part 7 square.jpg

Mayat Pengantin: Penjaga Mayat (Part 7)

2 Maret 2020 15:54 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mayat Pengantin. Foto: Argy/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Mayat Pengantin. Foto: Argy/kumparan
ADVERTISEMENT
Arini membetulkan kerah bajunya. Ia mundur satu langkah karena sepatunya terkena cipratan air hujan. Lengan bajunya disingsingkan, nampaklah sebuah gelang yang terbuat dari akar pohon kecapi. Itu bukan gelang sembarangan, melainkan sebagai jimat pelindung dari gangguan manusia dan jin jahat. Ayahnya yang memberikan gelang tersebut, maklum saja dulu waktu Arini kecil, ia sering sekali kesurupan. Kata orang kampung, ada jin yang nempel di tubuh Arini sehingga tubuhnya harus selalu dijaga dengan jimat pengusir jin jahat.Dan semenjak mengenakan gelang itu, ia tidak pernah lagi kesurupan.
ADVERTISEMENT
Ia sedang berdiri di halte angkot, kebetulan hujan sore itu mengguyur sangat deras. Arini adalah seorang gadis Bali berumur 21 tahun, ia seorang tenaga asisten rumah tangga yang bekerja di sebuah yayasan penyalur. Setelah satu bulan mengikuti pelatihan, ia akhirnya mendapatkan pekerjaan pertamanya. Ia merogoh secarik kertas dari kantong jaketnya, memeriksa kembali alamat yang diberikan yayasan penyalur. Lokasi itu lumayan jauh, tapi Arini harus tetap mendatanginya, ia ingin segera kerja dan dapat uang.
Setelah menunggu hampir setengah jam, akhirnya mobil angkot pun tiba. Dengan terburu-buru ia masuk ke dalam mobil tersebut karena takut bajunya basah. Angkot yang membawa Arini pun melaju perlahan di bawah derasnya guyuran hujan. Setelah kurang lebih empat puluh menit perjalanan, ia akhirnya tiba di tujuan. Hujan sudah reda, ia memperhatikan sekeliling. Hanya ada bentangan pesawahan yang padinya mulai menguning. Sebuah kertas dirogoh lagi dari saku jaketnya, dia ingin memastikan kalau tidak salah alamat. Ia kemudian celingukan lalu melihat sebuah papan alamat yang tertancap di pinggir jalan, Arini mengangguk. Alamatnya sudah benar, ia tidak nyasar. Tapi, di mana rumah majikannya? Ia kemudian memicingkan mata dan dari kejauhan terlihat sebuah rumah berdiri sendiri di ujung persawahan dekat pepohonan bambu. Itu pasti rumahnya, pikir Arini.
ADVERTISEMENT
***
Di dalam kamar, Putu memeluk mayat istrinya yang setiap hari diolesi pengawet. Ajaibnya, tubuh Sri dari pinggang ke kepala sudah terasa hangat sebab beberapa hari yang lalu Putu sudah menunaikan tumbal keduanya. Tumbal itu adalah seorang petani yang sedang bekerja di sawah, Putu membujuk petani tersebut untuk masuk ke dalam rumah dengan iming-iming makanan gratis. Nyatanya, ia dijebak lalu dijadikan tumbal makhluk kepala kambing.
Dan hari ini, akan ada seorang pembantu yang sudah ia pesan dari sebuah yayasan. Putu sangat senang karena sebentar lagi Sri akan bangkit. Ini adalah tumbal terakhir untuk menghidupkan Sri, setelah itu ia akan pulang dan membangun rumah tangga yang bahagia bersama istrinya.
ADVERTISEMENT
Tak lama kemudian, seseorang mengetuk pintu. Putu beranjak dari tempat tidur. Sebelum membukakan pintu, ia mengintip dari balik tirai jendela kemudian tersenyum tipis. Benar saja, ART pesanannya sudah datang. Dia pasti dikirim dari yayasan untuk menjadi ART. Dengan ramah sekali Putu membukakan pintu, di hadapannya berdiri seorang wanita berparas cantik, kulitnya putih, ada lesung di pipi kanannya, sorot matanya ramah, ia membawa tas gendong yang berisi pakaian dan kebutuhan lainnya.
"Saya Arini, Pak. Dari yayasan Abdi Sentosa, apa betul ini rumah bapak Putu?"
"Oh iya. Saya Putu. Silakan masuk."
Mereka duduk di sofa.
"Bagaimana perjalanannya? Nyasar tidak?" Putu berbasa-basi.
"Syukurnya tidak, Pak."
"Jadi begini Arini. Saya mau kasih kamu tugas pertama. Hari ini saya ada urusan sebentar di luar, kamu bisa jaga rumah dulu? Nanti sore saya balik lagi."
ADVERTISEMENT
"Oh bisa, Pak." Arini mengangguk.
"Oya, satu lagi." Putu melangkah ke kamar, "Itu istri saya, dia baru meninggal kemarin."
"Hah? Meninggal, Pak?" jelas saja Arini kaget.
"Tapi tenang, besok jenazahnya akan dikremasi. Lagi pula sebentar lagi akan ada kerabat yang berkunjung. Jadi kamu tidak akan sendirian."
"Kamu bisa kan jaga jenazah istri saya dulu?"
Dahi Arini berkerut, ia bingung harus berbuat apa dan mengatakan apa. Ia sebenarnya takut, tapi di sisi lain hal seperti ini adalah bagian dari tugas.
"Bisa kan?" Tanya Putu menyadarkan lamunan Arini.
"Tapi benar kan nanti ada kerabat bapak yang berkunjung?"
"Iya, kamu jangan khawatir, Arini. Mereka pasti akan datang."
Arini mengangguk, baginya tugas pertama ini sangat aneh dan menakutkan.
ADVERTISEMENT
"Sekarang kamu bisa bantu saya?"
"Bantu apa, Pak?"
"Meluluri jenazah dengan pengawet."
Jantung Arini terasa mau copot. Baru kali ini saja dalam hidupnya ada yang minta bantuan untuk meluluri jenazah.
"Bo... boleh, Pak," ragu-ragu Arini menuruti permintaan Putu.
Dan ketika Arini masuk ke dalam kamar tersebut, saat itu juga Putu mengurungnya. Pintu itu dikunci dari luar, Arini berteriak minta tolong, tapi siapa pula yang akan mendengarnya. Jelas-jelas di sana hanya ada satu rumah saja.
Dengan tangan gemetar, Arini mencari telepon genggamnya di saku jaket. Sial! telepon genggamnya ada di dalam tas dan tas itu tertinggal di ruang tamu. Putu tertawa terbahak-bahak, ia sangat senang karena sebentar lagi istrinya akan hidup kembali.
ADVERTISEMENT
Nantikan cerita Mayat Pengantin selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini:
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten