Konten dari Pengguna

Tantangan dan Peluang dalam Pendidikan Pengungsi Anak di Indonesia

Meilisa Anggraeni
Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada
4 Februari 2024 13:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Meilisa Anggraeni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dua puluh sembilan persen dari jumlah total pengungsi luar negeri di Indonesia adalah anak-anak. Berdasarkan data UNHCR, per Desember 2023, jumlah pengungsi di Indonesia mencapai 12.295, yang berarti terdapat lebih dari 3.500 pengungsi anak di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 277 anak tidak didampingi oleh orang tua atau kerabat dewasa lainnya dan 106 anak terpisah dari orang tuanya.
ADVERTISEMENT
Pengungsi anak, dengan usia mereka yang masih belia, sudah harus menghadapi situasi yang sulit dan terpaksa berpindah dari negara asalnya untuk mencari tempat yang lebih aman. Hal yang kemudian patut menjadi perhatian kita bersama adalah akses pendidikan bagi pengungsi anak. Apakah pengungsi anak telah mendapatkan hak mereka untuk mengenyam pendidikan di Indonesia?
Peraturan tentang Pendidikan Pengungsi Anak di Indonesia
Indonesia bukan termasuk penandatangan Konvensi Pengungsi 1951 sehingga secara hukum Indonesia tidak berkewajiban untuk mengatasi permasalahan pengungsi. Akan tetapi, Indonesia bersedia bersedia menerima dan menampung pengungsi atas dasar kemanusiaan. Hal ini diatur dalam Peraturan Presiden No. 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi Dari Luar Negeri, dimana pada Pasal 2 disebutkan bahwa penanganan pengungsi dilakukan berdasarkan kerjasama antara pemerintah pusat dan Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui Komisariat Tinggi Urusan Pengungsi (UNHCR) di Indonesia dan/atau organisasi internasional. Indonesia menjadi tempat persinggahan bagi pengungsi sebelum mereka ditempatkan ke negara ketiga (resettlement countries).
ADVERTISEMENT
Meskipun tidak meratifikasi Konvensi Pengungsi, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak 1989 (Convention on the Rights of the Child) yang menyatakan bahwa semua anak di dunia harus dilindungi dan berhak atas pendidikan yang layak, termasuk pengungsi anak.
Pengungsi anak di Gedung Eks Kodim Kalideres, Jakarta Barat. Sumber: Dokumentasi pribadi
Sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah Indonesia atas pemenuhan hak pendidikan pengungsi anak, pada 10 Juli 2019, terbit Surat Edaran Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) No. 75253/A.A4/HK/2019 tentang Pemenuhan Hak Atas Pendidikan bagi Anak Pengungsi Luar Negeri.
Surat Edaran ini menjadi penanda diperbolehkannya pengungsi anak untuk menempuh pendidikan di sekolah formal Indonesia dengan beberapa persyaratan, antara lain pengungsi anak harus memiliki kartu pengungsi yang dikeluarkan oleh UNHCR dan pengungsi anak harus memiliki surat jaminan komitmen dukungan biaya pendidikan dari lembaga sponsor, ini karena pendidikan pengungsi anak tidak dibebankan pada APBN maupun APBD. Kebanyakan pengungsi anak yang bersekolah di sekolah formal di sponsori oleh IOM.
ADVERTISEMENT
Setelah melakukan pengamatan atas implementasi SE ini selama 3 tahun, KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) menilai perlu dilakukan beberapa revisi terhadap SE Pendidikan Pengungsi Anak 2019. Pada Mei 2022, Surat Edaran ini diperbarui menjadi SE Sekjen Kemendikbudristek No. 30546/A.A5/HK.01.00/2022 tentang Pendidikan Anak Pengungsi.
Revisi pertama terkait cakupan lokasi sekolah bagi pengungsi anak, yang awalnya SE No. 75253/A.A4/HK/2019 hanya ditujukan pada 39 Kepala Daerah dan Kepala Dinas Pendidikan, SE No. 30546/A.A5/HK.01.00/2022 ditujukan kepada 50 Kepala Daerah dan Dinas Pendidikan yang di daerahnya terdapat pengungsi anak. Hal ini bertujuan agar pengungsi anak dapat menjangkau lokasi sekolah yang tidak jauh dari kediamannya.
Di Indonesia, ada 9 provinsi yang ditinggali untuk sementara oleh pengungsi, yaitu Sumatera Utara (Medan), Nusa Tenggara Timur (Kupang), Kepulauan Riau (Batam dan Bintan), Sulawesi Selatan (Makassar), Jawa Timur (Surabaya), DKI Jakarta (Jakarta Barat), Banten (Tangerang dan Tangerang Selatan), Riau (Pekanbaru), dan Nanggroe Aceh Darussalam (Lhokseumawe).
ADVERTISEMENT
Revisi kedua SE Pendidikan Pengungsi Anak berkaitan dengan surat keterangan lulus pengungsi anak. Berbeda dengan siswa Indonesia yang diberikan ijazah ketika mereka lulus, pengungsi anak hanya mendapatkan surat keterangan hasil belajar karena pengungsi anak tidak memiliki dokumen seperti akta kelahiran.
