Konten dari Pengguna

Manisnya Janji Paylater, Pahit Tagihannya Kemudian

Mia Abz
Penulis lepas dan Dosen di Universitas Sebelas Maret
15 Desember 2024 13:01 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mia Abz tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Manisnya iklan paylater semanis senyum Prilly Latuconsina. Sembari menunjukkan layar e-Commerce dengan tulisan paylater segede gaban, ia bersama teman-temannya berpakaian oranye menjamin bahwa belanja paylater sangat mudah dan menyenangkan.
ADVERTISEMENT
Tak hanya Prilly, iklan paylater lainnya pun mempromosikan kemudahan yang sama. Seperti aplikasi traveling berwarna biru yang mengkampanyekan fitur paylaternya akan "Guna Banget" untuk mengurangi kita tiket pesawat dan kamar hotel yang bisa dibayar nanti.
Iklan paylater serupa produk susu kental manis. Publik dijanjikan berbagai manfaat yang bisa dinikmati, tanpa risiko. Padahal, sebagaimana kental manis, ia bukan susu. Paylater, bukan sekadar bayar nanti tapi kredit.
Paylater juga serupa kental manis. Manis menjanjikan kelebihannya, tapi tidak memberikan peringatan risiko jika digunakan tidak bertanggung jawab. Pada kadar tertentu, ia bisa berisiko diabetes. Pada cicilan tertentu, ia bisa bikin gagal bayar.
Terjerat paylater (Sumber : https://kumparan.com/kumparanbisnis/asosiasi-buka-suara-debt-collector-pinjol-teror-nasabah-dengan-tagihan-makanan-1vaGRR6uiuB)

Banyaknya Korban Paylater

Utang paylater masyarakat Indonesia dari perusahaan pembiayaan dan perbankan sudah mencapai hampir Rp 26 triliun per Juli 2024. Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya Otoritas Jasa Keuangan alias OJK Agusman menyampaikan, paylater lewat perusahaan pembiayaan Rp 7,81 triliun atau naik 73,55% secara tahunan alias year on year (yoy).
ADVERTISEMENT
Buy Now Pay Later (BNPL), atau yang lebih dikenal di Indonesia dengan istilah PayLater, adalah metode pembayaran yang memberikan kemudahan bagi konsumen untuk membeli produk atau jasa terlebih dahulu dan membayarnya kemudian secara bertahap (cicilan) dengan tambahan bunga atau biaya tertentu. Meskipun popularitasnya masih berada di bawah metode pembayaran digital lain seperti e-wallet, virtual account, dan QRIS, PayLater tetap menjadi pilihan bagi sebagian pelanggan. Beberapa alasan utama penggunaannya meliputi kebutuhan mendesak (58%), keinginan untuk belanja dengan cicilan jangka pendek kurang dari satu tahun (52%), serta daya tarik promo yang lebih menarik (45%).
Menurut Nailul Huda, peneliti Institute for Development of Economic Studies (Indef), banyak anak muda yang terjerat paylater dan tidak mampu melunasinya. Kasus-kasus pinjaman macet makin banyak terjadi pada pengguna berusia di bawah 19 tahun yang belum berpenghasilan.
ADVERTISEMENT
Ada Krisna, dalam laporan yang sama, kolektor merchandise K-Pop dan Anime yang mengaku “kebablasan” sampai tagihan paylater-nya mencapai Rp5 juta. Pada akhirnya, ia dibantu oleh orang tuanya untuk membayar tagihan tersebut.
Pemuda lainnya, Toni, yang juga "kebablasan" dalam penggunaan paylater, hingga total pengeluarannya mencapai hampir empat kali lipat dari pendapatan bulanannya. Cicilan yang harus dilunasinya terus bertambah dari berbagai platform, ditambah lagi dengan bunga serta denda keterlambatan. Akibatnya, Toni kehilangan kesempatan untuk mengajukan cicilan rumah karena catatan skor kreditnya yang buruk.
Ilustrasi aplikasi pinjol (Sumber : https://kumparan.com/kumparanbisnis/berita-populer-ojk-cabut-izin-7-pinjol-daftar-pinjaman-online-resmi-1wcxMemyuJ1)

Literasi Finansial Digital Warga Indonesia

Digital Financial Literacy atau DFL merujuk pada kemampuan dalam memanfaatkan perangkat digital untuk mengakses layanan keuangan, yang berfungsi membantu individu mencapai tujuan finansial, mengelola risiko keuangan, serta meningkatkan kemampuan mereka untuk mendapatkan bantuan saat diperlukan.
ADVERTISEMENT
DFL mencakup aspek literasi keuangan, kapasitas finansial, dan literasi digital. Berdasarkan penelitian, rendahnya tingkat literasi keuangan dapat berkontribusi pada kurangnya tabungan dan meningkatnya pengeluaran, yang pada akhirnya dapat menghambat pencapaian tujuan keuangan jangka panjang.
Menurut Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tingkat literasi keuangan digital di Indonesia mengalami peningkatan, dari 38,03 persen pada 2019 menjadi 49,68 persen pada 2022, dan mencapai 65,43 persen pada 2024.
Walaupun mayoritas masyarakat sudah memiliki pemahaman tentang keuangan digital, masih banyak individu yang menjadi korban financial technology macam paylater.
Namun, meskipun begitu, menurut Levi Yamani, meskipun literasi keuangan dapat membantu meningkatkan keterampilan dalam mengelola keuangan, faktor lain seperti pengalaman dan kesadaran finansial juga perlu dikembangkan untuk menghadapi tantangan keuangan yang semakin kompleks di masa depan.
ADVERTISEMENT
Hal ini menunjukkan bahwa memahami literasi keuangan digital sangatlah penting, tetapi harus disertai dengan kemampuan untuk menerapkan pengetahuan tersebut secara praktis dalam kehidupan sehari-hari.

Manisnya Iklan Paylater Tanpa Rambu-Rambu

Apa jadinya jika kamu membeli produk makanan yang diiklankan dengan segudang manfaat namun tidak mencantumkan efek sampingnya? Tentu akan sangat merugikan yaa bagi konsumen
Model iklan seperti ini disebut sebagai Misleading Advertisement. Iklan semacam ini secara sengaja diproduksi untuk mengelabui publik dengan tidak memberikan informasi seutuhnya yang berkaitan dengan kepentingan konsumen.
Iklan paylater hanya mengandalkan kemudahannya sebagai daya tarik. Ia bagaikan solusi dari berbagai macam permasalahan keuangan masyarakat di era keuangan digital. Tapi tak memberikan peringatan bahwa ia bisa berbunga tinggi, diteror setiap mendekati jatuh tempo, dan besaran denda jika terlambat bayar.
ADVERTISEMENT
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menetapkan ketentuan terkait iklan layanan pinjaman online (pinjol) yang diizinkan. Berdasarkan Peraturan OJK (POJK) nomor 1 tahun 2013 yang diperbarui melalui POJK nomor 22 tahun 2023, perusahaan pinjol diwajibkan menyampaikan informasi produk dan layanan secara jelas, jujur, akurat, mudah diakses, dan tidak berpotensi menyesatkan calon konsumen.
Aturan ini bertujuan untuk memastikan konsumen memperoleh informasi yang lengkap, tidak ambigu, dan tidak membingungkan. Iklan yang sesuai dengan peraturan juga mencegah adanya informasi yang disembunyikan, sehingga dapat mengurangi risiko kerugian bagi konsumen.
Sebagai langkah awal pengenalan produk keuangan, iklan memegang peran penting dalam membantu masyarakat membuat keputusan untuk menggunakan suatu layanan atau produk. Pada triwulan pertama tahun 2024, OJK telah memantau sebanyak 2.210 iklan produk dan/atau layanan jasa keuangan. Dari jumlah tersebut, ditemukan beberapa konten yang melanggar peraturan.
ADVERTISEMENT

Penutup

Meskipun layanan paylater memberikan kemudahan dalam memenuhi kebutuhan keuangan masyarakat di era digital, risiko yang menyertainya tidak dapat diabaikan. Banyak konsumen, terutama anak muda, terjebak dalam kesulitan finansial akibat kurangnya pemahaman terhadap mekanisme paylater, seperti bunga tinggi dan denda keterlambatan, yang sering kali tidak dijelaskan secara gamblang dalam iklan.
Manisnya promosi paylater yang hanya menonjolkan kemudahan dan keuntungan tanpa memperingatkan risiko mencerminkan masih rendahnya kepatuhan terhadap prinsip transparansi dalam periklanan.
Keberadaan regulasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), seperti yang diatur dalam POJK, sangat penting untuk memastikan konsumen memperoleh informasi yang akurat dan tidak menyesatkan. Namun, regulasi saja tidak cukup. Tingkat literasi keuangan digital masyarakat Indonesia masih perlu ditingkatkan, khususnya dalam hal memahami risiko finansial dan kemampuan untuk mengelola keuangan dengan bijak. Kesadaran finansial harus menjadi bagian penting dari upaya literasi ini, sehingga masyarakat tidak hanya memahami konsep dasar paylater tetapi juga mampu membuat keputusan keuangan yang lebih cerdas dan terinformasi.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, perusahaan penyedia layanan paylater memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk menyampaikan informasi secara transparan. Mereka harus menjelaskan dengan jelas seluruh biaya, bunga, dan risiko yang mungkin timbul dari penggunaan layanan mereka. Transparansi semacam ini tidak hanya akan melindungi konsumen tetapi juga meningkatkan kepercayaan publik terhadap layanan keuangan digital.
Sebagai tambahan, masyarakat juga perlu bersikap lebih kritis terhadap iklan yang mereka temui. Sebelum menggunakan layanan seperti paylater, konsumen harus memahami kondisi keuangan mereka sendiri, mempertimbangkan kemampuan membayar, dan mencari informasi tambahan terkait layanan tersebut.
Dengan sinergi antara regulasi yang ketat, edukasi yang masif, dan kesadaran konsumen yang tinggi, penggunaan layanan keuangan digital seperti paylater dapat memberikan manfaat maksimal tanpa menimbulkan dampak negatif bagi penggunanya.
ADVERTISEMENT