Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Setiap 8 Maret diperingati sebagai Hari Perempuan Internasional atau International Women’s Day. Tema yang diusung di Hari Perempuan Internasional 2022 adalah Break the Bias.
ADVERTISEMENT
Tema ini diambil mengingat bahwa sengaja atau enggak sadar, bias membuat para perempuan merasa sulit untuk bergerak maju.
Di bawah ini ada sosok sastrawan perempuan yang berani menyuarakan suatu isu tertentu melalui tulisannya masing-masing. Bahkan, mereka berhasil meraih penghargaan baik di dalam maupun luar negeri.
Siapa aja ya? Yuk, simak di bawah ini dilansir laman Direktorat SMP Kemdikbud Ristek.
Ayu Utami
Kemudian, pada 1991, ia aktif menulis untuk kolom mingguan Sketsa di harian Berita Buana serta ikut mendirikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Ia juga ikut membangun Komunitas Utan Kayu.
ADVERTISEMENT
Novel pertamanya yang ia buat adalah Saman pada 1998. Dari karyanya tersebut, Yu pun menjadi perhatian dari banyak pembaca dan juga kritikus sastra karena novelnya dianggap sebagai novel pembaharu dalam dunia sastra Indonesia.
Melalui novel Saman itu juga, ia pun menang Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta pada 1998. Novel lain miliknya yang berjudul Bilangan Fu juga mendapatkan penghargaan Khatulistiwa Literary Award pada 2008.
Dewi Lestari
Perempuan dengan yang kerap disapa Dee ini lahir pada 20 Januari 1976. Sebelum memulai kariernya dalam menulis, ia lebih dulu dikenal sebagai pencipta lagu dan juga penyanyi dari trio vokal Rida, Sita, Dewi pada tahun 1994.
ADVERTISEMENT
Supernova juga berhasil masuk nominasi di Khatulistiwa Literary Award (KLA) yang digelar oleh QB World Books pada 2001. Novel ini juga berhasil menembus pasar internasional dan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.
Hingga saat ini, Dee Lestari telah menulis lebih dari 10 judul buku.
Nh Dini
Di usia itu, ia telah menulis sebuah karangan yang berjudul Merdeka dan Merah Putih. Tulisan itu dianggap membahayakan oleh Belanda, sehingga ayahnya harus berurusan dengan negara tersebut.
Nh Dini juga telah melahirkan banyak karya seperti puisi, novel, dan juga buku terjemahan. Ia pernah menerima penghargaan untuk cerpennya Di Pondok Salju yang dimuat dalam majalah Sastra pada 1963. Ia juga menerima hadiah dari lomba cerpen majalah Femina pada 1980.
ADVERTISEMENT
Nh Dini juga pernah mendapatkan hadiah pertama dalam lomba mengarang cerita pendek dalam bahasa Prancis yang diselenggarakan oleh Le Monde dan Radio France Internasionale pada 1987. Ia juga menerima penghargaan Sepanjang Masa Lalu atau Lifetime Achievement Award dalma malam pembukaan Ubud Writers and Readers Festival pada 2017.
Leila S. Chudori
Sejak dirinya masih berusia 11 tahun saat masih duduk di kelas 5 SD, ia telah mempublikasikan karyanya di majalah. Cerpen pertamanya yang berjudul Pesan Sebatang Pohon Pisang sempat dimuat di majalah anak-anak, Si Kuncung, pada 1973.
Sejak saat itu, ia memulai karier menulisnya dan melahirkan karya-karya yang lain. Setelah kuliah, Leila mulai menulis cerpen-cerpen yang lebih serius dan dimuat di majalah sastra Horison, surat kabar Kompas Minggu, Sinar Harapan, serta majalah Zaman dan Matra.
ADVERTISEMENT
Perempuan kelahiran 12 Desember 1962 ini merupakan seorang wartawan dan berhasil menerima penghargaan South East Asia Write Award pada 2020 atas novelnya yang berjudul Laut Bercerita. Hingga saat ini, ia telah menerbitkan tujuh karya yang terdiri dari novel, kumpulan cerpen, dan lain-lain.
Djenar Maesa Ayu
Perempuan yang akrab disapa Nai ini merupakan kelahiran 14 Januari 1973 dan berasal dari keluarga seniman. Ia mulai menggeluti dunia menulis dengan menemui sejumlah sastrawan seperti Budi Darma, Seno Gumira Ajidarma, dan Sutardji Calzoum Bachri.
Salah satu ciri dari karya-karya yang ia buat adalah tentang dunia perempuan dan seksualitas. Karya pertamanya yang bertema feminismi berjudul Lintah sempat dimuat di surat kabar Kompas.
Buku pertama Nai yang berupa kumpulan cerpen pada 2004 berjudul Mereka Bilang, Saya Monyet! telah dicetak ulang sebanyak delapan kali dan masuk ke dalam 10 buku terbaik Khatulistiwa Literary Award pada 2003. Buku ini juga diterbitkan ke dalam bahasa Inggris.
ADVERTISEMENT
Kumpulan cerpen yang berjudul Jangan Main-Main (dengan kelaminmu), juga sempat mendapatkan penghargaan lima besar dari Khatulistiwa Literary Award pada 2004.
Cerpen yang berjudul Menyusu Ayah juga menjadi Cerpen Terbaik pada 2003 menurut Jurnal Perempuan dan diterjemahkan oleh Richard Oh ke dalam Bahasa Inggris dengan judul Suckling Father untuk dimuat ke dalam Jurnal Perempuan versi berbahasa Inggris khusus edisi karya terbaik.
Laporan Afifa Inak