Mbah Ngesot

Dua Kehidupan Rani: Kejanggalan (Part 1)

6 Maret 2020 16:48 WIB
comment
11
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dua Kehidupan Rani Foto: Argy Pradypta Martanegara
zoom-in-whitePerbesar
Dua Kehidupan Rani Foto: Argy Pradypta Martanegara
ADVERTISEMENT
Aku Vira. Pengalaman mengerikan ini terjadi bertahun-tahun yang lalu. Suamiku yang bekerja di sebuah perusahaan konstruksi dan ditugaskan ke wilayah Banten, tepatnya di Pandeglang. Saat itu aku sedang hamil anak kedua dan aku tidak mau jauh dari suami. Maka, kami sekeluarga memutuskan menyewa rumah untuk tinggal sementara. Kata suamiku, ia hanya ditugaskan selama tiga bulan saja setelah itu dia akan kembali ke Jakarta. Lumayan sulit mencari rumah sewa di sana hingga akhirnya suamiku menemukan sebuah rumah yang nyaman dan cukup besar di Kampung Langan Sari.
ADVERTISEMENT
Di depan rumah itu ada sebatang pohon mangga dan sebuah ayunan yang terbuat dari bekas ban mobil. Dinding depan rumahnya ditempeli keramik merah, ada dua tiang penyangga utama di bagian depan. Lantai keramiknya berwarna putih, perabotan di rumahnya sudah lengkap. Ada tiga kamar, satu dapur, dan satu kamar mandi yang sudah menggunakan air jet pump.
"Rumahnya nyaman ya, Pah," kataku sambil memperhatikan sekeliling.
"Iya, Mah. Di daerah sini juga sejuk. Kalau pagi bisa nongkrong sambil mandangin gunung Pulosari."
"Mah, aku mau main ayunan, ya," kata Rani, anak perempuanku.
"Iya, Nak. Hati-hati," aku mengelus rambutnya.
Tepat di depan rumah memang terpapang jelas Gunung Pulosari yang menjadi ikonnya Pandeglang.
ADVERTISEMENT
"Betul Pak Andro. Dulu yang pernah sewa di sini juga merasa nyaman, Pak," kata Pak Kisur orang yang punya rumah. Kebetulan dia memiliki dua rumah di kampung itu. Jadi yang satunya selalu ia sewakan.
"Oya, Pak. Silakan isi dua kamar ini. Sementara kamar yang paling ujung," ia menunjuk sebuah kamar yang dekat dengan dapur.
"Nah, yang itu. Kamarnya saya kunci karena masih direnovasi dan belum selesai."
"Oh iya Pak," timpal suamiku.
Kami memeriksa semua ruangan rumah itu dari mulai ruang tamu sampai ke kamar mandi semuanya terawat dengan baik. Sebuah kamar yang dekat dengan dapur terkunci dengan rapi dan aku tidak pernah curiga sedikit pun kalau kamar itu kelak akan membawa petaka bagi keluargaku.
ADVERTISEMENT
***
Suamiku sering pulang malam karena lembur. Malam itu dia meneleponku minta dimasakkan nasi goreng. Rani, anakku yang berumur lima tahu sudah tidur pulas. Jam dinding menunjukkan pukul sebelas malam. Saat aku sibuk masak nasi goreng di dapur dan tiba-tiba seseorang mengetuk pintu. Kulihat dari balik tirai jendela ternyata suamiku.
"Pah, baru aja aku selesai masak," aku mencium tangannya.
"Em... wanginya," dia mengenduskan hidungnya.
Segera kuhidangkan nasi goreng di atas meja. Mas Andro makan dengan lahap.
"Ada kecap nggak, Mah?" tanya suamiku.
"Oh, ada Pah," setelah kuserahkan botol kecap padanya. Tiba-tiba smartphone-ku berdering di kamar.
"Sebentar, Pah. Ada telepon."
Kuraih smartphone-ku yang tergelatak di atas kasur, "Halo?"
ADVERTISEMENT
"Mah, maap aku telat pulang, ya. Masih ada urusan di kantor. Nggak apa-apa tidur aja dulu. Nanti kubangunkan."
Bukankah barusan suamiku sudah pulang? Lalu siapa sekarang yang makan di dapur. Jelas-jelas kulihat dia adalah suamiku. Aku sangat mengenalinya, bahkan bau parfumnya pun sama. Sebelum kujelaskan apa yang sedang terjadi, telepon langsung terputus. Mungkin karena sinyalnya jelek. Suara sendok yang beradu dengan piring dapat kudengar jelas. Dia masih di dapur makan dengan lahap.
"Mah, ambilin air minumnya, dong."
"Mah, ngapain sih di kamar? Papah haus nih," aku beberapa kali menekan nomor telepon suamiku, tapi tetap tidak dapat tersambung.
"Mah?" Suaranya sekarang berubah bukan lagi seperti suamiku. Lebih menyerupai suara kakek-kakek.
ADVERTISEMENT
Sambil ketakutan, aku mengintipnya dari balik pintu kamar. Kulihat orang yang menyerupai suamiku masuk ke dalam kamar yang tidak kami tempati. Aneh! Aku tahu betul kamar itu dikunci, tapi kenapa lelaki itu masuk dengan mudah. Kulihat bagian bawah kakinya, astaga kedua kakinya tidak menyentuh tanah!
Nantikan cerita Dua Kehidupan Rani selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini:
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten