Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.97.0
![part 8 square(1).jpg](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_1280/v1584012936/gbzjr6fa4xvkspbkkzfm.jpg)
![Dua Kehidupan Rani. Foto: Argy/kumparan](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1584012936/gbzjr6fa4xvkspbkkzfm.jpg)
ADVERTISEMENT
Aku mendapatkan sebuah isyarat dari mimpiku, tapi aku tidak mampu untuk menafsirkannya. Dalam mimpi itu, ada Pak Kisur dan istrinya sedang berada di ruang tamu, tepatnya di rumah yang pernah kusewa. Ia memeluk istrinya dari belakang sambil mencium pipinya. Mereka tampak masih muda. Foto-foto pernikahan berwarna hitam putih terpajang di ruangan itu.
ADVERTISEMENT
"Semoga kita cepat dikaruniai seorang anak, ya, sayang," kata Pak Kisur.
"Iya aku mau anak kita perempuan," jawab Mak Isah.
"Lucu juga ya kalau punya anak perempuan," Pak Kisur kembali mencium pipi istrinya.
Namun, setelah itu tubuhku seperti masuk ke dalam kumparan cahaya yang menyilaukan mata. Dan pada sebuah waktu yang antah berantah. Aku melihat Pak Kisur yang sudah menua, ia masuk ke dalam sebuah kamar yang dulu sering dikunci, kamar misterius itu. Ia membawa sajenan, seperti buah-buahan, ayam hitam, dan nasi kuning. Dari dalam dinding kamar muncul sesosok makhluk mengerikan, badannya tinggi besar penuh dengan bulu hitam, bertaring, kukunya juga panjang.
"Abah, tolong berikan hamba keturunan," kata Pak Kisur sambil tertunduk.
ADVERTISEMENT
Aku tidak dapat mengingat dengan jelas apa selanjutnya yang dikatakan oleh makhluk yang dipanggil abah oleh Pak Kisur. Mimpi itu bukan hanya sekali datang dalam tidurku, tapi sampai tiga kali. Di mimpi kedua dan ketiga, aku melihat Pak Kisur rajin memberi sajenan di dalam kamar itu.
Aku sudah menceritakan tentang mimpi ini pada Mas Andro, tapi dia hanya menganggap itu bunga tidur saja. Katanya, hanya orang bodoh yang percaya pada mimpi. Dia memang orang yang tidak pernah mau percaya pada isyarat mimpi. Sungguh waktu itu aku sangat penasaran, pesan apa yang tersirat dalam mimpiku.
***
Aku berdiri di depan kaca jendela rumah sambil menggendong bayi. Kulemparkan pandangan ke luar jendela. Di depan rumahku ada sebatang pohon mangga, yang dahannya dipasangi ayunan. Di sana Rani sedang anteng main ayunan. Aku harus rajin memperhatikan tingkahnya karena takut dia melakukan hal-hal tak wajar lagi seperti membunuh kucing.
ADVERTISEMENT
Beberapa saat kemudian, seseorang mengetuk gerbang rumah. Aku mehampirinya dan membukakan pintu gerbang, ternyata seorang kurir yang mengantarkan paket untuk Mas Andro. Saat sedang menandatangi dokumen serah terima, si kurir tersebut tiba-tiba ketakutan. Wajahnya pucat, ia melihat ke arah Rani yang sedang main ayunan.
"Ada apa ya, Mas?"
"Enggak, Bu. Sudah tanda tangannya?" ia tampak terburu-buru.
"Mas lihat apa?" aku penasaran.
Bukannya menjawab, ia malah langsung pergi begitu saja tanpa permisi. Penasaran, aku menghampiri Rani di bawah pohon. Tidak ada yang aneh darinya, ia tersenyum manis padaku kemudian mengayun kembali. Aku heran kenapa kurir tadi ketakutan melihat anakku. Apakah dia melihat sesuatu yang menakutkan? Entahlah. Aku tidak mau ambil pusing.
ADVERTISEMENT
Di dalam rumah, kubuka paket pesanan Mas Andro. Kotak paket itu tidak terlalu besar seperti kotak sepatu. Dan betapa terkejutnya saat kulihat isi paket tersebut. Ada sebuah keris dan secarik kertas berisi mantra-mantra dalam bahasa jawa. Aku yakin benda mistis ini dibeli Mas Andro untuk mengusir makhluk gaib dalam diri Rani.
"Mamah."
Aku terkejut kenapa tiba-tiba saja Rani berdiri di hadapanku. Barusan dia main ayunan dan tidak kudengar suara pintu saat dia masuk. Rani tersenyum padaku.
"Apa itu, Mah?"
Sontak saja kumasukkan kembali keris itu ke dalam kotaknya.
"Ah, bukan apa-apa, Nak. Ini barang pesenan papah."
"Coba Rani mau lihat," tangannya menggapai kotak yang kupegang.
"Jangan ya, nanti dimarahin papah."
ADVERTISEMENT
Tumben sekali Rani nurut, ia tidak memaksa ingin menyentuh keris itu. Segera kusimpan kerisnya di bawah tempat tidur, sedangkan Rani kembali main ayunan.
Dan lagi-lagi hal ganjil terjadi, saat Mas Andro pulang lalu menanyakan keris pesanannya. Tiba-tiba saja keris dan kertas mantra itu hilang entah ke mana.
Nantikan cerita Dua Kehidupan Rani selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini: