Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Presiden kita memang pandai berjualan. Sekali waktu datang ke sebuah warung kopi ala milenial ibu kota, warung kopi itu pun laris seketika. Di waktu yang lain ia menjajal sepasang sepatu buatan industri lokal membuat seribu pasang sepatu serupa ludes terjual dalam waktu 10 menit saja.
Sebulan setelah ramai potretnya mengenakan sepatu lokal bermerek NAH Project, Jokowi mengadakan kuis di acara ramah tamah bersama Paskibraka dan Orkestra Gita Bahana Nusantara yang telah usai melaksanakan tugasnya di acara HUT ke-74 Republik Indonesia. Tak cuma sepeda hadiah yang ia sediakan, tapi juga sepatu bekas.
Ya, sepatu sneaker merek NAH berwarna merah itu dihadiahkan kepada Abel, anggota Gita Bahana Nusantara dari Sulawesi Selatan. Syaratnya cuma dua, bernomor kaki 43 dan bisa menghafal Pancasila.
“Ini ada sepatu, sepatu saya. Sudah saya pakai. Ini produksi dalam negeri dari Bandung. Ini yang akan saya berikan pada Abel. Jadi sepatunya itu agak kotor sedikit karena memang pernah dipakai. Silakan,” ucap Jokowi saat itu.
Menurut Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka Gati Wibawaningsih, peningkatan industri sneaker lokal turut dipengaruhi Jokowi Effect. “Menteri-menteri bahkan Presiden menggunakan sneaker. Sehingga semua melihat pakai sneaker itu keren ya,” ucap Gati saat bertemu kumparan dalam acara Indonesia Local Select, di Sabuga ITB, Bandung, pada Sabtu (21/9).
“Saya aja jadi pakai sneaker, sebenarnya saya senangnya high heels,” kata Gati.
Gati sendiri terbiasa memamerkan produk lokal yang sedang dikenakannya. Menurut Gati, ia tak bermaksud pongah tapi hanya memotivasi kepala-kepala dinas di bawah Kemenperin agar juga mau mengembangkan industri lokal di daerahnya.
“Sepatu saya lokal. Ini buatan Palembang,” celetuknya.
Melihat geliat industri sepatu lokal, Gati beranggapan pelaku industri sneaker lokal memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan. Pertama soal bagaimana industri sneaker lokal menjaga kualitas. Kedua, bagaimana metode promosi yang tepat sasaran.
Tapi, ia juga mengakui ada persoalan bahan baku yang membuat harga sneaker lokal tetap mahal. Sebab, sebagian besar bahan baku sneaker lokal itu masih impor. Berikut wawancara lengkap kumparan dengan Gati Wibawaningsih.
Bagaimana Anda melihat perkembangan sneaker lokal?
Karena ini sudah di tahap tertinggi, jadi kita memang harus dorong terus. Kenapa? Karena ini memang tidak terlepas dari potensi Indonesia yang sudah menempati posisi keempat di dunia sebagai pengekspor sepatu ke dunia. Kalau misalnya dilihat, kami lebih fokus lagi ke sneaker, itu nanti kita lebih genjot lagi bisa lebih mantap lagi.
Memang sekarang kalau kita lihat, yang namanya menteri-menteri bahkan Pak Presiden (pakai sneaker). Jadi itu sebenarnya tidak terlepas dari perannya pemimpin negara tertinggi kita yang menggunakan sneaker. Sehingga, semua melihat bahwa pakai sneaker itu keren ya gitu.
Seberapa besar pengaruh Jokowi Effect?
Tadi udah saya sampaikan. Bahwa kenapa sneakers Indonesia itu meningkat? Anak-anak Indonesia meningkat penggunaan sneakernya, karena Pak Presiden sendiri pakai. Pak Presiden pakai sneaker, Pak Presiden pakai baju putih, ada nggak menteri yang nggak ikutan? Jadi memang kalau pemimpinnya udah seperti itu, yang bawah pasti ikutan.
Saya aja jadi pakai sneaker, sebenarnya saya senangnya high heels. Jadi ya memang seperti itulah. Supaya apa? Karena gini, kalau kita bahasanya sama, komunikasi kan lebih enak. Kalau kita satu uniform kan lebih enak. Jadi dampak daripada penggunaan Pak Jokowi memakai sneaker itu berdampak sangat luas sekali, tinggi sekali dampaknya terhadap pertumbuhan daripada penggunaan sneaker di Indonesia.
Anda memakai sneaker lokal?
Lokal. Ini buatan Palembang. Itu keuntungannya Indonesia. Kita punya budaya, bahan baku, kita punya tenun, kita punya batik. Jadi kita bukan plain seperti sneaker luar, nggak. Kita punya keunikan sendiri. Kalau saya pakai ini kan orang-orang Palembang pasti kepala dinasnya juga pada ikut dong pakai.
Jadi sebenarnya itu ajakan daripada pemerintah juga. Jadi saya juga kemarin anjurkan supaya yang namanya pemerintah daerah Palembang, kepala dinasnya, pakai dong sneaker buatan Palembang. Itu yang meningkatkan demand daripada sneaker itu jadi naik.
Anda berbicara akan terus mendorong perkembangan sneaker . Apakah pemerintah menyiapkan program agar sneaker lokal mampu terus tumbuh?
Program-program seperti ini salah satunya. Kemudian imbauan kepada pemerintah daerah. Kami kerja samanya sama kepala dinas-kepala dinas seluruh Indonesia, saya imbau kepala dinas seluruh Indonesia bikinlah sneakers buatan masing-masing daerah.
