part 1 square(2).jpg

Mayat Pengantin: Sri akan Menikah (Part 1)

26 Februari 2020 17:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mayat Pengantin. Foto: Argy/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Mayat Pengantin. Foto: Argy/kumparan
ADVERTISEMENT
Sri mencoba satu persatu kebaya pengantinnya. Sesekali membalikkan badan lalu menghadap kembali ke cermin, ia tersenyum. Matanya berbinar terharu lantaran sudah delapan tahun pacaran dengan Putu akhirnya lelaki itu melamarnya.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, Sri sudah minta dilamar setahun lalu hanya saja tabungan Putu belum cukup untuk menggelar pesta pernikahan. Ia bersabar menunggu tabungan pacarnya bahkan ia juga rela bekerja sebagai pemetik jagung untuk membantu tabungan pacarnya.
Besok adalah hari pernikahannya dengan Putu. Ia harus tampil secantik mungkin. Di hadapannya ada sepuluh kebaya pengantin dan hanya dua yang harus ia pilih. Sri bingung karena semua kebaya itu bagus-bagus. Semuanya cocok dikenakan tubuh Sri yang langsing dan tinggi semampai. Ia kemudian duduk di tepi tempat tidurnya, meraih smartphone.
‘Sayang, aku bingung pilih kebaya yang mana?’
Ia mengirim pesan singkat pada Putu. Sesaat kemudian terlihat tanda di layar smarpthone-nya kalau Putu ‘sedang mengetik’
ADVERTISEMENT
‘Aku paling suka kalau kamu pake warna biru dan putih, Yang.’
Jawab Putu. Jempol Sri kembali sibuk mengetik.
‘Ya sudah, aku turutin mau kamu ya sayang.’
Sri tersenyum. Ia melepas kebaya itu dan mengenakan kembali pakaiannya, kebaya-kebaya itu kemudian ia bawa keluar kamar. Ia menghampiri Bu Fani, tukang sewa kebaya yang menunggunya di ruang tamu. Sudah lama sekali Sri tertarik dengan koleksi kebaya yang disewakan Bu Fani karena desainnya bagus dan elegan. Juga yang terpenting bagi Sri adalah harganya yang murah, sudah murah masih bisa ditawar pula.
“Bagaimana? Sudah ada yang cocok?”
“Sudah Bu Fani, saya ikut apa kata calon suami saya saja, dia lebih suka warna biru dan putih.”
ADVERTISEMENT
“Wah bagus juga itu, cocok sama kulitmu yang putih,” biasalah pedagang selalu memuji apa pun yang dipilih pelanggannya.
Sri tersenyum, tangannya mengelus-elus kebaya yang akan ia kenakan di hari pernikahannya. Ia merogoh sejumlah uang dari dalam saku celananya, lalu menyerahkan uang tersebut pada Bu Fani.
“Ini Bu, uang sewanya. Nanti setengahnya saya bayar setelah acara ya, Bu.”
“Oh, tak jadi masalah. Semoga nikahnya lancar ya Sri,” Bu Fani mengambil uang sewa tersebut.
Mengenai Sri, dia adalah anak tunggal. Kedua orang tuanya sudah meninggal satu per satu. Di rumah tersebut ia hanya tinggal sendirian. Walau pun begitu semenjak berpacaran dengan Putu, ia tidak pernah merasa kesepian lagi.
Sri berkenalan dengan lelaki itu pada sebuah upacara Ngaben, upacara kremasi adat Bali, saat itu Putu menjadi salah satu petugas yang menggotong arak-arakan jenazah, sedangkan Sri hanya ikut menghadiri saja karena kebetulan yang meninggal adalah tetangganya.
ADVERTISEMENT
Secara tidak sengaja, Putu melihat seorang gadis cantik berkebaya putih adat bali dengan rambut diikat kebelakang sedang berdiri di pinggir jalan. Wanita yang sangat manis, membuat hati Putu meleleh. Setelah upacara Ngaben selesai, Putu tanpa malu mengajak Sri berkenalan. Hingga akhirnya kedekatan mereka berlanjut hingga menjadi sepasang kekasih.
Putu calon suaminya itu dulunya seorang pekerja serabutan. Banyak pekerjaan yang pernah ia lakoni seperti menjadi penjaga toko di pasar Seni Ubud, menjadi anak buah kapal pesiar, berjualan buah-buahan, sampai menjadi kurir di perusaahaan ekspedisi yang sekarang menjadi pekerjaan tetapnya. Dia nyaman dengan pekerjaanya yang sekarang. Betapa tidak, gaji yang Putu dapat lumayan besar, belum lagi uang tip dari pelanggan.
Nantikan cerita Mayat Pengantin selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini:
ADVERTISEMENT
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten