part 3 square(2).jpg

Mayat Pengantin: Sri, Kau Akan Hidup Lagi (Part 3)

27 Februari 2020 15:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mayat Pengantin. Foto: Argy/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Mayat Pengantin. Foto: Argy/kumparan
ADVERTISEMENT
“Bu, aku dapat telepon dari keluarganya Sri di seberang pulau. Mereka mau Sri dikremasi di sana, jadi aku disuruh untuk mengantarkan jenazahnya.”
ADVERTISEMENT
“Keluarga Sri? Siapa?” Ibunya Putu mengerutkan dahi.
“Setahu bapak Sri sudah tidak punya siapa-siapa lagi, Putu” tambah bapaknya Putu.
“Aku pikir juga seperti itu, tapi ternyata masih ada, Pak. Aku kaget tadi ditelepon sama mereka.”
“Coba kamu telepon lagi mereka. Bapak mau dengar,” bapaknya Putu tidak percaya dengan perkataan anaknya itu.
Putu merogoh telepon genggamnya lalu menelepon orang tersebut.
“Halo? Ini keluarga Sri yang dari mana ya? Setahu kami Sri sudah tidak punya keluarga lagi.”
“Oh iya Pak. Saya saudara jauhnya dari pihak bapak. Dulu bapak saya itu sepupunya bapaknya Sri.”
Suara lelaki dari seberang telepon terdengar asing.
“Kamu yang mau mengkremasi jenazah Sri?”
“Iya, Pak.”
“Ya sudah kalau itu maumu.”
ADVERTISEMENT
Wajah Putu yang tadinya terlihat tegang, sekarang cerah kembali. Rencananya berhasil, ia meminta tolong pada Wayang, teman dekatnya, untuk pura-pura menjadi menjadi saudara jauhnya Sri. Selain itu Putu juga ingin meminjam sebuah rumah kosong milik Wayang yang lama tidak ditempati. Awalnya Wayang tidak mau meminjamkannya karena ide Putu terbilang gila, menghidupkan orang mati! Siapa pula di dunia ini yang bisa menghidupkan lagi orang yang sudah mati? Tapi, setelah berkali-kali Putu memohon, Wayang akhirnya mau meminjamkan rumah kosong tersebut. Putu tahu kalau rumah itu sangat angker.
Awalnya dibangun untuk dijadikan kontrakan, tapi setiap ada yang menghuni pasti diganggu makhluk gaib. Makanya sampai saat ini rumah itu tetap kosong dan dibiarkan tidak terurus. Wayang benar-benar tidak habis pikir kalau Putu percaya dengan mimpi, tapi pertemanan mereka sudah terjalin sejak kecil dan Wayang tidak tega mendengar Putu memohon-mohon seperti itu.
ADVERTISEMENT
“Biar bapak antar, Nak,” bapaknya Putu sudah rapi mengenakan batik biru dan celana hitam, hendak mengantarkan jenazah Sri.
“Oh tidak usah, Pak. Perjalanannya jauh sekali, biar Putu sajalah,” wajah Putu kembali tegang, ia takut bapaknya maksa ingin ikut mengantar.
“Kau yakin sanggup sendiri?”
“Iya kok, Pak. Di pelabuhan sudah ada orang-orang utusan keluarga Sri yang nanti akan bantu saya, Pak,” Putu berbohong lagi.
Untung saja bapaknya Putu mudah percaya. Peti yang berisi jenazah Sri pun dinaikkan ke atas mobil pikap yang Putu sewa. Sebuah terpal dibentangkan untuk menutupi peti jenazah. Setelah semua dirasa sudah siap, Putu menyuruh sopir untuk berangkat, ia duduk bersebelahan dengan kursi kemudi di depan. Mobil yang membawa jenazah Sri bergerak ke arah Selatan dan masuk ke jalan raya.
ADVERTISEMENT
Setelah beberapa menit di perjalanan, Putu minta agar mobil berbelok ke kiri. Sopir pikap itu mulai bingung, tadi katanya mau di bawa ke pelabuhan dan sekarang malah berbelok arah.
“Sebenarnya kita mau ke mana Pak Putu?”
“Ikuti saja dulu arahanku,” jawab Putu dengan nada dingin.
Mereka tiba di sebuah jalan sempit. Sejauh mata memandang hanya terlihat persawahan. Sopir pikap mulai tambah bingung melihat tempat itu.
“Kita di mana ini, Pak?”
“Nanti kuberi tahu, sekarang bantu aku mengangkut jenazah Sri, ya.”
Sopir itu nurut saja.
Dengan tergopoh-gopoh mereka menggotong peti jenazah itu melintasi persawahan. Keringat membasahi wajah mereka, hingga sampailah di sebuah rumah kosong yang terletak tepat menghadap ke persawahan. Di sana hanya berdiri satu rumah saja, kiri kanannya di ditumbuhi pohon bambu. Rumah itu terlihat masih kokoh dengan dua tiang bulat sebagai penyangga di bagian depan. Lantainya sangat berdebu, kaca jendelanya buram, ada sebuah kursi yang terbuat dari karet ban di depan rumah itu. Pati jenazah di letakkan di beranda rumah.
ADVERTISEMENT
“Jadi begini, Pak. Ini rumahnya keluarga Sri, besok mereka akan datang menjemput jenazah ini.”
“Loh katanya udah ada yang jemput di pelabuhan?” Sopir mengerutkan dahi.
“Tidak jadi Pak tadi aku dapat pasan dari mereka. Jadinya besok akan dijemput.”
Walau masih bingung, sopir pikap coba untuk menerima penjelasan Putu. Dan setelah menerima uang, sopir itu pergi. Sengaja Putu menyewa sopir itu dari kota sehingga dia tidak akan bertemu lagi dengan bapaknya Putu dan rencananya tetap aman. Pati jenazah kemudian diseret mendekati pintu, ia harus menunggu Wayang datang karena kunci rumahnya masih di tangan Wayang. Putu membuka peti jenazah Sri, mayat itu tambah pucat saja. Semalam Putu sudah melulurinya dengan pengawet. Dalam peti itu, Sri masih mengenakan kebaya pengantin lengkap, Putu tersenyum lalu mengecup kening Sri.
ADVERTISEMENT
“Sri kau akan hidup lagi.”
Hari semakin sore, Wayang tidak kunjung datang. Terdengar suara dedaunan bambu menelisik tertiup angin.
Nantikan cerita Mayat Pengantin selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini:
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten