Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Pudarnya Faraid di Tengah Masyarakat Kita
5 Oktober 2024 12:38 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Muhammad Abdul Aziz tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ilmu faraid, atau ilmu tentang pembagian warisan sesuai syariat Islam, pernah menjadi salah satu disiplin yang sangat dihormati dalam masyarakat Muslim. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, modernisasi, dan pergeseran nilai-nilai, penerapan faraid di Indonesia tampaknya semakin terpinggirkan. Masyarakat kini lebih sering menggunakan hukum adat, kesepakatan keluarga, atau bahkan jalur hukum positif (hukum negara) dalam pembagian warisan. Fenomena ini patut menjadi perhatian serius, mengingat faraid tidak hanya berkaitan dengan keadilan, tetapi juga merupakan perintah langsung dari Allah SWT. Lalu, mengapa faraid tampak semakin pudar, dan apa dampaknya terhadap masyarakat kita?
ADVERTISEMENT
Ilmu Faraid: Sebuah Konsep yang Menjaga Keadilan
Faraid adalah ketentuan yang mengatur pembagian harta warisan menurut hukum Islam. Allah SWT secara jelas mengatur pembagian warisan dalam Al-Qur'an, terutama di Surat An-Nisa ayat 11 dan 12, di mana porsi-porsi hak waris dijelaskan dengan rinci. Misalnya, seorang anak laki-laki mendapat dua kali bagian anak perempuan, orang tua mendapatkan bagian tertentu, dan sebagainya. Rasulullah SAW juga menekankan pentingnya ilmu faraid dalam sabdanya:
"Pelajarilah ilmu faraid dan ajarkan kepada manusia, karena ia adalah separuh ilmu, dan ia adalah ilmu yang pertama kali akan dicabut dari umatku." (HR. Ibnu Majah)
Hadits ini menunjukkan bahwa faraid adalah bagian integral dari kehidupan Muslim, yang seharusnya tidak diabaikan. Ketika hukum faraid diterapkan, keadilan dalam pembagian warisan bisa tercapai, dan hal ini membantu menjaga keharmonisan dalam keluarga.
ADVERTISEMENT
Kenapa Faraid Mulai Pudar?
Meski telah dijelaskan secara tegas dalam Al-Qur’an dan Hadits, penerapan faraid di Indonesia mengalami penurunan drastis. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal ini terjadi:
1. Pengaruh Hukum Adat dan Hukum Positif
Di Indonesia, hukum adat memiliki pengaruh besar, terutama di daerah-daerah tertentu. Sebagai contoh, dalam adat Minangkabau, sistem matrilineal yang mewariskan harta kepada garis keturunan perempuan sering kali lebih dominan dibandingkan hukum faraid. Begitu pula di beberapa daerah di Jawa, di mana sering kali dilakukan pembagian yang “adil menurut adat,” yang tak jarang berbeda dari ketentuan faraid. Di sisi lain, hukum positif yang diterapkan oleh negara, yakni melalui hukum perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), juga kerap menjadi preferensi utama keluarga dalam pembagian warisan, terutama bagi mereka yang tidak terlalu memahami syariat Islam.
ADVERTISEMENT
Data dari Pusat Studi Hukum Islam (2022) menunjukkan bahwa sekitar 60% kasus pembagian warisan di pengadilan agama Indonesia lebih banyak mengacu pada hukum positif daripada faraid. Ini menunjukkan bahwa masyarakat lebih memilih penyelesaian hukum yang dianggap praktis, meskipun secara syariat hal ini menyimpang dari ajaran Islam.
2. Minimnya Pemahaman dan Pendidikan tentang Faraid
Masyarakat kita, terutama generasi muda, semakin minim pemahamannya tentang ilmu faraid. Di banyak pesantren dan lembaga pendidikan Islam, ilmu ini mulai jarang diajarkan secara mendalam. Hal ini sejalan dengan survei yang dilakukan oleh Badan Litbang Kementerian Agama pada 2021, yang menunjukkan bahwa hanya 35% siswa madrasah aliyah yang mengaku pernah belajar ilmu faraid, dan hanya 12% yang merasa paham dengan pembagiannya.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, pengajaran faraid dalam lingkup pendidikan formal juga hampir tidak ada. Akibatnya, ketika seseorang meninggal dunia, banyak keluarga yang tidak tahu bagaimana cara membagi warisan sesuai syariat, sehingga memilih jalan lain yang dianggap lebih mudah dan praktis.
3. Kepentingan dan Kesepakatan Keluarga
Dalam praktiknya, banyak keluarga yang memilih untuk melakukan pembagian warisan berdasarkan kesepakatan antar-anggota keluarga. Hal ini sering terjadi terutama dalam masyarakat yang lebih mengedepankan asas “keadilan sosial” versi keluarga. Pada dasarnya, kesepakatan keluarga ini tidak selalu mengikuti faraid, tetapi lebih kepada pembagian “rata” yang dianggap adil bagi semua pihak.
Kendati demikian, kesepakatan seperti ini tidak jarang menimbulkan masalah di kemudian hari. Menurut data dari (BPS) Badan Pusat Statistik (2021), sekitar 20% konflik keluarga yang berujung pada gugatan hukum di pengadilan agama disebabkan oleh ketidakadilan dalam pembagian warisan yang tidak mengikuti faraid. Dengan kata lain, meskipun pada awalnya kesepakatan tampak damai, ketidakpuasan atau perasaan terzalimi sering muncul di kemudian hari.
ADVERTISEMENT
Dampak Tidak Diterapkannya Faraid
Pengabaian faraid memiliki dampak yang serius, baik secara individual maupun sosial. Pertama, secara individual, penerapan faraid adalah bagian dari ketaatan seorang Muslim kepada Allah SWT. Ketika faraid tidak diterapkan, berarti kita telah mengabaikan salah satu perintah-Nya, yang dalam jangka panjang dapat berpengaruh pada keimanan dan ketakwaan seseorang.
Kedua, tidak diterapkannya faraid berpotensi menimbulkan ketidakadilan dalam pembagian harta warisan. Dalam syariat, setiap ahli waris telah ditentukan bagian-bagiannya sesuai dengan keadilan Allah. Ketika pembagian dilakukan secara serampangan atau berdasarkan kesepakatan yang tidak sesuai syariat, bisa jadi ada pihak yang haknya terzalimi. Hal ini sering kali terjadi dalam pembagian warisan di mana perempuan atau anak-anak sering mendapatkan bagian yang lebih sedikit dibandingkan laki-laki yang lebih kuat posisinya dalam keluarga.
ADVERTISEMENT
Ketiga, tidak diterapkannya faraid bisa merusak keharmonisan keluarga. Konflik yang timbul akibat pembagian warisan yang tidak adil kerap kali berujung pada perpecahan keluarga. Bahkan, tidak sedikit kasus di mana anggota keluarga tidak lagi bertegur sapa atau bahkan saling menggugat di pengadilan hanya karena masalah warisan.
Fenomena pudarnya penerapan faraid di tengah masyarakat Indonesia adalah masalah yang harus segera diatasi. Tidak hanya karena faraid adalah perintah Allah yang wajib ditaati, tetapi juga karena penerapannya menjamin keadilan dan keharmonisan dalam pembagian harta warisan. Melalui edukasi yang lebih intensif dan kesadaran akan pentingnya menjalankan syariat Islam secara menyeluruh, kita bisa berharap bahwa masyarakat kita akan kembali menerapkan faraid sebagaimana mestinya.