Jadi di saya ada WhatsApp grup temen-temen kepala dinas. Di situ saya pamer, 'Saya pakai ini loh. Nih sekarang nih saya pakai ini kan, masuk dong ke Instagram saya kan'. Semua kepala dinas melihat, bangga Kepala Dinas Palembang. Kemudian yang lain juga termotivasi mau buat seperti itu. Program-program seperti ini, sentuhan-sentuhan seperti ini, sebenarnya selain program riil yang kami lakukan seperti ini, promosi itu paling penting.
Program konkret pemerintah agar industri sneakers lokal semakin berkembang?
Program konkretnya untuk penggunaan sneaker itu adalah saya harus lebih banyak lagi mendidik para industri kecil dan menengah sebagai vendornya brand lokal ini. Supaya apa? Hasil produksi mereka bagus. Kalau hasil produksinya bagus, itu kemungkinan dibeli di dalam negeri itu tinggi. Seperti (anggapan) yang tadi bahwa harga murah pasti kualitasnya jelek, itu tidak terjadi. Itu yang kami lakukan sebagai pembina industrinya saat ini.
Kedua, harus promosi. Saya mempromosikan lebih banyak lagi mengenai penggunaan dari produk-produk Indonesia, khususnya sneaker. Kami tahun depan ya rencananya mau bikin pameran untuk brand-brand lokal.
Menurut Anda, apakah ada faktor penghambat perkembangan industri sepatu lokal?
Hambatannya adalah sebenarnya kita nggak bisa bikin sneaker yang bisa dijangkau oleh semua lapisan masyarakat harganya, dengan kualitas yang bagus. Harga murah tentu saja kualitasnya di bawah standar. Sesuai dengan standar, ini kami nggak bisa produksi dengan harga yang murah. Kenapa masalahnya? Karena bahan bakunya masih impor, itu yang jadi masalah.
Ini makanya kalau bahan bakunya nanti sudah dibuat di dalam negeri, tadi saya juga ada pertemuan dengan brand-brand lokal, kami mau gunakan serat nanas ataupun serat rani yang bisa ditanam di Indonesia. Kalau begitu nanti kan udah nggak harus impor lagi, jadi bisa dibikin di dalam negeri.
Kedua, hambatannya adalah kenapa harganya nggak bisa murah, karena yang namanya industri kecil dan menengah, beli bahan baku itu nggak bisa dalam jumlah yang sedikit. Dia harus memenuhi quantity. Tadi disampaikan, 'Bu saya kalau mau bikin produk, bahan bakunya tuh harus minimum quantity, 50 bar'. 50 bar kali 180 kilogram itu udah berapa ton. Dan harganya tuh tinggi sekali. IKM (Industri Kecil Menengah) nggak bisa beli dengan harga yang bisa setinggi itu.
Oleh karena itu saya harus mendekatkan diri. Saya sebagai pembina industri kecil menengah harus mendekatkan diri kepada industri besarnya, tolong dong kasih kemudahan. Itu yang bisa saya lakukan.
Kemudahan untuk akses bahan baku?
Minimum quanitity. Jadi dia (industri kecil) bisa beli nggak usah harus minimum quantity karena dia juga beli banyak-banyak buat apa? gitu.
Kami bertemu beberapa founder sneaker lokal, mereka mengeluh soal mahalnya mengimpor bahan baku
Sebenarnya bukan impornya mahal ya, impor malah justru lebih murah, lebih banyak bahan baku itu dibandingkan produksi dalam negeri sendiri. Karena gini, barang impor itu free, nggak bayar pajak. Kalau produksi dalam negeri, kamu kena bayar bea masuk untuk bahan bakunya sendiri, seperti bikin sol ini. Ini kan biji plastiknya itu impor. Karena produksi dalam negeri sudah ada, tapi sebagian impor, yang impor itu udah nggak bayar bea masuk. Bea masuknya udah 0, apalagi dari Cina kan kita udah semua 0.
Kemudian nggak kena pajak kalau impor. Dengan sendirinya harganya lebih murah. Tapi kalau kau produksi dalam negeri, udah dia kena pajak, harus bayar bea masuk, itu yang masalah.
Apakah Anda melihat bahwa penduduk Indonesia sudah lebih bisa mempercayai kualitas produk lokal?
Sekarang udah lebih banyak. Sekarang ya sebenarnya yang penting adalah produk buatan dalam negeri atau brand lokal? Dua-duanya penting. Kalau bisa brandnya lokal, dibuat oleh orang Indonesia, itu penting. Sekarang Adidas, yang beredar di seluruh dunia, Nike, punya nggak dia pabrik? Nggak punya. Sama seperti Brodo. Semua itu produknya sebagian besar 90 persen itu di Indonesia. Yang namanya sepatu Indonesia berarti beredar dong.
Saya kalau ke Jepang ya, beli Onitsuka, saya beli yang buatannya Indonesia. Saya bukan yang beli buatan Jepang. Nggak. Saya beli yang buatan Indonesia. Onitsuka, standar produk Jepang, tinggi, Indonesia bisa bikin. Itu bagus yang kayak gitu. Jadi saya lihat juga keinginan para temen-temen kayak kalian juga kan pada pake sneakers nih.
Menurut Anda, kualitas sneakers lokal seperti apa? karena harga yang murah terkadang masyarakat meragukan kualitas sneaker lokal?
Dulu waktu saya belum tahu produk IKM, saya nggak pernah pakai produk dalam negeri. Tetapi setelah saya tahu, saya jadi (pakai) produk dalam negeri. Kenapa? Karena saya tahu. Sebenarnya promosi itulah yang harus dilakukan bahwa yang namanya produk dalam negeri itu udah bagus-bagus dan banyak, loh. Ini produk enak dipakai. Ini kalau saya pake-pake terus itu kan dia cepat rusak, kalau dia cepet rusak jadi saya beli lagi.