part 9 square(1).jpg

Dua Kehidupan Rani: Rani Anakku (Part 9)

13 Maret 2020 14:00 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dua Kehidupan Rani. Foto: Argy/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Dua Kehidupan Rani. Foto: Argy/kumparan
ADVERTISEMENT
Di malam Jumat, aku sengaja mengaji Yasin karena dipercaya dapat mengusir setan. Namun, lagi-lagi aku mengalami kejadian mencekam. Saat baru saja membaca beberapa ayat, kudengar Rani dari dalam kamarnya berteriak kesakitan. Bahkan, sampai pingsan. Aku panik dan langsung membawanya ke rumah sakit.
ADVERTISEMENT
Rani dibaringkan di ruang rawat inap. Aku dan Mas Andro menjaga di samping tempat tidurnya. Sedangkan bayiku sudah tidur pulas, untungnya pihak rumah sakit menyediakan tempat tidur untuk bayi. Dokter dan perawat bergantian memeriksa keadaan Rani sampai malam semakin larut dan tidak terasa aku dan Mas Andro tertidur di samping Rani.
***
Aku semakin khawatir karena sudah dua minggu Rani tidak sadarkan diri. Kata dokter Rani mengalami koma. Tapi, jujur saja aku yakin kalau ini ada kaitannya dengan gangguan makhluk gaib. Aku membujuk Mas Andro untuk mencari dukun yang bisa mengobati Rani. Kalau bisa dukun yang paling sakti, berapa pun akan aku bayar asal Rani sembuh.
Mas Andro berusaha untuk mencari informasi mengenai dukun tersebut. Mas Andro akhirnya mendapatkan informasi tersebut. Kami lantas memutuskan untuk membawa Rani ke sana. Apa boleh buat, memang semua upaya harus dicoba. Sepanjang perjalanan menuju rumah dukun, Rani tetap tidak sadarkan diri di pangkuanku. Sengaja aku tidak membawa Dika, bayiku, ia kutitipkan pada ibu mertua.
ADVERTISEMENT
Mobil yang dikemudikan Mas Andro tiba di sebuah perkampungan. GPS menunjukkan kalau kami sudah tiba di tujuan, Mas Andro melambatkan laju mobilnya, ia membuka jendela mobil. Ia kemudian menanyakan kediaman Abah Yadi, dukun yang katanya terkenal sakti.
Salah seorang lelaki berbaju partai menunjukkan rumah Abah Yadi. Katanya tinggal lurus saja ke ujung kampung, dan rumah Abah Yadi berada tepat di tikungan. Sebuah rumah panggung yang sudah usang. Ada seekor anjing yang sedang tidur di kolong rumah tersebut dan suara derum mobil kami membangunkannya.
Kami keluar dari mobil. Mas Andro dengan wajah cemas membopong Rani. Aku mengetuk pintu rumah Abah Yadi, berharap Abah Yadi sedang ada di rumah. Setelah tiga kali ketukan, kudengar suara lantai bambu berderit, itu pasti langkahnya. Pintu kemudian dibuka. Nampaklah seorang kakek tua yang giginya sudah tanggal semua, ia nyengir pada kami lalu mempersilakan masuk.
ADVERTISEMENT
Tikar pandan digelar, ruang rumah itu sangat sederhana hanya ada tv tabung 14 inch yang diletakkan di atas lemari kayu yang sudah usang. Ada sarang laba-laba yang menjuntai di dalam lemari tersebut, mungkin saja jarang dibersihkan.
Belum saja aku cerita tentang keluhan, dia sudah terkejut duluan. Seperti ada yang membisik di telinganya, ia mengangguk-angguk tanpa sebab. Aku dan Mas Andro saling tatap, heran Abah Yadi ini kenapa. Kami tidak berani membuka obrolan karena Abah Yadi masih terlihat seperti mendengarkan sesuatu.
Dia berdeham, "Aku mau jujur saja soal anak kalian."
"Iya kenapa, Bah?" tanya Mas Andro.
"Dari semenjak kalian pulang dari Pandeglang, dia sudah meninggal."
Aku dan Mas Andro terkejut bukan main saat mendengar penjelasan abah Yadi.
ADVERTISEMENT
Nantikan cerita Dua Kehidupan Rani selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini:
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten