Konten dari Pengguna

Membedah Nilai-Nilai Moral dalam Kontroversi Aborsi: Sebuah Kajian Aksiologis

Mayla Sabrenina
Mahasiswi Program Studi Psikologi Universitas Brawijaya
12 Juni 2024 12:34 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mayla Sabrenina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Source: Canva
zoom-in-whitePerbesar
Source: Canva
ADVERTISEMENT
Pendahuluan
Aborsi adalah topik yang sering diperbincangkan di berbagai forum dan memiliki dampak negatif pada pelaku dan masyarakat. Aborsi telah dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari yang alami hingga menggunakan obat-obatan dan prosedur bedah yang canggih. Legalitas, norma, budaya, dan pandangan tentang aborsi berbeda di tiap negara. Masalah aborsi memecah belah masyarakat karena kontroversi etika dan hukum, dan sudah menjadi topik yang menonjol di politik nasional di banyak negara (Agustina, et al, 2021). Aborsi sendiri sudah bukan hal yang tabu lagi, dan terjadi di mana-mana oleh berbagai kalangan. Ironisnya, ada pasangan yang membuang janin tanpa pertimbangan hati nurani, sementara banyak pasangan yang sangat menginginkan kelahiran seorang anak. Aborsi dipengaruhi oleh hukum formal dan nilai-nilai sosial, budaya, dan agama dalam masyarakat. Sejak berabad-abad yang lalu, aborsi telah dilakukan untuk mengurangi populasi manusia, namun sekarang aborsi dilakukan dengan alasan yang tidak dibenarkan.
ADVERTISEMENT
Perspektif yang berbeda-beda dari disiplin ilmu seperti aksiologi, moralitas, agama, hukum, dan kedokteran terlibat dalam perdebatan tentang aborsi. Pertanyaan mendasar tentang nilai kehidupan, hak individu, dan tanggung jawab moral adalah akar dari perdebatan ini. Dalam perspektif aksiologi, aborsi dinilai berdasarkan nilai-nilai dan prinsip moral yang mendasarinya. Ahli filsafat dan etika menyajikan berbagai argumen yang mendukung atau menentang praktik aborsi, dengan memperhatikan hak individu, hak janin, nilai moral kehidupan, dan konsekuensi sosial dan etika dari tindakan tersebut.
Teori
Aksiologi berasal dari bahasa Yunani dan Latin, axios yang berarti layak atau pantas dan logos yang berarti ilmu atau studi mengenai. Aksiologi adalah ilmu yang mempelajari teori nilai dan segala hal yang bernilai atau memberikan manfaat. Nilai sendiri bukanlah sesuatu yang terikat pada waktu dan ruang, tetapi merupakan esensi yang dapat dipahami secara logis melalui akal pikiran. Aksiologi merupakan salah satu bagian penting dalam filsafat yang membahas nilai-nilai dalam konteks kebaikan, kebenaran, dan keindahan. Dalam diskursus aksiologi, terdapat tiga teori tentang nilai. Pertama, teori objektivitas nilai yang menyatakan bahwa nilai bersifat objektif dan dapat didukung oleh argumen rasional. Kedua, teori subjektivitas nilai yang mengatakan bahwa nilai-nilai seperti kebaikan dan keindahan bukanlah realitas objektif, melainkan perasaan dan interpretasi individu. Pandangan ini mereduksi penentuan nilai menjadi sikap mental terhadap suatu objek. Ketiga, relativisme nilai yang melihat bahwa nilai-nilai bersifat relatif tergantung pada preferensi individu yang dipengaruhi oleh lingkungan, budaya, dan keturunan. Relativisme nilai juga menekankan perbedaan nilai antara budaya satu dan budaya lainnya serta menolak nilai yang bersifat universal, absolut, dan objektif (Rosnawati, et al, 2021). Semua teori ini memiliki implikasi dalam etika, estetika, dan pemahaman nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Aksiologi dalam wacana filsafat memiliki hubungan dengan persoalan etika atau moral. Etika berasal dari bahasa Yunani yang berarti adat istiadat, kebiasaan, dan praktik. Etika secara umum adalah teori tentang perilaku atau tindakan manusia yang dilihat dari aspek nilai baik dan buruk yang dapat ditentukan oleh akal budi. Ada tiga bidang kajian dalam etika: etika deskriptif, etika normatif, dan metaetika. Etika deskriptif menguraikan dan menjelaskan kesadaran dan pengalaman moral secara deskriptif yang berkaitan dengan sosiologi. Etika normatif memberikan petunjuk atau pedoman dalam pengambilan keputusan mengenai baik dan buruk atau benar dan salah. Metaetika adalah studi tentang disiplin etika yang menyelidiki makna istilah-istilah normatif yang diungkapkan melalui pernyataan-pernyataan etika yang membenarkan atau menyalahkan suatu tindakan (Rosnawati, et al, 2021).
