pengusaha pengusaha muda milenial kemerdekaan.jpg

Dulunya Hidup Prihatin, 5 Anak Muda Ini Udah Sukses Jadi Pengusaha

7 Agustus 2020 9:00 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dulunya Hidup Prihatin, 5 Anak Muda Ini Udah Sukses Jadi Pengusaha dok kumparan dan Instagram
zoom-in-whitePerbesar
Dulunya Hidup Prihatin, 5 Anak Muda Ini Udah Sukses Jadi Pengusaha dok kumparan dan Instagram
ADVERTISEMENT
Sebelum menjadi pengusaha sukses dengan omzet miliaran, sederet anak muda ini harus berjuang melewati tantangan yang enggak mudah. Ada yang menjadi tukang gorengan, kerja serabutan, sampai jualan kresek plastik di pasar demi memenuhi kebutuhan.
ADVERTISEMENT
Hasil kerja kerasnya itu sedikit demi sedikit dijadikan modal untuk memulai usaha. Maklum aja, para pengusaha muda ini enggak terlahir dari orang tua kaya raya. Jadi, mereka harus memutar otak untuk mencari uang.
Siapa saja sosok anak muda tersebut? Simak selengkapnya di bawah ini, yuk!

Dokter Tirta

dr. Tirta Mandira Hudhi. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Sebelum memiliki sederet usaha, Dokter Tirta harus berjuang dari nol. Cowok kelahiran 30 Juli 1991 itu pernah menjual gorengan dan bangkrut karena ditipu.
Saat masih duduk di bangku kuliah, Dokter Tirta memutuskan untuk jualan gorengan dengan harga Rp 250 perak per butir yang dijual di kampus. Setiap harinya, dia bangun pagi sejak pukul 04.00 dan menjualnya di lingkungan kampus.
Karena berjalan lancar, ia mencoba untuk buka usaha jasa cuci sepatu dan jual sepatu dari kosnya. Namun, hal ini sempat membuat Dokter Tirta menjadi terlalu arogan dan akhirnya ditipu lalu bangkrut.
ADVERTISEMENT
Di titik ini, cowok lulusan Fakultas Kedokteran itu harus bertahan hidup dengan makan nasi sisa warteg. Saat pindah ke Jakarta, Dokter Tirta juga enggak langsung berhasil dengan usahanya. Ia pernah harus tidur di emperan dan enggak bisa pulang sehabis sewa ruko.
Namun kini atas kerja kerasnya, Dokter Tirta telah memiliki sederet usaha di berbagai bidang. Mulai dari jasa perawatan sepatu di Shoes and Care, event organizer Solevacation, marketplace jual-beli sepatu Tukutu Store, sampai sederet fashion line Communion Management, Communion Studio, Sage Denim, dan Fuse Concept. Ia juga punya dua bisnis di bidang agency branding, mengurus tujuh akun online shop, dan 14 brand lokal.
Untuk mengurus usaha-usahanya tersebut, Dokter Tirta dibantu oleh 14 fotografer, delapan admin, empat manajer, dan sejumlah karyawan di Shoes and Care yang terdiri dari anak jalanan dan orang-orang putus sekolah.
ADVERTISEMENT

Yasa Paramitha Singgih

Yasa Singgih dok Instagram @yasasinggih
Pengusaha muda satu ini mulai terjun ke dunia bisnis karena kondisi keluarganya. Yasa enggak lahir dari orang tua yang memiliki harta berlimpah.
Ayahnya mengidap penyakit jantung, namun enggak memiliki uang yang cukup untuk operasi. Makanya, ia harus memutar otak untuk menghasilkan uang sendiri.
Walau enggak punya modal besar, cowok kelahiran 23 April 1995 ini mengaku beruntung menjadi milenial yang lahir di era teknologi digital. Yasa yang masih 16 tahun dan duduk di bangku SMA, memanfaatkan Blackberry Messenger dan Kaskus untuk menjadi reseller kaus secara online.
Yasa menjualnya sebagai reseller karena belum punya brand sendiri. Setiap hari ia naik angkot untuk mengambil kaus tersebut dari pedagang di Tanah Abang.
ADVERTISEMENT
Karena bisnis online-nya semakin sukses, Yasa mengembangkan brand sendiri yang ia namai Men’s Republic. Brand tersebut menyediakan produk kebutuhan laki-laki seperti sepatu.
Men’s Republic jadi salah satu brand terkemuka yang punya lima toko di Jabodetabek dengan omset ratusan juta rupiah. Pemasaran produk yang dilakukan secara online, memungkinkan pasarnya tersebar sampai luar negeri.