Pada SE terbaru, ditegaskan bahwa surat keterangan ini harus tidak hanya ditandatangani oleh kepala sekolah namun ditandatangani oleh Kepala Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten/Provinsi untuk memastikan bahwa surat tersebut dapat diakui serta digunakan untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Sosialisasi dan pengawasan atas SE ini agar bisa berjalan sebagaimana mestinya harus terus dilakukan.
Regulasi dari pemerintah Indonesia yang membuka pintu sekolah formal bagi pengungsi anak ini tentunya memberikan harapan bagi pengungsi anak untuk membentuk masa depan mereka. Namun demikian, masih ada beberapa kendala yang harus dihadapi oleh pengungsi anak, seperti terbatasnya kuota pengungsi anak di sekolah negeri karena pemerintah menaruh prioritas pada anak Indonesia dimana pengungsi anak hanya bisa mengisi kursi kosong pasca PPDB (Pendaftaran Peserta Didik Baru), terbatasnya dana sponsor, dan terbatasnya kemampuan bahasa pengungsi anak.
ADVERTISEMENT
Sekolah formal di Indonesia umumnya menggunakan bahasa nasional, Bahasa Indonesia, dalam proses belajar mengajar, begitu juga dengan interaksi antar siswa, sementara banyak dari pengungsi anak yang belum memahami Bahasa Indonesia. Hal ini membuat mereka kesulitan dalam mencerna pelajaran. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah Indonesia, IOM, UNHCR dan pihak lainnya untuk mempertimbangkan kolaborasi untuk menyediakan kelas Bahasa Indonesia sebelum pengungsi anak mulai belajar di sekolah formal.
HELP for Refugees
HELP for Refugees hadir untuk mengisi celah yang ada dengan mengakomodir pengungsi anak di area Jakarta yang ingin melanjutkan pendidikan. HELP merupakan salah satu learning center yang dijalankan oleh relawan dari komunitas pengungsi sendiri, yang membuat komunikasi antara pengajar dan murid lebih mudah. Selama ini HELP juga terus melibatkan serta membuka kesempatan yang luas bagi warga negara Indonesia untuk berpartisipasi dalam organisasi.
ADVERTISEMENT
Organisasi yang membawa slogan 'Empowering refugees today for a better tomorrow' ini didirikan pada 2017 dan berbasis di Tebet, Jakarta Selatan. Dengan bersekolah di HELP, pengungsi anak mendapatkan pendidikan dasar seperti matematika, sains, seni, dan Bahasa Inggris sebagai bahasa yang akan mereka gunakan di negara ketiga. Setelah murid HELP melewati titik tertentu dalam proses belajar mereka, mereka bisa mendapat sertifikat yang berlaku di kebanyakan negara ketiga.
Penampilan tari dari pengungsi anak pada community event HELP for Refugees. Sumber: Dokumentasi pribadi
Pada 27 Januari 2024 lalu, HELP mengadakan community event mereka untuk yang pertama kalinya. Mengutip dari sambutan oleh Zaki Azimi, Program Director HELP, acara ini tidak sekedar untuk merayakan pencapaian HELP sebagai sebuah organisasi, tetapi lebih menekankan pada perayaan kekuatan dan resiliensi komunitas pengungsi yang telah menghadapi banyak tantangan, terutama terkait ketidakpastian waktu penempatan mereka ke negara ketiga.
Penampilan tari dari pengungsi anak pada community event HELP for Refugees. Sumber: Dokumentasi pribadi
Melalui community event ini, HELP menunjukkan bakat dari anak-anak didikan mereka, mulai dari penampilan tari sampai teater. Diperlihatkan pula lukisan karya pengungsi anak disela-sela teater. Dalam pidato yang disampaikan oleh salah satu anak didik HELP bernama Atifa, ia mengungkapkan bahwa dirinya merasa senang bisa menimba ilmu di HELP karena di negara asalnya, Afghanistan, ia tidak bisa bersekolah karena konflik. Baginya, HELP sangat membantunya untuk mencapai mimpinya.
Penampilan teater dari pengungsi anak pada community event HELP for Refugees. Sumber: Dokumentasi pribadi
Ada juga sesi apresiasi untuk orang tua, guru, staf dan donor yang telah memungkinkan terciptanya lingkungan yang suportif bagi pengungsi anak untuk terus belajar dan berkembang. Dibagikan bunga mawar sebagai simbol penghargaan. Community event ini juga diisi dengan beberapa permainan seperti lomba menjatuhkan gelas kertas dengan angin hasil meniup balon dan lomba menyusun piramida dari gelas kertas. Atmosfir hangat dan menyenangkan terasa sepanjang acara berlangsung.
Penampilan teater dari pengungsi anak pada community event HELP for Refugees. Sumber: Dokumentasi pribadi
Komitmen HELP untuk menyediakan pendidikan yang tidak terbatas pada kewarganegaraan tertentu dibuktikan dari beragamnya negara asal murid mereka. HELP menerima semua pengungsi anak, baik itu dari Pakistan, Sri Lanka, Afghanistan, Palestina, Somalia dan lainnya. Lingkungan yang multikultural ini mendorong anak didik HELP untuk memiliki wawasan yang luas dan tingkat toleransi yang tinggi. HELP for Refugees memberi kontribusi besar untuk kemajuan pendidikan pengungsi anak di Indonesia. Praktik baik serta upaya HELP untuk mewujudkan pendidikan yang inklusif diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi semua pihak.
ADVERTISEMENT