Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.1
Konten dari Pengguna
Tirani Reklamasi di Alam Demokrasi
26 Januari 2025 10:13 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Miftahul Arifin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Demokrasi Pancasila yang dianut Indonesia dengan menjamin kesetaraan dan keadilan bagi seluruh rakyat. Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 menyebutkan bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”
ADVERTISEMENT
Juga Pasal 33 ayat 4 berbunyi; “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”.
Sebuah aturan yang menawarkan peta jalan demokrasi ideal, yang berisi keseimbangan antara kekuasaan eksekutif, legislatif, yudikatif serta keseimbangan ekologis untuk menghadirkan keadilan sosial dan keadilan ekonomi ditengah masyarakat.
Meminjam istilah Mohammad Hatta demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-unsur berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur, berkepribadian Indonesia, serta berkesinambungan.
Artinya sistem demokrasi menjamin adanya kesetaraan dan keadilan, tanpa adanya demarkasi antara warga negara. Semua orang diperlakukan sama sebagai warga negara. Perwujudan kesetaraan dan keadilan dalam Negara demokrasi merupakan unsur utama dan mendasar dalam sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
ADVERTISEMENT
Beberapa hari ini publik dikejutkan dengan munculnya pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di kawasan Pantai Utara Tangerang Banten yang disinyalir erat kaitannya dengan mega proyek reklamasi. Kejadian ini membuat jagat tanah air heboh, dan ironinya laut itu tidak hanya berpagar, tapi juga sudah terkapling dan bersertifikat.
Menteri Agraria dan Tata Ruang Nusron Wahid menyatakan, ada 263 Sertifikat Hak Guna Bangunan yang terbit di area pagar laut Tangerang. Mayoritas sertifikat tersebut dimiliki oleh PT Intan Agung Makmur sebanyak 234 bidang dan PT Cahaya Inti Sentosa sebanyak 20 bidang.
Laut yang seharunya diperuntukkan untuk kepentingan umum dan masyarakat luas, kini harus di kapling untuk kepentingan segelintir orang, menutup akses sosial ekonomi nelayan tradisional. Menyebabkan ancaman keseimbangan lingkungan hidup dan perubahan pola sosial-ekonomi masyarakat di area reklamasi.
ADVERTISEMENT
Karena kegiatan reklamasi hampir pasti memungkinkan lahirnya pusat-pusat bisnis dan perdagangan, kota-kota dan taman artifisial, serta hunian-hunian penjamin privalise yang semunya hanya bisa dikuasai kaum berduit dan berada.
Padahal Soekarno, dalam pidatonya pada1 Juni 1945 lalu sudah menegaskan pentingnya komitmen kesetaraan dalam kebinekaan Indonesia. Bahwa pendirian negara merdeka bukan untuk satu golongan, kaum, atau kelompok saja, tetapi untuk semua. Satu untuk semua, semua untuk semua. Bentuk negara merdeka kelak adalah berdasar negara hukum konstitusi bukan berdasar kekuasaan.
Reklamasi dan Konflik Sosial
Lebih jauh lagi dalam prakteknya reklamasi selalu menimbulkan konflik ditengah masyarakat, karena sering kali mengabaikan atau mengenyampingkan keberadaan masyarakat sekitar, tidak memperhatikan kepentingan dan aspek keadilan.
Pembangunan reklamasi akan mengancam kelompok-kelompok nelayan tradisional. Karena kegiatan ektstraktif dan eksploitatif membuat masyarakat tersinggkirkan dari tempat tinggalnya, masyarakat yang biasanya melaut untuk cari nafkah harus berhadapan dengan tembok tebal dan eksklusif, masyarakat akan asing di kampungnya sendiri. Disini gesekan itu muncul antara warga dengan pengembang maupun dengan pemerintah.
ADVERTISEMENT
Dalam siaran pers Konsorsium Pembaruan Agraria dan Asia NGO Coalition for Agrarian Reform and Rural Development merilis, Konflik agraria di Indonesia tahun 2023 telah menyebabkan 241 letusan konflik, yang merampas seluas 638.188 hektar tanah pertanian, wilayah adat, wilayah tangkap, dan pemukiman dari 135.608 KK.
Sebanyak 110 letusan konflik telah mengorbankan 608 pejuang hak atas tanah, sebagai akibat pendekatan represif di wilayah konflik agraria. Angka ini berada pada urutan teratas dari enam negara Asia lainnya, yakni India, Kamboja, Filipina, Bangladesh dan Nepal.
Keberadaan pagar laut telah memblokir akses jalur nelayan untuk menangkap ikan, ini jelas berdampak terhadap kondisi ekonomi lokal masyarakat. Bahkan Ombudsman RI memperkirakan dalam tiga bulan terkahir para nelayan mengalami kerugian kurang lebih sebesar 9 miliar rupiah.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu, keberadaan pagar laut ini seakan mempertegas ketimpangan yang ada di masyarakat. menggambarkan adanya ketidakseimbangan antara kepentingan masyarakat kecil dan dominasi modal.
Padahal jika mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3/PUU/VIII/2010 yang mengubah UU No 27/2007 dengan UU No 1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Dalam aturan ini, Indonesia mengatur bahwa laut tidak bisa disertifikasi dengan hak atas tanah (hak kebendaan). MK juga menyatakan hak pengusahaan perairan pesisir tidak sesuai dengan UUD 1945.
Diakui atau tidak saat ini, sistem ekonomi Indonesia masih menggunakan pola model lama meskipun itu sudah usang yakni “business as usual” yang dibangun berdasarkan pola ekstraktif dengan mengeksploitasi sumber daya alam tanpa memperhatikan keseimbangan ekologis, dengan memberikan prioritas pada keuntungan ekonomi jangka pendek. Kegiatan ekstraktif inilah yang menyebabkan maraknya konflik sosial ditengah masyarakat.
ADVERTISEMENT
Sebab itu Agenda pembangunan kedepan yang cenderung ekstraktif harus ditinjau kembali dengan memperhatikan aspek keadilan, kesetaraan dan keseimbangan ekologis. Pembangunan demokrasi kedepan harus melalui pendekatan keadilan dan lingkungan sebagai satu kesatuan sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar 1945.
Keberpihakan Prabowo Pada Nelayan
Apa yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto sudah benar dan tepat dengan memerintahkan Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto untuk membongkar pagar laut misterius yang ada di Tangerang, Banten. Ini merupakan wujud nyata bahwa Prabowo punya keberpihakan terhadap masyarakat kecil khususnya para nelayan.
Banyak pihak mengapresiasi langkah tegas Prabowo tersebut, salah satunya datang dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Tim Tabayyun dan Advokasi KH Masduki Baidlowi. MUI menilai, perhatian Presiden Prabowo terhadap kasus ini membuktikan bahwa negara hadir untuk menyelesaikan masalah tersebut yang sangat merugikan masyarakat.
ADVERTISEMENT
"Rakyat Tangerang Banten senang, merasa ada pemimpin yang memberikan perlindungan dan keberpihakan kepada masyarakat Banten. Hadirnya negara sangat penting," urainya.
Sebabnya, MUI menyatakan secara tegas tidak takut untuk meminta Proyek Strategis Nasional (PSN) di Pantai Indak Kapuk (PIK) 2agar dicabut. Salah satu alasannya, karena adanya pagar laut tersebut justru menghambat aktivitas para nelayan dalam mencari ikan untuk kebutuhannya sehari-hari.
Hal senada juga disampaikan Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI Sarmuji yang menyebut pembongkaran pagar bambu di perairan laut Tangerang, Banten, menunjukkan komitmen Presiden Prabowo Subianto terhadap aspek tata lingkungan. Termasuk, keberpihakan negara pada kaum nelayan.
Menurutnya, presiden juga memperhatikan berbagai aspek terutama legalitas atas tindakan pembongkaran pagar laut. "Mungkin juga memperhatikan legalitas dan banyak sekali yang diperhatikan presiden melalui tindakan membongkar pagar laut itu," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, bukti keberpihakan Prabowo kepada masyarakat kecil dengan menandatangani peraturan pemerintah (PP) yang menghapus utang macet bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kelautan, serta sektor UMKM lainnya.
Peraturan tersebut tertuang dalam PP Nomor 47 Tahun 2024 tentang Penghapusan Piutang Macet kepada UMKM. Prabowo menegaskan bahwa kebijakan ini merupakan bentuk keberpihakan pemerintah kepada para pelaku usaha kecil, khususnya di sektor pangan yang memiliki peranan vital bagi negara.
“Melalui kebijakan ini, pemerintah berhak membantu saudara-saudara kita, para produsen di sektor pertanian, UMKM, dan nelayan yang berperan penting dalam memproduksi pangan untuk negara,” jelas Prabowo.
Meskipun demikian, masyarakat Indonesia tetap menunggu langkah selanjutnya dari Presiden Prabowo dalam mensejahterakan masyarakat. Masyarakat yang dilindungi dan diperhatikan hak-haknya. Dan yang tak kalah penting masyarakat juga menunggu ketegasan Prabowo dalam soal penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.
ADVERTISEMENT
Dua persoalan ini selalu menjadi momok yang tak tertangani secara baik dan benar. Sebab itu masyarakat menunggu gebrakan Prabowo dalam pemberantasan korupsi. Mayarakat tidak ingin ada lagi pelaku korupsi ratusan triliun rupiah hanya dihukum 6,5 tahun penjara. Tentu ini menyakiti hati masyarakat Indonesia karena tidak memuat unsur keadilan.
Dalam kontek ini masyarakat mengingikan RUU Masyarakat Adat dan RUU Perampasan Aset segera disahkan. Pengesahan dua RUU ini akan menjadi bukti keseriusan presiden Prabowo dalam hal perlindungan masyarakat dan pemberantasan korupsi. Dan tentunya ini menjadi legesi baik yang akan selalu ingat oleh masyarakat.