Mendidik dengan Hati: Kisah Inspiratif Pejuang Pendidikan di Indonesia

6 Mei 2025 18:04 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diana Cristiana Dacosta Ati penerima apresiasi ajang 14th SATU Indonesia Awards di bidang pendidikan.
zoom-in-whitePerbesar
Diana Cristiana Dacosta Ati penerima apresiasi ajang 14th SATU Indonesia Awards di bidang pendidikan.
Disebut sebagai kunci masa depan, nyatanya masih banyak anak yang belum mendapatkan hak untuk mengenyam pendidikan setara. Keterbatasan akses, fasilitas yang kurang memadai, hingga kesenjangan sosial jadi beberapa faktornya.
Ya, masih terjadi ketimpangan kualitas pendidikan di berbagai daerah, terutama di daerah 3T (terdepan, terpencil, tertinggal). Kemendikdasmen menyebut, ribuan sekolah di daerah 3T belum memiliki sarana dan prasarana yang memadai.
Dalam data yang sama, sekitar 4,6 juta anak Indonesia yang putus sekolah. Fenomena tak berbeda juga terjadi di Papua. Bahkan menurut penelitian dari Universitas Negeri Papua, tercatat ada sekitar 690 ribu anak Papua yang masuk ke kategori Penduduk Usia Sekolah (PUS).
Inilah yang mendorong sosok Diana Cristiana Dacosta Ati untuk terjun mendedikasikan dirinya demi pendidikan yang lebih baik. Awal kisah inspiratif Diana bermula saat Ia terpilih menjadi Guru Penggerak Daerah Terpencil di Kabupaten Mappi, Papua Selatan, pada 2018.
Pertama menginjakkan kaki di Tanah Cendrawasih, perempuan kelahiran Nusa Tenggara Timur ini ditugaskan untuk mengajar di satu-satunya sekolah yang ada di Kampung Atti, SD Negeri Atti. Saat itu, SD Negeri Atti hanya memiliki dua guru yang harus mengajar sekitar 50 siswa.
Keadaan sekolah pun tak kalah memprihatinkan. SD Negeri Atti hanya memiliki tiga ruang kelas berisi bangku dan perabot yang reyot. Ketika proses belajar mengajar berlangsung, siswa pun lebih memilih duduk di lantai karena takut jatuh.
Infrastruktur bukan menjadi satu-satunya masalah di sana. Di dusun yang hanya dihuni 20-an kepala keluarga ini, pendidikan masih belum menjadi prioritas bagi keluarga. Bahkan banyak anak yang lebih memilih membantu orang tuanya mencari nafkah di hutan.
Akibatnya, banyak anak-anak di tingkat kelas 6 sekolah dasar yang belum mahir membaca dan berhitung. Padahal kemampuan tersebut sangat penting agar mereka bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Mimpi Memberantas Buta Huruf di Tanah Papua

Sempat pulang ke kampung halaman akibat COVID-19, Diana dan dua rekannya sesama guru penggerak memutuskan kembali ke Kampung Atti. Di sana, Diana fokus mengajar membaca dan perhitungan dasar. Ia juga sesekali menyelipkan nilai-nilai nasionalisme saat mengajar.
Perlahan tapi pasti, semakin banyak murid yang antusias untuk bersekolah. Di sisi lain, tantangan muncul karena tersendatnya bantuan alat tulis dan sarana prasarana untuk mengajar.
Bukannya menyerah, Diana bersama rekannya tak segan menggunakan dana tunjangan yang diterima untuk membantu murid membeli buku, perlengkapan sekolah, hingga seragam.
Tidak puas hanya mengajar di kelas, Diana juga mendirikan perpustakaan "Merah Putih" yang memiliki sekitar 500 buku koleksi buku pribadi maupun hasil donasi. Perpustakaan ini menjadi tempat belajar bagi anak-anak hingga orang dewasa. Melalui perpustakaan ini, Diana berharap dapat menumbuhkan minat baca dan semangat belajar di kalangan masyarakat.
Diana Cristiano Dacosta (kiri) dan Alan Efendhi (kanan) penerima apresiasi SATU Indonesia Astra 2023. Foto: Luthfi Humam/kumparan
Sejak kedatangan Diana dan para guru penggerak, jumlah murid di SD Negeri Atti juga terus bertambah. Semakin banyak juga anak-anak Kampung Atti yang melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP.
Warga Kampung Atti pun semakin terbuka dengan Diana dan para guru. Mereka tak segan meminta pendapat Diana ketika ada masalah di desa, tak terkecuali saat ada warga yang sakit dan membutuhkan pertolongan.
Berkat dedikasinya, Diana berhasil mendapatkan apresiasi di ajang 14th SATU Indonesia Awards pada bidang pendidikan. SATU Indonesia Awards merupakan wujud apresiasi Astra untuk anak muda inspiratif Indonesia yang telah berkontribusi positif bagi sekitarnya melalui lima bidang yaitu Kesehatan, Pendidikan, Lingkungan, Kewirausahaan dan Teknologi.

16th SATU Indonesia Awards 2025 Kembali Digelar

Tak hanya mereka, kamu juga punya kesempatan yang sama untuk berkontribusi positif pada bangsa melalui inovasi dan karya. Ya, memasuki 2025, Astra kembali menggelar 16th SATU Indonesia Awards 2025 dengan tema "Satukan Gerak, Terus Berdampak".
Tahun ini, 16th SATU Indonesia Awards 2025 akan diberikan kepada para anak bangsa yang telah berkontribusi untuk mendukung terciptanya kehidupan berkelanjutan melalui bidang Kesehatan, Pendidikan, Lingkungan, Kewirausahaan dan Teknologi,
Para calon penerima apresiasi akan dinilai oleh para dewan juri 16th SATU Indonesia Awards 2025 yang berasal dari berbagai latar belakang. Seperti Profesor Nila Moeloek (Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia), Profesor Emil Salim (Dosen Ilmu Lingkungan Pascasarjana Universitas Indonesia), Profesor Fasli Jalal (Rektor Universitas YARSI dan Guru Besar Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta), Ir. Tri Mumpuni (Pendiri Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan), Onno W. Purbo Ph.D. (Pakar Teknologi Informasi), Arif Zulkifli (Direktur Utama Tempo), Dian Sastrowardoyo (Pegiat Seni & Pendiri Yayasan Dian Sastrowardoyo), Billy Boen (Founder Young On Top), dan Raline Shah (Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Digital RI).
Pendaftaran 16th SATU Indonesia Awards 2025 telah dibuka sejak 28 Februari hingga 28 Juli 2025. Para peserta yang lolos ke tingkat nasional akan mendapatkan dana pembinaan kegiatan sebesar Rp 65 juta dan pembinaan kegiatan.
Siap berkontribusi positif untuk bangsa seperti yang dilakukan Diana? Segera daftarkan diri kamu melalui website resmi Astra di sini, serta follow Instagram @satu_indonesia.