Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
ADVERTISEMENT
"Sini Nak!" Roni diajak ke dapur oleh Mbah Sukur.
ADVERTISEMENT
Di sana ia melihat banyak makanan terhidang. Ada goreng ikan kakap, sayur lobster, ayam goreng, dan berbagai macam sayur. Mbah Sukur dan Ibu Darsiah duduk di hadapan hidangan, sedangkan Roni dan Ellena duduk bersebalahan. Melihat semua hidangan enak di hadapannya membuat air liur Roni mencair di dalam mulutnya, untuk menjaganya agar tidak menetes, ia menelan air liurnya sendiri.
"Silakan dimakan, Nak Roni."
"Oh, iya Mbah Sukur. Kebetulan saya sangat lapar."
Dengan lahap, Roni menyantap hidangan itu. Usai makan, mereka mengobrol banyak hal; dari mulai awal kedatangan keluarga Mbah Sukur di Pulau Nusakambangan hingga soal pasar malam yang setiap sebulan sekali digelar.
"Oya, Mbah. Ini namanya kampung apa, ya?"
ADVERTISEMENT
"Pasir Putih. Pendahulu kami yang menamainya," yang jawab malah Ellena.
"Diminum tehnya, Nak," Ibu Darsiah menyuguhkan segelas teh dan secangkir kecil madu.
"Iya Bu, terima kasih," Roni tersenyum dan meraih secangkir teh hangat.
"Sebenarnya, apa tujuan Nak Roni datang ke Nusakambangan?" Tanya Mbah Sukur.
"Oh, tujuan saya cuma berwisata saja, Mbah. Soalnya banyak yang bilang kalau Nusakambangan ini pulau penjara. Jadi, saya penasaran."
"Oalah begitu ya," Mbah Sukur menyeruput secangkir kopi.
"Oya Bu, boleh nggak kalau Mas Roni nginep aja di rumah kita untuk malam ini. Kasian dia, tadi saja kayak orang nyasar di kampung," Ellena menatap ibu dan bapaknya.
"Tentu saja boleh," kata Mbah Sukur sambil tersenyum.
ADVERTISEMENT
"Kebetulan ada kamar kosong di rumah ini," lanjutnya.
"Terima kasih, kalian baik sekali. Saya jadi tidak enak," Roni tersipu malu.
"Nggak apa-apa Mas. Kami jarang kedatangan tamu, kok."
"Betul itu Mas, jarang sekali orang yang mau bertamu ke rumah kami," Bu Darsiah menambahkan.
Malam itu obrolan di tutup dengan bersulang secangkir teh. Roni pergi ke kamar, di sana ada kasur yang sangat empuk dan nyaman. Bantalnya wangi, seperti baru saja disemprot pengharum. Ada selimut tebal yang sangat nyaman digunakan.
Roni mematikan lampu lalu membenamkan diri di kasur. Ia tidak menyangka di tengah hutan seperti ini bisa menemukan keluarga yang baik hati seperti Ellena, Mbah Sukur, dan Bu Darsiah. Untuk sementara ia bisa bersembunyi di rumah ini dari kejaran petugas lapas.
ADVERTISEMENT
Perlahan, ia mulai memejamkan matanya. Suara dengkur Mbah Sukur terdengar dari kamar sebelah. Besok pagi, dia akan menanyakan jalan menuju pantai lalu pergi dari kampung ini.
***
Keesokan paginya, entah apa yang terjadi, Roni mendapati dirinya terbaring di atas dedaunan kering, tepatnya di bawah pohon beringin. Seekor kalajengking merayapi wajahnya. Ia berteriak ketakutan. Masih melekat di ingatannya kalau semalam dia menginap di rumah Ellena.
Ke mana mereka? Di mana kampung Pasir Putih? Semua lenyap. Di sekeliling Roni hanya ada semak-semak, rumput liar setinggi satu meter, pohon yang besar-besar, dan sebuah tiang yang ada bercak darah kering di permukaannya. Roni sedang berada di lembah, tempat eksekusi para narapidana yang divonis mati. Ya, apa lagi kalau bukan Lembah Nirbaya.
ADVERTISEMENT
Nantikan cerita Tersesat di Nusakambangan selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini: