Konten dari Pengguna

Benarkah Nilai Saat Anak Sekolah Itu Tidak Penting?

Meicky Shoreamanis Panggabean
Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pelita Harapan. Tulisan bisa dilihat di https://linktr.ee/meicky.shoreamanis
15 Juni 2020 8:38 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Meicky Shoreamanis Panggabean tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
www.pearson.com
zoom-in-whitePerbesar
www.pearson.com
ADVERTISEMENT
Ketika anak memperoleh nilai yang tidak memuaskan, sebagian orang tua secara spontan akan berkata,”Tidak apa-apa, nilai tidak penting, yang penting kamu sudah usaha.” Mari kita telaah kalimat ini.
ADVERTISEMENT
Pentingkah nilai?
Ada dua spesialis jantung yang baik hati dan punya durasi pengalaman praktik yang sama. Dokter pertama lulus dengan IPK 3,0 dan yang kedua meraih IPK 3,9. Kita bisa memilih siapa yang akan mengoperasi jantung kita minggu depan. Bisa dipastikan kita akan memilih sosok yang kedua, bukan?
Dalam konteks akademik, jumlah total nilai biasanya penting tapi nilai di setiap pelajaran tidak selalu penting. Misalnya, murid yang ingin kuliah Teknik sebaiknya mendapat nilai bagus pada Matematika, Bagaimanapun, tidak apa-apa jika dia hanya dapat nilai ‘a ala kadarnya’ di pelajaran Sejarah.
Nilai itu penting jika anak kita ingin masuk universitas bagus atau kuliah hingga S2 atau S3. Banyak juga perusahaan yang pada tahap pertama seleksi karyawan memilah surat pelamar berdasarkan kampus asal dan nilai IPK.
ADVERTISEMENT
Jika nilai penting, kenapa banyak orang tua berkomentar bahwa nilai tidak penting?
Ada beragam penyebab. Pertama, ada orang tua yang berkomentar seperti itu karena mereka mengukur keberhasilan hidup dari harta. Banyak orang yang bisa menjadi kaya walau sekolahnya berantakan. Raja-raja kecil batubara di Indonesia adalah contoh konkret.
Kedua, ada yang mengukur keberhasilan hidup dari tingkat kebahagiaan. “Tidak apa-apa nilainya jelek, yang penting kamu bahagia, jadi orang berguna.”
Ketiga, ada yang berkomentar seperti itu karena tahu bahwa fokus untuk meraih nilai yang tinggi sering memecah konsentrasi anak dari proses pembelajaran yang ideal. Orang tua beranggapan bahwa sangat sulit untuk melakukan pembelajaran ideal dan berjuang dapat nilai bagus pada saat yang sama.
ADVERTISEMENT
Jadi, tidak apa-apa kalau gagal dapat nilai bagus. Padahal, tidak dapat nilai bagus tidak berarti proses pembelajaran mereka ideal.
Keempat, ada yang berpendapat bahwa nilai tidak menggambarkan kualitas anak mereka secara utuh. Tentu saja ini benar, mustahil mereduksi mutu manusia ke dalam sebuah angka.
Kelima, ada yang berkata seperti itu karena sering membaca artikel inspiratif. Panutan mereka biasanya Bill Gates dan Mark Zuckerberg. Orang tua luput untuk berpikir kritis. Mereka hanya tahu Bill dan Mark sukses tanpa gelar.
Orang tua tidak menelaah aspek lain seperti di mana dan bagaimana kedua pengusaha itu bertumbuh dewasa, seperti apa teman mereka, betapa workacholic-nya mereka, dan sebagainya.
Alasan lain tentu masih banyak.
ADVERTISEMENT
Apakah anak saya harus dapat nilai bagus?
Ada anak-anak yang academic-oriented dan ada yang tidak. Coco Chanel hanya sekolah hingga SMA dan tak tertarik meneruskan kuliah. Bagaimanapun, ia kerja nyaris tanpa istirahat untuk mengejar impiannya menjadi pengusaha besar dan fashion designer.
Ia bodoh? Jelas tidak. Tak ada orang bodoh yang bisa memberi pekerjaan ke ribuan orang.
Sangat sedikit guru dan orang tua yang hebat di semua mata pelajaran. Memaksa anak untuk dapat nilai bagus di semua mata pelajaran, rasanya tidak adil.
Nilai memang penting tapi anak saya sudah usaha.’Kan yang penting sudah usaha?
Selidikilah, apakah ia sudah benar-benar berusaha dan sudah berusaha dengan benar? Jika ia adalah anak yang cara belajarnya cenderung visual, mengapa ia membuat catatan secara tradisional, baris per baris, bukan pakai mindmap atau colour-coded notes?
ADVERTISEMENT
Ia terlihat tekun tapi apakah ia benar-benar belajar? Jangan-jangan hanya main sosial media dan buka Youtube? Apakah ia matanya minus lalu jadi pusing sehingga hasil belajar tidak maksimal?
Sebelum berkata,”…yang penting kamu sudah usaha” selidikilah dulu hal apa sesungguhnya yang kita anggap sebagai “usaha.” Jika anak sudah benar-benar berusaha dan usahanya sudah benar lalu nilainya tetap rendah, berarti bidangnya memang bukan itu.
Apa yang dicerminkan oleh nilai rapor?
Nilai tugas dan tes adalah aspek utama yang membentuk sebuah nilai di rapor. Aspek lain ada macam-macam, bisa saja misalnya tingkat partisipasi saat mengerjakan tugas, frekuensi keterlambatan, dan lain-lain.
Aspek-aspek lain tersebut bersifat subjektif. Di banyak sekolah, guru berusaha meminimalisir subjektivitas dengan cara menggunakan rubrik penilaian.
ADVERTISEMENT
Nilai bukan segalanya tapi di banyak situasi, sangat dibutuhkan. Apakah nilai penting atau tidak, jawabannya tergantung pada definisi sukses yang dianut keluarga dan tergantung pada rencana masa depan, misalnya apakah anak tersebut berminat kuliah di universitas yang bagus?
Kampus bermutu premium memiliki jaringan alumni yang kuat. Gaji lulusannya cukup tinggi ketika bekerja. Mereka juga punya kesempatan lebih dini untuk mendirikan usaha bermodal raksasa. Akses menuju pengusaha besar dan pemerintah pun lebih mulus.
Itu semua menarik tapi tak semua orang tertarik. Menarik tapi ada yang bisa meraih itu semua tanpa kuliah. Sangat sedikit yang bisa tapi ada.
Kesimpulannya, daripada cepat-cepat berkomentar,”Tidak apa-apa nilaimu jelek, nilai tidak penting,” lebih baik diskusikan saja dulu kenapa nilainya seperti itu. Setelah punya gambaran yang relatif utuh, barulah berkomentar.
ADVERTISEMENT
Ada baiknya orang tua menjadi role model bagi anak untuk terbiasa berpikir kritis, begitu bukan?
*Penulis adalah dosen Universitas Pelita Harapan
ADVERTISEMENT