Konten dari Pengguna

Pajak PPN 12% Mulai 2025: Ini yang Akan Terjadi pada Harga Barang dan Jasa

Maya Soraya
Mahasiswi Sastra Indonesia, Universitas Pamulang
4 Desember 2024 18:08 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Maya Soraya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi foto sumber : https://www.pexels.com/id-id/foto/bitcoin-dan-us-dollar-bills-730547/
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi foto sumber : https://www.pexels.com/id-id/foto/bitcoin-dan-us-dollar-bills-730547/
ADVERTISEMENT
Mulai 2025 pemerintah merencanakan kenaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik menjadi 12%, dan perubahan ini tentu akan membawa dampak besar bagi harga barang dan jasa yang kita beli sehari-hari. Bayangkan, harga-harga kebutuhan pokok hingga produk premium yang biasa kamu beli akan sedikit lebih mahal, karena tarif pajak penjualan yang meningkat. Sebagai contoh, produk elektronik, pakaian, makanan di restoran, hingga biaya jasa transportasi, semuanya akan mengalami lonjakan harga. Dikutip dari kumparanBISNIS Kementerian Keuangan memastikan kenaikan PPN menjadi 12% tetap berlaku mulai 1 Januari 2025, sesuai amanat UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) Pasal 7. Staf Ahli Bidang Ekonomi Makro, Parjiono, menegaskan pengecualian diberlakukan untuk masyarakat miskin, sektor kesehatan, dan pendidikan guna menjaga daya beli. Hal ini sekaligus membantah pernyataan Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Luhut Binsar Pandjaitan, yang sebelumnya menyebut rencana kenaikan PPN kemungkinan diundur. Ekonom Senior Indef, Aviliani, juga menilai penundaan kenaikan PPN tidak mungkin terjadi. Pemerintah tetap berfokus memberikan stimulus sebelum kebijakan ini diterapkan. Dampak dari kenaikan ini tidak hanya terasa oleh konsumen, tetapi juga pelaku usaha yang harus menghadapi tantangan dalam menyesuaikan harga jual agar tetap kompetitif.
ADVERTISEMENT
Namun, tantangan terbesar adalah bagaimana masyarakat dan pelaku usaha dapat menyesuaikan diri dengan perubahan ini tanpa menimbulkan ketidaknyamanan yang berarti. Dikutip dari kompas.com Pemerintah akan menaikkan tarif PPN dari 11% menjadi 12% mulai Januari 2025, sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun 2021. Analis Ronny P Sasmita mengungkapkan, kenaikan ini akan menyebabkan harga barang dan jasa, terutama makanan dan minuman, naik. Perusahaan cenderung membebankan kenaikan PPN ke konsumen, yang akan langsung terdampak, terutama kelas menengah yang sudah mengalami penurunan daya beli. Akibatnya, permintaan barang akan turun, yang dapat berdampak pada produksi dan menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK), serta memengaruhi prospek investasi di Indonesia.
Namun demikian, meskipun ada dampak negatif dari kenaikan PPN, perlu dicatat bahwa pemerintah akan meluncurkan dua kebijakan besar dalam reformasi perpajakan Dikutip dari (DJP) Oleh: Ika Hapsari, pegawai Direktorat Jenderal Pajak Pemerintah bersiap meluncurkan Core Tax Administration System (Coretax) dan menaikkan tarif PPN dari 11% menjadi 12% pada 1 Januari 2025. Kebijakan ini bertujuan meningkatkan penerimaan negara sekaligus menjaga keberlanjutan fiskal. Meski penyesuaian tarif PPN diprediksi memicu inflasi dalam jangka pendek, kebijakan ini diharapkan memperkuat fungsi pajak dalam stabilisasi ekonomi, redistribusi pendapatan, dan pengembangan potensi pajak digital.
ADVERTISEMENT

Adakah kompensasi yang diberikan oleh pemerintah?

Dikutip dari Kompas.id Pemerintah menaikkan upah minimum 2025 sebesar 6,5 persen untuk memperkuat daya beli masyarakat menjelang kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen pada Januari 2025. Sebagai kompensasi, insentif fiskal dan nonfiskal diberikan untuk meringankan beban dunia usaha. Langkah ini diambil sebagai solusi atas pelemahan daya beli dan kelesuan ekonomi. Staf Khusus Menko Perekonomian, Raden Pardede, menyatakan kebijakan ini adalah "trade-off" untuk menyeimbangkan kepentingan pekerja dan dunia usaha.
Penerapan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% memang membawa dampak langsung terhadap harga barang dan jasa, namun perubahan ini juga membuka peluang besar untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Sebagai masyarakat, kita perlu melihat kebijakan ini bukan hanya dari sisi peningkatan harga, tetapi sebagai langkah strategis untuk memperkuat stabilitas fiskal negara. Kenaikan PPN dapat meningkatkan pendapatan negara yang akan digunakan untuk program-program prorakyat, seperti subsidi bagi bahan pokok dan layanan publik. Dengan begitu, meski ada tantangan yang harus dihadapi dalam jangka pendek, kebijakan ini akan membawa manfaat yang lebih besar bagi kesejahteraan kita semua dalam jangka panjang. Jadi, mari kita sambut kebijakan ini dengan pemahaman yang lebih luas, dan berpartisipasi dalam mewujudkan ekonomi yang lebih kuat dan berkelanjutan!
ADVERTISEMENT