ADVERTISEMENT
Pembahasan
Argumen utama dalam aksiologi aborsi mencakup hak untuk hidup dan otonomi tubuh. Para penentang aborsi berpendapat bahwa janin memiliki hak moral untuk hidup sejak pembuahan, sehingga aborsi dianggap sebagai pembunuhan. Mereka mendasarkan argumen mereka pada prinsip kesucian hidup dan nilai intrinsik setiap individu manusia. Di sisi lain, para pendukung hak aborsi menekankan otonomi perempuan atas tubuh mereka sendiri dan hak mereka untuk membuat keputusan tentang kesehatan reproduksi. Mereka berpendapat bahwa perempuan memiliki hak untuk memilih apa yang terjadi pada tubuh mereka, termasuk mengakhiri kehamilan yang tidak diinginkan. Selain itu, masalah aborsi juga terkait dengan keadilan sosial dan kesetaraan gender. Para pendukung hak-hak aborsi berargumen bahwa membatasi akses ke aborsi dapat memperburuk ketidaksetaraan dan kemiskinan, terutama bagi perempuan yang terpinggirkan dan terpinggirkan.
ADVERTISEMENT
Kasus aborsi dapat dirumuskan dalam teori aksiologi untuk menentukan ukuran nilai dan moralitas kebenaran suatu tindakan. Etika merupakan salah satu ajaran dari aksiologi yang membahas tentang nilai-nilai. Etika deontologi masuk ke dalam kategori etika non-konsekuensialis, di mana segala tindakan dinilai tanpa memperhitungkan konsekuensinya. Etika deontologi adalah salah satu prinsip etika yang menilai ukuran moralitas tindakan berdasarkan keseuaiannya dengan kewajiban universalitas humanis. Kewajiban bersifat apriori (telah ada pada) akal budi murni. Kewajiban dikenali melalui kesadaran diri.Kewajiban yang dimaksud adalah sesuatu yang bermuatan nilai-nilai kebaikan secara universal humanis (Amzy & Rosalinda, 2020).
Etika deontologi tidak melihat tindakan aborsi sebagai pilihan yang dilakukan dengan berbagai motivasi kebaikan ataupun lainnya, tetapi etika deontologi melihat tindakan aborsi sebagai tindakan membunuh, yang mana secara akal budi membunuh adalah tindakan yang bermuatan nilai-nilai buruk. Etika deontologi tidak menilai moralitas dari dampak dan konsekuensi dari tindakan membunuh, tetapi dari tindakan membunuh itu sendiri yang mana tidak sesuai dengan kewajiban manusia, yaitu menjaga dan menghormati kehidupan. Jika terbatas pada sisi ini maka jelas tindakan aborsi yang dilakukan adalah tindakan yang tidak dibenarkan dalam ukuran moralitas, karena tindakan yang benar secara moral adalah tindakan yang sesuai dengan kewajibannya sebagai manusia sesuai dengan akal budinya untuk mencapai kebijakan tertinggi.
ADVERTISEMENT
Namun, lebih lanjut, adanya otonomi kehendak manusia, kebebasan dalam mengambil sikap, dan kewajiban menghormati kehidupan yang berkualitas (Rafesido, 2018). Sehingga melalui argumen ini, etika deontologi memberikan ruang bagi tindakan aborsi dengan alasan atas kehamilan yang tidak diinginkan, seperti pada korban pemerkosaan. Meskipun kewajiban manusia secara akal budi adalah meghormati kehidupan, namun di sisi lain bahwa perlunya kehidupan yang berkualitas. Jika pada kasus aborsi atas kehamilan yang tidak diinginkan adalah menunjukkan alasan kehidupan yang berkualitas, yaitu dari sisi psikologi karena trauma pemerkosaan atau lain hal. Maka, ajaran ini memberikan ruang seseorang untuk menggunakan otonomi kehendaknya demi meuwujudkan kehidupan yang berkualitas, karen hal tersebut juga termasuk kebajikan.
Kesimpulan
Aborsi adalah topik yang sering dibicarakan di berbagai forum dan memiliki dampak negatif. Aksiologi adalah ilmu yang mempelajari nilai dan segala sesuatu yang bernilai.Argumen dalam aksiologi aborsi meliputi hak untuk hidup dan otonomi tubuh. Etika deontologi melihat aborsi sebagai tindakan pembunuhan yang tidak sesuai dengan kewajiban manusia melestarikan dan menghormati kehidupan. Namun, etika deontologi memperbolehkan aborsi dalam kasus kehamilan yang tidak diinginkan, seperti pada korban pemerkosaan, untuk mencapai kehidupan yang berkualitas.
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka
Agustina., et al. (2021). Aborsi dalam Perspektif Undang-Undang Kesehatan dan KUHP. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Hukum (JIM FH), 4(2), 85-108.
Amzy, N., & Rosalinda, H. (2020). Analisis Karakter dalam Drama Doctor John sebagai Media Pembelajaran Etika tentang Euthanasia. El-Banar: Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, 3(1), 1-13
Rafesido, A.G. (2018). Deontologi Immanuel Kant dalam Euthanasia. Skripsi, UIN Sunan Kalijaga.
Rosnawati., et al. (2021). Aksiologi Ilmu Pengetahuan dan Manfaatnya bagi Manusia. Jurnal Filsafat Indonesia, 4(2), 186-194.