Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Beban Finansial Ibu Mertua Saat Tahun Ajaran Baru
17 Juli 2020 13:42 WIB
Tulisan dari Mertua Oh Mertua tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Menjadi sandwich generation memang nggak mudah. Anda harus menanggung beban finansial orang tua sekaligus keluarga sendiri. Itulah yang dialami Vina dan suaminya. Hal itu semakin terasa berat ketika ibu mertua meminta bantuan biaya pendidikan tahun ajaran baru . Berikut kisahnya.
ADVERTISEMENT
—
Ibu mertuaku seorang single parent. Dia bercerai dari ayah mertua sejak 6 tahun lalu. Sejak itu, ibu mertua menanggung biaya hidup tiga anaknya sendirian dengan gajinya sebagai apoteker.
Sebenarnya nggak sendirian. Sejak suamiku lulus kuliah dan bekerja, dia selalu memberi sebagian besar gajinya ke ibunya. Hampir 60 persen langsung ditransfer ke rekening ibunya untuk biaya operasional dan sekolah dua adiknya.
Tapi sejak anak sulungnya itu menikah denganku, tentu nggak bisa seperti itu lagi. Anak sulungnya kini sudah punya keluarga yang harus dibiayai. Suamiku hanya memberi sekitar 30 persen dari gajinya atas persetujuanku.
Karena itu, ibu mertua sering mengeluh. Pemasukan kurang lah, dia jadi banyak utang sana-sini lah. Dia juga bercerita BPKB motornya sudah digadaikan ke bank demi dapat pinjaman. Semua demi menutupi kekurangan biaya operasional.
Suamiku sering jadi uring-uringan kalau ibunya sudah mengeluh seperti itu. Padahal, kami sudah membantu sebisanya.
ADVERTISEMENT
Masalah finansial itu memuncak baru-baru ini karena tahun ajaran baru. Adik bungsu suamiku nggak berhasil masuk SMA negeri sehingga terpaksa masuk SMA swasta yang biayanya nggak murah. Ibu mertua harus membayar uang gedung, seragam, dan printilan lainnya yang totalnya hampir Rp20 juta.
Itu baru untuk adik bungsu, belum untuk kakaknya yang masih kuliah. Kakaknya juga harus bayar SPP semester. Meski nggak ditempati selama masa pandemi, ibu mertua juga masih harus bayar uang sewa kamar kosnya. Semua itu bikin ibu pusing.
Siapa yang pertama kali ibu hubungi saat pusing soal duit? Tentu anak pertamanya alias suamiku.
“Iya Bu, nanti aku diskusikan sama Vina,” jawab suamiku setiap ibunya meminta bantuan tambahan.
Aku senang dia selalu melibatkanku dalam membuat keputusan finansial, meski ibunya sendiri yang minta. Tapi di lain sisi, kalau ternyata suamiku menolak, ibu mertua bisa menyimpulkan itu juga karena aku.
ADVERTISEMENT
Jujur aku dan suami agak kesal setiap ibu minta uang untuk sekolah adik-adik. Bukannya kami pelit dan egois. Masalahnya, kami juga sedang menyiapkan dana pendidikan untuk anak pertama kami. Dana darurat kami pun sudah sering bocor karena ibu mertua minta bantuan untuk membayar utang.
Yang paling bikin kesal adalah sebenarnya ibu sudah dapat jatah uang pensiun dari perusahaan tempat ayah mertua bekerja dulu. Uang pensiun yang ditujukan untuk biaya pendidikan adik-adik. Jumlahnya nggak sedikit, hampir Rp100 juta untuk dua adik suamiku.
Sayangnya, uang itu sudah tak berbekas. Ibu mertua meminjamkannya ke saudara sepupu untuk modal bisnis namun bisnisnya gagal. Ibu mertua nggak pernah mendiskusikannya. Baru setelah uangnya hilang, ibu baru cerita.
ADVERTISEMENT
Kini suamiku yang harus menanggung sebagian biaya pendidikan adik-adiknya. Di saat yang sama harus memikirkan dana pendidikan anaknya sendiri. Andai ibu mertua nggak gegabah memakai uang pendidikan anak-anaknya, pasti aset kami sudah lebih banyak sekarang.
Untuk membantu biaya tahun ajaran baru, aku dan suami akhirnya memutuskan memberi 70 persen dari dana darurat kami yang terkumpul. Sedih memang, tapi rasanya nggak tega kalau ibu mertua harus menambah utang kanan-kiri.
Oke, memang sekarang kami bisa bantu. Tapi sampai kapan? Sampai kapan kami harus ngirit tapi tabungan tetap menipis? Apa aku salah mengeluh seperti ini padahal untuk membantu ibu mertua dan adik ipar sendiri? (sam)
—
Jadi gimana, nih? Apakah Anda juga pernah mengalami pengalaman serupa dengan Vina? Boleh dong, diceritakan di kolom komentar. Takut namanya kebaca sama mertua? Kirim email aja! Ke: [email protected].
ADVERTISEMENT