Nurul Amin Iskandar

Pengusaha wastafel portabel dengan pedal kaki dok Tugu Jogja
Cowok asal Dusun Paten, Sleman, D.I.Yogyakarta ini harus menelan pil pahit karena di-PHK dari tempatnya bekerja, menyusul pandemi COVID-19.
Namun karena tidak mau patah semangat, Amin mengajak pemuda lain di dusunnya untuk membuat wastafel portabel dengan model pedal kaki.
Awalnya pembuatan wastafel portabel ini hanya untuk warga sekitar. Tapi lama-lama produknya mendapat pesanan dari luar desa.
ADVERTISEMENT
Permintaan juga mulai meningkat. Tiap hari Amin bisa memproduksi 10-15 wastafel, dengan total hingga sekarang lebih dari 350 unit.
Tiap wastafelnya dibanderol dengan harga Rp 750 ribu hingga Rp 1 juta. Amin menyebut saat ini banyak pemesan wastafel portabel dari institusi pemerintahan dan universitas.

Reza Nurhilman

Reza Nurhilman dok Instagram @axl29
Sebelum menjadi CEO Keripik Singkong Maicih, Reza hidup penuh kesederhanaan. Bahkan, ia sempat bekerja serabutan.
Setelah lulus SMA, Reza sempat kebingungan mencari pekerjaan tetap. Ia enggak melanjutkan ke pendidikan tinggi, dan memilih untuk menghadiri seminar-seminar. Reza akhirnya mencoba membuka usaha. Mulai dari berjualan pupuk, hingga barang elektronik yang digeluti dari 2005-2009.
Di sisi lain, Reza terbiasa hidup mandiri sejak orang tuanya cerai saat ia masih kecil. Hal ini enggak cuma bikin dia mandiri, tapi juga terampil bertahan hidup.
ADVERTISEMENT
Reza enggak gengsi melakukan apapun asal dapat menghidupi dirinya sendiri, termasuk kerja serabutan. Sampai pada 2008, ia bersama temannya bertamasya ke Cimahi. Di sana, Reza menemui seorang nenek yang membuat keripik pedas dan menjualnya secara terbatas.
Dari situ, Reza menemukan ide baru untuk berjualan keripik. Dengan modal awal Rp 15 juta untuk 50 bungkus setiap hari, dalam beberapa bulan penjualan meningkat hingga 2000 bungkus per hari. Hingga kini, ia telah menjual 75 ribu bungkus keripik per hari dengan omzet puluhan miliar dalam sebulan.

Ali Muharam

Ali Muharam dok Instagram @alvow
Ali lahir dalam keluarga pengepul barang bekas. Setelah ayahnya meninggal dunia, ia harus mencari uang untuk bertahan hidup, salah satunya dengan menjual kresek di pasar.
ADVERTISEMENT
Setelah lulus SMA, Ali merantau ke ibu kota dan menjadi penjaga kantin di pusat perbelanjaan di Cinere. Ia cuma digaji Rp 5 ribu tiap harinya.
Enggak berhenti di situ, Ali mencoba bekerja di berbagai tempat lain salah satunya event organizer. Kemudian pada 2008-2011, ia banting setir sebagai penulis skenario sinetron.
Sampai akhirnya, Ali memutuskan untuk berjual makaroni pada 2014. Ia memilih nama Ngehe (sebagai bentuk umpatan) untuk mengingatkannya agar enggak kembali ke kehidupan lama.
Kini, usahanya berkembang baik secara online mau pun offline. Makaroni Ngehe punya kurang lebih 33 cabang di Surabaya, Bandung, Bogor, Bekasi, Jogja, Malang, Palembang dan kota-kota besar lainnya. Enggak heran sekarang omzet yang diraih pengusaha muda ini bisa mencapai Rp 6 miliar per bulannya.
Karnaval Kemerdekaan kumparan Foto: kumparan
Nah, untuk merayakan 17 Agustusan, kumparan menggelar acara Karnaval Kemerdekaan sebagai perayaan Hari Kemerdekaan secara digital di tengah pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Rangkaian Karnaval Kemerdekaan dimulai pada 1 Agustus mendatang. Acara puncaknya tentu dilangsungkan pada 17 Agustus, tepat pada Hari Kemerdekaan RI.
Karena perayaan Hari Kemerdekaan begitu identik dengan perlombaan, pada 1—16 Agustus diadakan Lomba Agustusan Virtual dengan hadiah jutaan rupiah. kumparan mengajak para pembaca untuk mengikuti sejumlah lomba, yakni Parade Filter Instagram, Virtual Kemerdekarun, Pawai Tik Tok Challenge, dan Merdeka Trivia Quiz.
Live Streaming Kemerdekaan yang dijadwalkan pada 17 Agustus mendatang menjadi main event dalam Karnaval Kemerdekaan. Dalam tiga jam, tepatnya pukul 12.00—15.00 WIB, pembaca disajikan beragam konten, yakni Virtual Talk Bersama Pejabat, Virtual Talk Bersama Public Figure, Panggung Komunitas, Konser Merah Putih, Panggung Komedi Negeri, Video indonesia Merdeka, serta Live Quiz.
ADVERTISEMENT
Jadi, catat tanggalnya dan nantikan keseruan rangkaian Karnaval Kemerdekaan!
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten