Konten dari Pengguna

Menkum HAM Yasonna Laoly: UU Pemasyarakatan Perkuat Keadilan Restoratif

Media Center Kementerian Hukum dan HAM
Kanal Resmi Pemberitaan Unit Kerja di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dikelola oleh tim Media Center Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
7 Juli 2022 15:09 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Media Center Kementerian Hukum dan HAM tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Menkum HAM Yasonna Laoly, Ketua DPR  Puan Maharani,  bersama Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel, saat pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Pemasyarakatan menjadi Undang-Undang di gedung DPR Republik Indonesia. (Foto: Kemenkumham)
zoom-in-whitePerbesar
Menkum HAM Yasonna Laoly, Ketua DPR Puan Maharani, bersama Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel, saat pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Pemasyarakatan menjadi Undang-Undang di gedung DPR Republik Indonesia. (Foto: Kemenkumham)
ADVERTISEMENT
Oleh:Indra dan Yos Foto: Rangga
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM), Yasonna H. Laoly, mengapresiasi semua pihak yang berperan dalam pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Pemasyarakatan menjadi Undang-Undang.
ADVERTISEMENT
Menurut Yasonna, UU tentang Pemasyarakatan dibentuk untuk memperkuat Sistem Pemasyarakatan di Indonesia yang dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan telah menganut konsep reintegrasi sosial sebagai pengganti dari konsep pembalasan dan penjeraan.
“Undang-Undang ini juga diharapkan dapat memperkuat terwujudnya dan terlaksananya konsep keadilan restoratif yang dianut dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (juvenile justice system) serta pembaruan hukum pidana nasional,” kata Menkum HAM Yasonna, saat membacakan Pendapat Akhir Presiden terkait RUU tentang Pemasyarakatan, dalam rapat paripurna DPR RI, di Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis 7 Juli 2022.
“Dengan demikian, Pemasyarakatan tidak lagi hanya pada tahap akhir dari bekerjanya sistem peradilan pidana, namun sudah bekerja sejak dimulainya proses peradilan pidana,” sambung Yasonna Laoly.
ADVERTISEMENT
Guru Besar Ilmu Kriminologi Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian itu menuturkan, Pemasyarakatan merupakan salah satu bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari sistem peradilan pidana terpadu (integrated criminal justice system), yang menyelenggarakan penegakan hukum di bidang perlakuan terhadap tahanan, anak, dan warga binaan dalam tahap pra-adjudikasi, adjudikasi, dan pasca adjudikasi.
Menkum HAM Yasonna Laoly, saat membacakan Pendapat Akhir Presiden terkait RUU tentang Pemasyarakatan, dalam rapat paripurna DPR Republik Indonesia. (Foto: Kemenkumham)
Menkum HAM Yasonna melanjutkan, bahwa penyelenggaraan Pemasyarakatan sebagai bagian dari sistem peradilan pidana terpadu didasarkan pada sebuah sistem, yang disebut sebagai Sistem Pemasyarakatan yang merupakan suatu tatanan mengenai arah dan batas.
Serta metode pelaksanaan fungsi Pemasyarakatan secara terpadu antara petugas pemasyarakatan, tahanan, anak, warga binaan, dan masyarakat.
Yakni meliputi, pelayanan, pembinaan, pembimbingan kemasyarakatan, perawatan, pengamanan, dan pengamatan, dengan menjunjung tinggi penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia.
ADVERTISEMENT
“Hal ini sesuai dengan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia sebagaimana telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman, or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia),” ujar Menkum HAM, Yasonna Laoly.
DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang atau RUU Pemasyarakatan menjadi UU saat pembicaraan tingkat II di rapat paripurna. Rapat dipimpin Wakil Ketua DPR RI, Rachmat Gobel. Tampak hadir Ketua DPR RI, Puan Maharani dan Wakil Ketua DPR RI, Lodewijk Freidrich Paulus.