalu menutup mata. Padahal sudah banyak negara yang menjadi contoh, dan, dari segi sumber daya, Indonesia sangat mampu melakukan penelitian. Pemerintah cenderung menganggap tanaman ganja hanya dapat menimbulkan efek negatif bagi penggunanya. Stigma buruk tanaman ganja yang dianggap tidak ada manfaatnya terus membekas di kepala masyarakat Indonesia. Langkah awal yang harus dilakukan adalah pembahasan terbuka mengenai ganja ini, dan bagaimana masyarakat menanggapinya. Terutama apakah masyarakat kita memahami ganja sebagai sebuah keperluan medis dan bukan narkotika yang dapat dipakai sehari-hari.
Selain itu, Pemerintah nantinya juga harus membedakan ganja medis dengan jenis narkotika biasa, serta regulasi yang mengatur penggunaannya; dimana hanya mereka yang benar benar membutuhkan dapat memilikinya.Akses terhadap ganja medis sebenarnya sudah sangat diperlukan,contohnya, jika seseorang sedang menderita penyakit langka dan tak tersembuhkan, maka tanaman ganja bisa digunakan untuk pengobatan. Namun, pasien tersebut harus mendapat izin dari lembaga milik pemerintah. Sudah terlalu lama Indonesia menangguhkan segala sesuatunya mengenai larangan penggunaan ganja ini. Tampaknya negara kita sepertinya masih sangat nyaman hidup dalam kegelapan dan ketidaktahuan akan penggunaan ganja medis.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjutnya, Undang Undang yang mengatur tentang Ganja sendiri dapat dikategorikan rancu.Pasal 6 Ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2009 mengatur penggolongan narkotika menjadi 3, yakni golongan I, II, dan III. Dimana sudah banyak masyarakat yang mempersoalkan maksud dari Pasal 6 Ayat (1) huruf a UU Narkotika yang memuat penjelasan tentang narkotika golongan I. "Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan 'Narkotika Golongan I' adalah Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan,"Selanjutnya, pada Pasal 7 UU Nomor 35 Tahun 2009 dikatakan, Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Namun, pada Pasal 8, disebutkan bahwa narkotika golongan I tidak boleh dipakai untuk kepentingan medis. "Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan," bunyi pasal tersebut. Merujuk lampiran UU Nomor 35 Tahun 2009, ada 65 jenis narkotika golongan I. Beberapa di antaranya adalah tanaman ganja, tanaman koka, opium, kokain, heroin, dan lainnya. Ganja termasuk narkotika golongan I, yang jelas berarti tidak memungkinkan dipakai untuk alasan apapun termasuk medis; hal ini sangat kontradiktif dengan pasal 7. Penanganan ganja yang tidak sah adalah tindak pidana. Menurut Pasal 111 undang-undang tersebut, kepemilikan ganja dapat mengakibatkan hukuman hingga 12 tahun penjara dan denda Rp 8 miliar. Memproduksi, mengekspor, mengimpor, dan mendistribusikan ganja dapat dijerat dengan Pasal 113 dan hukuman penjara paling lama 15 tahun dan denda Rp 10 miliar. Mereka yang terlibat dalam perdagangan ganja terancam hukuman penjara 20 tahun dan denda Rp 10 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 114. Adapun narkotika jenis 1 secara umum, kepemilikannya dapat dijerat dengan Pasal 115, dengan ancaman pidana penjara 12 tahun dan denda Rp 8 miliar. Memberi orang lain obat-obatan untuk dikonsumsi dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda Rp 10 miliar, menurut Pasal 116. Menggunakan narkotika atas hasil sendiri dalam empat tahun penjara, menurut Pasal 127.
ADVERTISEMENT
Negara seharusnya melindungi dan memberikan akses kesehatan yang memadai kepada rakyatnya. Sangat sulit untuk memikirkan bahwa berapa banyak gugatan dan demonstrasi lagi yang harus dilayangkan agar Pemerintah mau mempertimbangkan hal ini.
Menurut penelitian, Tanaman ganja mengandung senyawa kimia yang disebut cannabidiol (CBD), yang biasanya diekstrak menjadi minyak dan dijual sebagai pil, gel, krim, dan bentuk pengobatan lain untuk mengobati rasa sakit, kejang, dan masalah kesehatan lainnya. Studi ilmiah dan bukti anekdotal menunjukkan bahwa ganja dapat digunakan untuk tujuan pengobatan, termasuk untuk mengobati mual, nyeri, kehilangan nafsu makan, penyakit Parkinson, epilepsi, kejang otot, dan gangguan stres pasca trauma (PTSD).
Dengan demikian, sesungguhnya jawaban untuk segala sesuatunya adalah “ya, Indonesia membutuhkan regulasi atas penggunaan ganja medis”, dan “ganja medis harus dilegalkan”. Namun tampaknya, perjalanan masih sangat panjang untuk Indonesia, dikarenakan stigma buruk dan apatisnya pemerintah atas hal ini.
ADVERTISEMENT