Ilustrasi cerita horor pabrik berhantu

Tragedi Pabrik Berhantu: Bekas Kuburan (Part 8)

16 April 2020 15:50 WIB
comment
12
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi cerita horor pabrik berhantu. Foto: Masayu Antarnusa
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi cerita horor pabrik berhantu. Foto: Masayu Antarnusa
ADVERTISEMENT
"Mona? Kamu tahu dari mana alamat rumahku?"
"Hai, Desi. Dari teman-teman di pabrik. Maaf datangnya mendadak, aku cuma mau ngomong sesuatu sama kamu."
ADVERTISEMENT
"Apa, ya?" aku penasaran.
"Boleh aku masuk dulu?" tanya Mona.
Aku mempersilakannya untuk masuk, kami duduk di sofa ruang tamu.
"Mau minum apa?"
"Nggak usah repot-repot, Des."
Aku tetap mengambilkannya air putih.
"Des, aku mau langsung saja ke inti pembicaraan."
"Iya, kenapa Mona?" aku berusaha untuk tenang.
"Aku yakin kalau Surya sudah mati dan bisa saja selanjutnya kita."
Pernyataannya singkat tapi seperti palu yang menghantam dadaku dengan keras.
"Ma... maksud kamu?"
"Sebenarnya, aku sengaja kerja di pabrik itu hanya untuk mencari tahu tentang kematian kakakku yang misterius. Dulu, kakakku juga salah satu karyawan di pabrik itu. Dia meninggal dengan luka tusukan di perut dan sehari setelah dikubur mayatnya hilang. Aku yakin ada yang belum terungkap dari kematian kakakku."
ADVERTISEMENT
"Kamu mengarang cerita, Mon. Aku sudah tahu semuanya termasuk mayat di halaman pabrik tua itu," kataku sinis.
"Aku tidak mengarang cerita Desi. Aku kesini untuk menyelamatkan nyawamu. Masih ada kesempatan agar kita berdua bisa hidup. Soal mayat Herni sudah kulaporkan ke polisi. Aku sudah lama memata-matai para kepala pabrik itu. Mereka yang menumbalkan dan mencuri mayat Herni untuk dijadikan sesembahan setan agar produk mereka laris."
Aku diam dan mulai mempercayai omongannya.
"Des. Pabrik tempat kita kerja itu angker. Kata orang, dulunya pabrik itu bekas kuburan! Setiap tahun, pasti minta tumbal," Mona berusaha meyakinkanku.
"Lalu apa rencanamu?"
"Malam ini juga kamu harus ikut aku." "Ke mana?"
"Ke pabrik. Kuncinya adalah tugu keramat itu, Des. Kata dukun yang aku datangi, selama tugu itu masih ada. Pabrik kita akan terus makan korban."
ADVERTISEMENT
"Mau kamu apakan tugu itu?"
"Kita hancurkan Des. Biar nggak ada lagi korban."
Saat kami sedang serius mengobrol, ada seseorang yang mengetuk pintu. Itu pasti Bapak, ia baru datang dari masjid.
"Wah, ada tamu?" sapa Bapak.
"Iya Pak. Saya Mona temannya Desi."
"Kok air putih minumnya. Di dapur ada sirup kan, Des?" Bapak menatapku.
"Oh, nggak apa-apa Pak. Saya yang minta air putih kok," sebelum aku menjawab Bapak, Mona sudah menyela terlebih dahulu.
"Ya sudah kalau begitu lanjutkan saja obrolannya, ya," bapak beranjak ke kamar.
"Desi. Kamu masih mau hidup, kan?"
Bisik Mona, aku mengangguk.
"Percaya sama aku. Ikut aku sekarang, ini soal nyawa kita dan nyawa para karyawan di pabrik. Jangan sampai ada korban lagi."
ADVERTISEMENT
***
Akhirnya aku percaya pada Mona. Aku pamit ke bapak dengan alasan pergi main ke kontrakan Mona. Kami naik becak menuju pabrik. Kebetulan saat itu adalah tanggal merah, pabrik sedang libur produksi karena belum ada pesanan yang mendesak. Jadinya tidak ada karyawan yang dilemburkan.
Kami berdua dengan mudah masuk ke dalam pabrik dengan alasan ingin mengambil barang yang tertinggal. Pak satpam tidak curiga sedikit pun, ia mempersilakan kami masuk. Gedung produksi gelap, Mona menyalakan lampu di blok packing.
"Gimana cara kita memusnahkan tugunya?" tanyaku.
Belum sempat aku menoleh ke Mona yang sedang berdiri di belakangku, tiba-tiba sebuah benda keras menghantam kepalaku. Aku terkapar tidak berdaya dengan darah tercecer di lantai. Sebelum tidak sadarkan diri, kulihat Mona tersenyum sambil memegang sebuah martil. Tubuhku diseret, pandanganku perlahan kabur.
ADVERTISEMENT
___
Nantikan cerita Tragedi Pabrik Berhantu selanjutnya. Agar tidak ketinggalan, klik subscribe di bawah ini:
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten