Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
ADVERTISEMENT
Seorang nenek memperhatikan Roni yang sedang terkapar tidak berdaya. Nenek itu membawa keranjang yang terbuat dari anyaman bambu. Di dalam keranjang itu sudah terisi biji-biji kopi yang ia petik dari pohonnya langsung. Nenek itu memicingkan kedua matanya, dengan terbata-bata ia membaca tulisan 'tahanan' pada baju yang dikenakan Roni. Segera nenek itu kabur ketakutan, ia tidak mau ada masalah dengan para penjaga lapas.
ADVERTISEMENT
Kedua mata Roni berkedip-kedip. Ia sangat kelaparan, biji-biji kopi yang ia makan tidak bisa mengganjal perutnya. Roni tidak tahu berapa lama lagi dia bisa bertahan hidup. Namun, kali ini sebuah keberuntungan berpihak kepadanya. Tanpa disangka-sangka, seekor kelinci melompat lalu hinggap di atas dada Roni. Pelan-pelan Roni mencoba untuk menangkapnya dengan kedua tangan. Dengan sekali percobaan saja, kelinci itu berhasil ditangkap.
Bersandarlah Roni ke sebuah batang pohon sambil memegang erat kelinci. Dicekiknya leher kelinci itu sampai mati. Beberapa ranting dan dedaunan kering ia kumpulkan. Sebatang kayu digesek-gesekkan pada permukaan kayu lainnya agar mengeluarkan api. Tidak butuh waktu lama, asap mulai mengepul, arang pun terbentuk. Roni tersenyum lantaran ia berhasil membuat api. Kemudian, kelinci itu dipanggang bulat-bulat.
ADVERTISEMENT
***
Malam pun tiba. Roni masih duduk bersandar di bawah pohon. Perutnya sangat kenyang setelah memakan seekor kelinci yang berukuran besar. Entah dari mana asalnya, tiba-tiba saja ia mendengar gemuruh suara kerumunan orang. Roni terkejut dan langsung berdiri. Hanya ada dua hal yang terlintas di benaknya tentang suara itu; kalau bukan petugas lapas, ya pasti setan.
Roni mencoba untuk mencari tahu dari arah mana datangnya suara gemuruh itu. Ia melangkah ke arah barat, suara itu berasal dari sana. Dan benar saja, ia melihat kerumunan orang, itu seperti pasar malam. Banyak pedagang, wahana bermain, dan lalu-lalang orang yang sedang menikmati pasar.
Ragu-ragu ia melangkah menuju pasar malam itu. Antara rasa curiga dan bahagia. Sebenarnya, ia takut kalau yang ia temui ini adalah pasar hantu, tapi di sisi lain bisa saja Pulau Nusakambangan ini memang benar-benar sudah ada penduduknya. Roni memberhentikan langkahnya, ia membuka baju dan memakainya terbalik agar tidak diketahui kalau ia adalah tahanan yang kabur.
ADVERTISEMENT
Pasar malam tampak ramai sekali. Ada sepasang kekasih yang sedang bahagia memandangi gemerlap komedi putar, ada anak kecil dan ayahnya sedang asik bermain 'tembak boneka beruang' juga ada pedagang gulali yang ramai dikerumuni pembeli. Walau pasar malam itu ramai, tapi tidak ada satu pun yang melirik Roni. Hingga saat ia melewati sebuah kedai permainan 'memanah boneka', seorang lelaki memanggilnya.
"Mas, mau coba main?" Tanya seorang lelaki kurus sambil tersenyum ramah.
"Saya tidak punya uang, Mas."
"Gratis saja, sini," pinta lelaki itu.
Roni mendekat. Sebuah busur panah disodorkan padanya, ia mengambil anak panah yang tergeletak di atas meja. Dengan penuh konsentrasi, ia membidik sebuah boneka kelinci. Setttt! Anak panah itu melenceng.
ADVERTISEMENT
"Fuh! Kurang beruntung," kata pemilik kedai sambil tertawa.
Roni tersenyum, setidaknya permainan itu menghiburnya.
"Oya Mas, emangnya di sini ada perkampungan, ya?" Tanya Roni.
"Iya, tuh di sana," lelaki itu menunjuk ke arah kanan.
Benar saja, di sana terlihat sebuah perkampungan warga. Mungkin mereka bukan hantu, kata Roni dalam hatinya.
Nantikan cerita Tersesat di Nusakambangan selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini: